Jaimen Hudson, seorang pria berusia 30 tahun ini memiliki kisah hidup yang sangat luar biasa. Melalui film dokumenternya yang berjudul Jaimen Hudson: From Sky to Sea yang ditayangkan di Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2021, saya belajar bahwa hidup ini harus diperjuangkan.
Jaimen tidak pernah memprediksikan bahwa hidupnya akan bergantung sepenuhnya pada orang lain. Sebagai seorang lelaki yang haus akan pertualangan, Jaimen mencoba peruntungan dalam hidupnya. Hingga suatu hari, sebuah kecelakaan besar menimpanya dan ia dinyatakan mengalami cacat permanen seumur hidupnya. Kecelakaan yang dialaminya sempat mengancam hidupnya, dan sangat berat tingkat kerusakannya. Hingga kini, Jaimen bahkan tidak bisa berdiri, dia harus duduk di kursi roda, kedua tangannya pun tidak bisa digunakan untuk menggenggam barang-barang.
Orang tua Jaimen sangat dekat dengan kehidupan laut, bahkan Jaimen sudah diajari menyelam sejak masih anak-anak. Kehidupan laut telah menjadi darah yang mengalir dalam diri Jaimen. Patah hati terbesarnya adalah sejak kecelakaan motor yang dialaminya pada saat ia berusia 17 tahun menyebabkan Jaimen mengalami Quadriplegic dan harus berada di kursi roda seumur hidupnya.
Namun hidup harus terus berjalan, Jaimen menemukan passionnya merekam lumba-lumba. Jaimen terus mengasah kemampuannya ini, dengan berbekal kamera drone yang berkualitas tinggi, Jaimen mampu menghadirkan video berkualitas bagus dan menampilkan kehidupan satwa liar laut secara alami. Mulanya Jaimen hanya mencoba untuk diunggah ke youtube, namun tak disangka banyak respon positif dari orang-orang yang menikmati video Jaimen.
Kehidupan Jaimen terus berlanjut, hingga suatu hari Jaimen dipertemukan dengan sosok wanita yang kini telah menjadi istrinya. Jaimen awalnya sudah berpikir bahwa mencari pasangan hidup tentu akan sangat sulit, mengingat ia akan menjadi beban bagi pasangannya. Namun kehadiran Jess merubah segalanya. Jess menerima dan mendukung Jaimen sepenuh hati dan memutuskan untuk menjadi pendamping hidup dari Jaimen yang memiliki keterbatasan.
Untuk mencapai misi ini, Jaimen harus berlatih fisik terutama untuk meningkatkan kekuatan lengannya, misalnya dengan bersepeda dengan menggunakan lengan dan staminanya. Tidak hanya sekedar naik kapal dan melakukan perekaman, Jaimen juga ingin kembali menyelam. Jaimen sadar bahwa dari rumah sakit tidak memperbolehkan dan menyelam adalah kegiatan yang sangat berbahaya baginya. Jika orang biasa bisa batuk ketika air laut masuk ke dalam tubuh, maka Jaimen tidak memiliki respon untuk batuk, sehingga air bisa langsung masuk ke paru-paru dan hal ini tentunya bisa berakibat fatal baginya.
Jaimen tetap tidak menyerah. Ia terus latihan menyelam didampingi oleh ibunya, ayahnya dan instruktur penyelam yang sangat handal. Hingga pada suatu hari Jaimen dapat mewujudkan impiannya. Ya, Jaimen dapat kembali lagi ke laut. Ia dapat menyelam dan didampingi oleh penyelam ahli yang tetap menjaga keamanannya. Jaimen optimis bahwa kekurangan yang ia miliki masih dapat diperjuangkan, sehingga ia bisa menyelam lagi. Jaimen sangat bersyukur karena laut seperti menyapanya kembali setelah puluhan tahun ia hanya melihat laut dari drone.
Saya memberikan nilai 10 untuk film dokumenter ini. Sebuah mahakarya yang sangat indah. Setiap adegannya aka nada hasil karya video Jaimen. Begitu hidup, begitu nyata dan kualitas videonya sangat tinggi. Kita bahkan bisa melihat semuanya secara detail dan sepertinya kita pun berada di sana saat itu. Film ini ditayangkan di FSAI 2021 pada tanggal 27 Juni 2021 pukul 20.30, dengan durasinya sekitar 90 menit kita dapat menikmati pemandangan laut dan pantai di Australia. Selain itu juga ada Masterclass Pembuatan Film Dokumenter & Sinematografi Drone (Documentary Filmmaking & Drone Cinematography) yang menghadirkan Jaimen Hudson dan Leighton De Barros.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H