Pada hakikatnya semua manusia tidak sempurna, begitu pula Amos Bardi yang merasakan bagaimana harus berjuang lebih berat dari pada orang lain di sepanjang kehidupannya. Kelahirannya membawa suka cita bagi seluruh keluarganya, seorang anak laki-laki pertama dalam keluarga, tumpuan harapan bagi ayah dan ibunya, namun ternyata takdir berkata lain.
Amos Bardi menjadi salah satu anak yang spesial. Kekurangan akibat penyakit mata yang dideritanya sejak kecil tak lantas menjadikan Amos menjadi anak yang rendah diri. Dengan sedikit penglihatan yang masih dimiliki oleh salah satu matanya, Amos memanfaatkan banyak kesempatan untuk mengekplorasi sekeliling dan juga belajar musik.
Sejak kecil Amos sangat menyukai musik terutama musik opera, terlebih lagi Paman Giovanni sangat mendukung Amos kecil untuk mengembangkan potensi yang ia miliki. Inilah sepenggal kisah mengenai Amos Bardi yang tersampaikan secara apik dalam film The Music of Silence.
Film yang berjudul The Music of Silence ini diangkat dari sebuah novel yang ditulis oleh Andrea Bocelli pada tahun 1999. Film Italia yang rilis perdana di Mola TV Movies ini ditayangkan pada tahun 2018, menceritakan mengenai kehidupan Amos Bardi mulai dari kehidupan masa kecil hingga mencapai kesuksesan karirnya sebagai musisi.
Adaptasi kisah nyata Andrea Bocelli yang tergambar pada Amos Bardi memberikan banyak makna bagi penonton film ini. Berikut beberapa pesan yang tersirat dalam film The Music of Silence:
1. "Kalau ingin seperti orang lain, aku harus melakukan lebih baik dari mereka"
Amos adalah anak yang pemberani, namun terkadang sisi keberanian ini menjadi bumerang baginya dan membuat keluarganya khawatir. Kala itu Amos menantang dirinya dan juga mengajak temannya untuk berenang, padahal situasi ombak di pantai sedang sangat tinggi dan berbahaya untuk berenang. Syukurlah ia dan teman-temannya tidak mengalami kecelakaan apapun.
Ayahnya sangat geram padanya, karena sangat khawatir padanya. Namun, Amos memberikan pernyataan ini kepada ayahnya:
"Kalau mereka menunggang kuda, aku harus menunggang harimau"
"Kalau yang lain melompati rintangan, aku harus melompati gunung"
"Kalau ingin seperti orang lain, aku harus melakukan lebih baik dari mereka"
Pada intinya Amos ingin seperti orang lain yang normal pada umumnya, ia tidak ingin hidupnya menjadi serba takut karena ia memiliki keterbatasan. Tiga kalimat itu adalah nasihat ayahnya, untuk menjadikan Amos anak yang kuat dan tidak bergantung pada orang lain.
Dari sinilah saya menangkap pesan bahwa keinginan Amos untuk bisa mandiri sangat gigih, ia ingin bisa melakukan semua hal layaknya orang yang tidak memiliki masalah pada penglihatannya.
Melalui kalimat yang diucapkan Amos, memberikan pesan jika kita ingin menjadi orang yang sukses, maka kita harus melakukan lebih baik dan tentunya berjuang lebih daripada orang lain.
Sebuah kesuksesan tidak diperoleh dengan jalan yang mudah, banyak halangan, rintangan dan mungkin juga akan menemui jalan buntu. Namun dengan ketekunan dan kegigihan, maka cita-cita akan tercapai.
2. "Aku tak pernah melupakan tangan kuat yang murah hati itu, itulah awal dari pertemanan yang sejati"
Bersekolah di SMA Lajatico pada tahun 1973 jelas bukan perkara mudah bagi Amos. Sekolah tersebut tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini terungkap pada saat guru kelas Amos memintanya untuk membaca salah satu bagian dari buku, namun Amos tidak bisa membacanya karena bukan buku dalam tulisan Braille.
Beruntung ia memiliki rekan yang baik, pertama kali menolongnya di kelas. Adriano namanya, ia membantu Amos untuk beradaptasi dan menjalankan aktivitas di sekolah. Bahkan Adriano juga mendorong Amos untuk bisa mengejar mimpinya lagi sebagai musisi.
Tidak hanya itu, Adriano juga lah yang membantu pergaulan sosial Amos, sehingga tidak merasa hanya sendirian dan terkucilkan.
Dari kalimat yang diucapkan Amos, pesan yang disampaikan adalah orang yang dengan sigap membantu kita dengan tulus, merupakan orang yang kelak kita bisa sebut sebagai sahabat sejati.
Sebuah pertemanan yang sejati bisa dilihat dari lamanya durasi waktu untuk menjalani kehidupan baik senang maupun susah. Adriano merupakan sosok sahabat yang akhirnya menolong Amos untuk mendapatkan pekerjaan di kafe sebagai penyanyi dan pemain piano.
3. "Menyanyi tanpa mendengarkan saja, seperti aku, setidaknya aku menikmati"
Kalimat ini diucapkan oleh Adriano, saat pertama kali datang ke gudang berisi alat peternakan dan juga ternyata ada alat musik piano dan gitar milik Amos. Adriano kemudian menanyakan apakah Amos tidak ingin bermain music atau bernyanyi.
Amos menjawab bahwa ia akan mengubur mimpinya itu, ia tidak ingin tuna netra identik dengan pekerjaan sebagai musisi.
Ia juga mengatakan bahwa semenjak peristiwa pernikahan saudara Paman Giovanni, ia bahkan terlalu malu dan mual bila mendengarkan suaranya sendiri. Musik adalah impiannya, dan Amos merasa telah gagal sejak suaranya rusak hari itu.
Namun, Adriano berpikir sebaliknya. Ia mengatakan bahwa Amos sebaiknya tidak terlalu memikirkan hal itu. Fokus pada impian tentunya baik, namun jangan terlalu keras pada diri sendiri, sampai memainkan musik dan bernyanyi pun tidak dilakukan.
Adriano memiliki prinsip "menyanyi tanpa mendengarkan saja, seperti aku, setidaknya aku menikmati". Kalimat ini mengandung pesan bahwa, jika kita menyukai sesuatu, kita bisa melakukan hobi tersebut tanpa harus berfikir apakah akan sempurna atau tidak, cukup menikmatinya saja.
4. "Apakah kamu siap menjadikan musik sebagai satu-satunya alasanmu untuk hidup?"
Hidup tanpa bantuan dan ketergantungan dari ayah dan ibunya merupakan salah satu cita-cita Amos. Ia ingin mendapatkan penghasilan sendiri hingga akhirnya ia bekerja sebagai penyanyi dan pemain piano di kafe.
Hingga suatu hari, tawaran datang padanya untuk dikenalkan dengan Maestro Suarez Infiesta, seorang musisi terkenal asal Spanyol. September 1988 menjadi bulan pertama pertemuan itu, Maestro Suarez menguji kepiawaian suara Amos apakah layak atau tidak untuk mengisi di Opera.
Sang Maestro juga banyak menanyakan kepada Amos mengenai seberapa sering ia minum alkohol, merokok, latihan dan juga berbicara dalam kesehariannya.
Maestro menekankan, bahwa untuk menjadi musisi terkenal tidaklah mudah. Amos harus menjadikan musik sebagai satu-satunya alasan untuk hidup.
Melalui kalimat yang diucapkan oleh Maestro Suarez mengandung pesan bahwa jika ingin menggapai cita-cita, maka kita harus menjadikan hal tersebut sebagai semangat dalam setiap desiran nafas dan aliran darah kita. Jadikanlah apa yang kita ingin kejar sebagai salah satu alasan utama kita hidup.
5. "Tak penting apa pekerjaanmu, yang penting caramu mengerjakannya"
Sejak sekolahnya berantakan, kedua orang tua Amos mencari solusi. Salah satu adegan yang berkesan bagi saya adalah saat Amos bertemu dengan Ettore, seorang guru les berlatar belakang pensiunan bank yang hobi mengoleksi jamur ini menjadi sosok yang penting dalam kehidupan Amos.
Amos tidak terlalu suka dengan kehidupan sekolahnya, terlebih lagi sekolahnya bersifat umum, sehingga keterbatasan Amos menjadi hambatan baginya untuk lulus sekolah.
Amos juga mengalami stress, ia tidak ingin berakhir menjadi seorang tukang pijat, tukang stem alat musik dan pekerjaan lain yang menurutnya sudah jadi gambaran karir masa depan bagi kasus spesial seperti dirinya.
Ettore sendiri hanya memiliki sertifikat SD, kedua orang tuanya tidak mampu untuk menyekolahkannya sampai ke bangku universitas. Dirinya hanyalah membantu membacakan buku pelajaran Amos dan juga merekamnya dalam kaset, sehingga Amos dapat memutarnya kembali.
Ettore memberikan nasihat kepada Amos, bahwa sesungguhnya tidaklah penting apa pekerjaanmu, yang paling penting adalah bagaimana caramu mengerjakannya. Ketika kita sudah memiliki sebuah pekerjaan, hendaknya kita melakukan pekerjaan dengan segenap hati kita dengan cara yang telah kita pilih sebaik mungkin.
Maka tidak ada pekerjaan yang terlalu rendah nilainya. Sekecil-kecilnya pekerjaan apabila dikerjakan dengan baik dan sepenuh hati, maka akan terasa sangat bermakna.
Oleh karena ketulusan dan profesionalitas Ettore, ia mampu mengantarkan Amos lulus jenjang SMA hingga lulus kuliah. Bayangkan, pekerjaan yang sederhana hanya membacakan isi buku menjadi tidak ternilai ketika melihat hasil kelulusan Amos.
Lima pesan yang tersirat dalam film The Music of Silence ini membuat saya ikut merenung. Betapa banyak pelajaran kehidupan yang bisa diambil dari kisah Amos Bardi. Semangat hidup, kekuatan pikiran positif, kegigihan menggapai mimpi, serta adanya dukungan keluarga dan sahabat menjadi nilai yang penting dalam film ini.
Kisah yang diadaptasi dari novel karya Andrea Bocelli sangat menyenangkan untuk diikuti alurnya. Dengan durasi film 1 jam 54 menit yang ditayangkan di Mola TV Movies memiliki kualitas yang baik dan saya menikmati suara emas Amos Bardi yang sangat menghibur.
Saya juga tidak perlu khawatir ketika menonton, karena sudah tersedia subtitle Bahasa Indonesia secara otomatis dari Mola TV Movies, sehingga menambah kenyamanan saat menonton dan terlarut dalam kisah Amos. Mola TV dapat diakses melalui website dan juga bisa didownload aplikasinya melalui Google Play Store ya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI