Mohon tunggu...
Linda Erlina
Linda Erlina Mohon Tunggu... Dosen - Blogger and Academician

Seorang yang suka menonton film apa saja apalagi yang antimainstrim.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Eksploitasi Anak Melalui Audisi Bulutangkis, Delusi atau Fakta?

6 April 2019   23:22 Diperbarui: 7 April 2019   00:52 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Stop Eksploitasi Anak (Sumber: http://news.rakyatku.com)

 

Komisi Perlindungan Anak: "Bagaimana tanggapan perusahaan anda terhadap logo yang dicantumkan di kaus anak saat audisi? Apakah anda menyadari bahwa itu salah satu pelanggaran karena menggunakan tubuh anak sebagai media iklan?"

Perusahaan Rokok: "Tentu saja tidak, kami hanya menyelenggarakan audisi saja kok. Kaus yang dipakai anak-anak bukan untuk promosi produk kami melainkan hanya untuk identitas kami sebagai penyelenggara. Lagipula tidak ada sama sekali rokok yang dijual saat audisi."

Cuplikan dialog di atas merupakan salah satu bagian dari diskusi seru antara kelompok blogger yang berperan sebagai Komisi Perlindungan Anak dan Perusahaan Rokok. Siang itu tanggal 30 Maret 2019 bertempat di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, diadakan diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion). 

Yayasan Lentera Anak sebagai pihak penyelenggara mengundang 30 blogger yang berasal dari Jabodetabek untuk duduk bersama mengangkat sebuah isu eksploitasi anak melalui audisi olahraga.

Pemateri pada kegiatan diskusi kelompok terpumpun mengenai isu ekslpoitasi anak melalui audisi olahraga (ki-ka: Bagja Hidayat, Lisda Sundari dan Liza Djaprie) (Sumber: Dok. Lentera Anak)
Pemateri pada kegiatan diskusi kelompok terpumpun mengenai isu ekslpoitasi anak melalui audisi olahraga (ki-ka: Bagja Hidayat, Lisda Sundari dan Liza Djaprie) (Sumber: Dok. Lentera Anak)

Isu sebenarnya ini sudah lama digaungkan oleh Yayasan Lentera Anak kurang lebih sekitar tahun 2009. Berdasarkan hasil perkepoan di dunia maya, saya menemukan artikel-artikel kontradiktif yang menganggap Lentera Anak hanya berlebihan karena melaporkan PB Djarum melakukan eksploitasi anak melalui audisi bulu tangkis.

Bahkan salah satu artikel dari komunitaskretek.or.id menyebutkan bahwa Yayasan ini berdelusi. Wah wah wah, tunggu dulu Ferguso. Benarkah demikian? Melalui kegiatan ini saya dan rekan-rekan blogger melakukan diskusi mendalam dan juga turut hadir Pendiri Yayasan Lentera Anak Ibu Lisda Sundari, Liza Djaprie (Psikolog) dan Bagja Hidayat (Editor Senior Tempo).

Kunci utama: pelajari dulu faktanya!

Peserta audisi umum PB Djarum (Sumber: pbdjarum.org)
Peserta audisi umum PB Djarum (Sumber: pbdjarum.org)

Sebelum kita melangkah lebih jauh ada baiknya kita menganalisis dulu fakta-fakta yang ada di lapangan. Berdasarkan data yang diambil dari website pbdjarum.org jumlah peserta audisi anak-anak yang berusia 6-15 tahun mencapai angka 5.957 orang pada tahun 2018. Audisi ini dilaksanakan di 8 kota dari seluruh Indonesia dengan media promosi melalui sosial media dan televisi.

Jumlah ini apabila kita perhatikan semakin meningkat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yang mulanya hanya 445 orang pada tahun 2008. Tentu kita bertanya-tanya dari total 23.683 anak yang ikut audisi ini berapa ribu anak ya yang menerima beasiswa?

Saya sungguh terkejut karena ternyata hanya 245 orang saja yang menerima beasiswa atau kalau dibagi rata 10 tahun, setiap tahunnya hanya 24 anak saja loh! Waduh, sedikit banget ya.

Logo Djarum pada kaus anak saat audisi (Sumber: pbdjarum.org)
Logo Djarum pada kaus anak saat audisi (Sumber: pbdjarum.org)

Yayasan Lentera Anak juga melakukan survei online "interpretasi tulisan Djarum" pada kaus yang dikenakan anak saat audisi pada tanggal 7 November - 3 Desember 2018. Berdasarkan hasil dari 514 responden ternyata 68% (350 orang) menginterpretasikan tulisan "Djarum" pada kaus anak merupakan citra dari perusahaan dengan nama yang sama, sekitar 13% (159 orang) melihatnya sebagai kompetisi bulutangkis dan sisanya 1% (5 orang) berpendapat bahwa itu alat jahit. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Lisda Sundari, branding image audisi bulutangkis memiliki entitas yang sama dengan produk rokok, wow!

Pemanfaatan kaus sebagai iklan rokok yang terselubung jelas memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan pemasangan baliho, spanduk atau iklan di televisi yang sangat dibatasi dan memerlukan biaya yang jauh lebih besar.

Adanya pelanggaran terhadap regulasi promosi produk tembakau di Indonesia

Fenomena audisi bulu tangkis yang melibatkan ribuan anak berusia 6-15 tahun oleh Djarum dinilai merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Pasal 47 ayat 1 mengenai setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori oleh produk tembakau dan/atau bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau dilarang mengikutsertakan anak di bawah usia 18 tahun dan Pasal 37 (a) yaitu tidak menggunakan nama merek dagang dan logo produk tembakau termasuk brand image produk tembakau.

Nah, peraturan ini sudah sangat jelas ya bahwa anak-anak yang ikut audisi masih berusia dibawah 18 tahun, dan mereka tidak boleh dijadikan objek "iklan berjalan" secara terselubung oleh si perusahaan rokok. Yayasan Lentera Anak telah melaporkan hal ini ke Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Strategi cerdas "Subliminal Message" untuk "branding" jangka Panjang

Liza Djaprie saat memberikan pemaparan mengenai Subliminal message (Sumber: Dok. Lentera Anak)
Liza Djaprie saat memberikan pemaparan mengenai Subliminal message (Sumber: Dok. Lentera Anak)

Liza Marielly Djaprie memaparkan bahwa sistem memori manusia itu seperti fenomena gunung es yang tersembunyi di bawah lautan. Bagian atasnya kecil dan bagian bawahnya ternyata menyimpan massa yang lebih besar. Batas air merupakan analogi dari "batas kesadaran". Ketika kita terpicu oleh sesuatu maka ingatan yang berada di bawah itu akan muncul ke permukaan.

Hal ini terutama sangat penting pada proses penyimpanan memori anak-anak, remaja dan dewasa muda. Pada usia anak-anak dan remaja belum memiliki kerangka berpikir yang logis dan kritis. Mereka akan cenderung akan menyimpan informasi secara "bulat-bulat" berdasarkan apa yang mereka lihat.

Salah satu contoh iklan rokok yang menarik dengan peringatan kecil dibawah (Sumber: www.behance.net)
Salah satu contoh iklan rokok yang menarik dengan peringatan kecil dibawah (Sumber: www.behance.net)

Perusahaan rokok jelas mengerti mengenai strategi ini. Mereka membuat iklan yang kontradiktif dengan efek samping rokok. Iklan rokok yang ada di televisi, media sosial dan dalam audisi merupakan pesan subliminal yang mengendap di alam bawah sadar generasi muda kita. Iklannya memiliki pesan tersirat "bersama dengan rokok kamu akan menjadi lebih keren, macho, tangguh, berprestasi dalam olahraga, pokoknya lakik banget gitu". Weleh-weleh, padahal kalau secara logika kan rokok itu membunuhmu. Hmmm...

Pesan subliminal ini terus-menerus disampaikan kepada anak. Hingga pada saatnya si anak beranjak dewasa dan mulai berteman dengan "Tuhan Sembilan Senti" ini. Bahkan saya juga menemukan tidak sedikit anak-anak yang sudah mulai merokok pada bangku sekolah dasar. Sangat memprihatinkan ya, huhuhu.

Dalam isu eksploitasi ini diungkapkan bahwa anak-anak dijadikan sebagai "iklan berjalan" yang mana tubuhnya dijadikan media marketing lewat kaus berlogo yang dikenakan. Apalagi kaus-kaus ini umurnya panjang dan dapat digunakan dalam keseharian, membuat lebih banyak lagi anak-anak, remaja, dewasa yang terpapar subliminal message ini.

Audisi olahraga tetap boleh dilakukan asal..

Jujur saya merasa sangat bangga dengan prestasi anak bangsa yang mampu menunjukan kejayaan bulu tangkis Indonesia ke level internasional. Nama-nama besar mulai dari Susi Susanti, Taufik Hidayat, hingga Kevin Sanjaya sangat membanggakan bangsa kita.

Suasana saat kelompok dengan peran
Suasana saat kelompok dengan peran "Netizen Nyinyir" sedang berdiskusi (Sumber: Dok. Lentera Anak)

Namun, perdebatan seru saat diskusi kelompok terpumpun membuat kami para blogger menyadari sesuatu hal yang penting. Kami tidak ingin audisi ini berhenti, kami hanya meminta bahwa pada saat pelaksanaan audisi atribut yang mewakili produk tembakau dihilangkan. Kami juga mengecam untuk pencetakan logo serupa produk tembakau pada kaus anak-anak. Kami berharap agar aspirasi ini bisa sampai ke perusahaan rokok terkait. Semoga Indonesia bisa menyusul negara lain yang telah tergabung di FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang telah membuat aturan tegas mengenai produk tembakau baik promosi secara online maupun offline dan sponsorship.

Saya Linda, Saya Blogger. Saya siap melawan eksploitasi dalam bentuk apapun, termasuk dalam audisi bulu tangkis (Sumber: Dok. Pri)
Saya Linda, Saya Blogger. Saya siap melawan eksploitasi dalam bentuk apapun, termasuk dalam audisi bulu tangkis (Sumber: Dok. Pri)

 

"Saya Linda, saya blogger. Saya siap melawan eksploitasi anak dalam bentuk apapun, termasuk dalam audisi bulutangkis.

Kami Blogger. Kami siap melawan eksploitasi dalam bentuk apapun, termasuk dalam audisi bulu tangkis (Sumber: Dok. Lentera Anak)
Kami Blogger. Kami siap melawan eksploitasi dalam bentuk apapun, termasuk dalam audisi bulu tangkis (Sumber: Dok. Lentera Anak)

#tangkiseksploitasianak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun