Mohon tunggu...
Linda Erlina
Linda Erlina Mohon Tunggu... Dosen - Blogger and Academician

Seorang yang suka menonton film apa saja apalagi yang antimainstrim.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"The Battle: Roar to Victory", Adaptasi dari Perang Bongo-dong 1920

5 September 2019   20:51 Diperbarui: 5 September 2019   20:55 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." ~Pembukaan UUD 1945~

Tidak hanya Indonesia yang merasakan kepahitan dalam penjajahan Jepang selama kurang lebih 3 tahun (1942-1945). Selama penjajahan Jepang terkenal akan sulitnya bertahan hidup, karena pada masa penjajahan Jepang konon lebih "bengis" daripada saat kita dijajah Londo (baca: Belanda).

Korea juga memiliki nasib yang sama. Korea menghadapi penjajahan Jepang secara efektif dimulai pada tahun 1910 sampai tahun 1945. Penjajahan Jepang seakan membuat mereka muak. Banyak rakyat Korea yang dibunuh oleh tentara Jepang secara kejam.

The Battle: Roar to Victory jadi gambaran masa kelam penjajahan Jepang

Salah satu adegan pengaturan strategi perang (sumber: koreaherald.com)
Salah satu adegan pengaturan strategi perang (sumber: koreaherald.com)
Ketika menonton film The Battle yang diperankan oleh Hae-Jin Yoo dan Jun-Yeol Ryu, saya melihat betapa mencekamnya situasi peperangan pada masa itu. Jun-yeol Ryu yang memerankan Komandan Lee Jang Ha mengalami puncak emosinya saat mengetahui kakaknya telah terbunuh dengan cara dibakar hidup-hidup oleh para tentara Jepang.

Tidak hanya itu, hampir seluruh pasukan yang ikut berjuang juga mengalami hal yang sama. Mereka kehilangan sanak saudara, orang tua dan juga kampung halamannya. Nyawa manusia Korea menjadi pemuas ambisi Jepang untuk menguasai wilayah Korea. Lee Jang Ha juga kemudian makin serius untuk merencanakan penyerangan ke Jepang.

Lee Jang Ha rupanya tidak sendirian. Ia bersama dengan pasukannya dibantu oleh sekumpulan bandit Korea yang juga ikut berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Pasukan bandit jumlahnya memang tidak seberapa, namun penguasaan medan yang baik menjadi faktor penentu kemenangan mereka atas beberapa penyerangan ke kamp Jepang.

Diadaptasi dari Perang Bongo-dong tahun 1920

Film yang disutradarai oleh Won Shin-Yeon ini rupanya diadaptasi dari Perang Bongo-dong yang terjadi pada tahun 1920. Pasukan Korps Demokratik Korea menyerang militer Jepang di Hamgyeongbuk-do Gangyang-dong pada tanggal 4 Juni 1920. Keesokan harinya, pasukan Jepang yang sedang mengejar Tentara Kemerdekaan Korea terjebak oleh Komando Angkatan Darat Korea Utara di Samdunja.

Pada tanggal 6 dan 7 Juni 1920, Angkatan Darat Jepang mengerahkan satu batalion dari Divisi ke-19 dan menempatkan pasukan tersebut di Nanam. Batalion Jepang melakukan serangan ke Bongo-dong. Namun, Pasukan Gabungan Tentara Kemerdekaan yang dipimpin oleh Hong Beom-do bersembunyi di pegunungan Bongo-dong. 

Pasukan dan militer Korea yang telah paham medan pegunungan Bongo-dong dengan mudah menyergap pasukan Jepang dari tiga sisi, membuat Pasukan Jepang banyak yang terbunuh. Sekitar 157 tentara Jepang terbunuh sedangkan jumlah tantara Korea yang tewas yanga sedikit jumlahnya. Perang Bongo-dong merupakan role model strategi perang yang sangat baik dengan memanfaatkan topografi alam pegunungan Bongo-dong.

Sisi manusiawi dan pesan kebaikan dalam film The Battle: Roar to Victory

Perang selalu membawa kedukaan yang mendalam. Kehilangan orang-orang yang disayangi menjadi momen trauma yang membekas dan menyisakan dendam. Namun, film yang berdurasi kurang lebih 2 jam 15 menit ini membawa pesan kebaikan yang muncul pada beberapa adegan.

Misalnya pada saat seorang tentara Jepang menjadi tawanan pasukan Korea. Tentara Jepang tersebut tetap diberikan makanan dan minuman oleh perempuan Korea yang ikut dalam rombongan pasukan. Adapula adegan saat tantara Jepang dibawa ke kota bersama salah seorang perempuan dan Tentara Korea, ikatan di tangannya dibebaskan agar bisa berjalan dengan mudah di tengah kondisi pegunungan yang naik turun.

Saya melihat sisi kebaikan walaupun ia adalah bagian dari tentara Jepang yang telah membunuh banyak warga Korea dengan keji, namun tetap diperlakukan secara manusiawi. Tentara Jepang itu bahkan sampai bersedia harakiri untuk menebus rasa malunya, bangsanya telah memperlakukan bangsa Korea dengan sangat tidak manusiawi.

Secara keseluruhan saya suka dengan film ini dan memberikan nilai 7,5 dari 10. Eksekusi perang yang sangat baik sampai ke efek-efek ledakan dan tembakan membuat saya ikut tegang selama menonton. Hanya saja ada bagian yang membuat saya merasa kurang yaitu kisah Komandan Lee Jang Ha yang seakan-akan terlalu didramatisir dengan kepergian kakaknya yang sebenarnya lebih mirip kekasihnya.

Terima kasih Komik Kompasiana atas kesempatan Nobar The Battle: Roar of Victory. Sampai ketemu direview film selanjutnya ya!

Salam Komik!

Yuk kepoin dulu trailernya sebelum nonton:


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun