Mohon tunggu...
Linda Anggun
Linda Anggun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Fikih Muamalah Terhadap Metode Pembayaran Transaksi Jual Beli Pada Online Marketplace

6 Mei 2024   20:12 Diperbarui: 6 Mei 2024   21:21 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Canva

Globalisasi dan perkembangan teknologi telah mengubah cara kita bertransaksi. Salah satu dampak signifikan adalah munculnya transaksi jual beli online atau e-commerce. Sebagaimana (Bahtiar, 2020) menyatakan bahwa E-commerce memiliki banyak keunggulan, seperti mendorong penghematan biaya transaksi, menghilangkan batasan ruang dan waktu, serta meminimalkan hambatan transportasi. Selain itu, e-commerce juga memfasilitasi komunikasi antara penjual dan pembeli, serta mengurangi biaya iklan dan transportasi.

Dalam era ini, transaksi jual beli online telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita, dengan semakin banyak platform e-commerce yang menawarkan berbagai produk dan layanan. Banyaknya sistem jual beli online yang digunakan oleh masyarakat, sehingga sering terjadi suatu masalah dengan jual beli online termasuk barang yang tidak sesuai atau barang yang pengirimannya sangat lama tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan karena itu, penting bagi kita untuk memahami perspektif fikih muamalah terkait metode pembayaran dalam transaksi ini dan memastikan bahwa transaksi e-commerce memenuhi rukun dan syarat dalam bertransaksi.

Fiqih muamalah ialah aturan atau hukum Allah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi sosial kemasyarakatan, termasuk jual beli online (Abduroman, dkk., 2020). Sebagai seorang konsumen kita perlu mengevaluasi apakah Transaksi jual beli online bertentangan dengan hukum Islam atau tidak, sehingga perlu diketahui kesesuaian dengan syarat dan rukun.

Menurut Imam Nawawi dalam syarah kitab al-Muhadzab menjelaskan rukun dalam jual beli meliputi 3 syarat, Pertama, adanya pihak yang melakukan akad (akid), yang dalam jual beli online merujuk pada penjual dan pembeli yang bertransaksi di platform digital. Kedua, barang atau obyek yang diakadkan (Ma'qud Alaihi) , ,yang dalam jual beli online berupa produk yang diperdagangkan. Ketiga, sighat atau bahasa yang digunakan untuk akad yang terdiri dari ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) atas barang yang diakadkan. Dalam konteks jual beli online, ijab dan qobul dapat terjadi melalui proses checkout yang menandakan kesepakatan transaksi antara penjual dan pembeli. Hukum melakukan transaksi jual beli online pada dasarnya sah menurut syara', seperti halnya bertransaksi secara langsung.

Jual beli online semakin meluas seiring dengan perkembangan teknologi. Kemudahan dan kecepatan transaksi menjadi daya tarik tersendiri bagi penjual dan pembeli. Namun, bagi umat Islam, segala aktivitas keuangan harus sesuai dengan prinsip syariah. Ada beberapa jenis metode pembayaran yang umumnya terdapat pada Online Marketplace:

Cash on delivery (COD)

Metode Pembayaran COD (Bayar di Tempat) adalah metode pembayaran di mana pembeli membayar barang pada saat barang tersebut diterima, bukan pada saat pemesanan. Maraknya penggunaan metode ini menimbulkan pro dan kontra.

Beberapa orang berpendapat bahwa COD tidak boleh dilakukan dalam transaksi jual beli karena dianggap melanggar prinsip-prinsip syariat Islam, seperti larangan berutang dalam proses pengiriman barang dan tidak sesuai dengan prinsip jual beli yang harus dilakukan secara langsung antara penjual dan pembeli.

Namun beberapa orang beranggapan bahwa COD diperbolehkan dalam Islam adalah karena pada dasarnya sistem ini tidak melanggar prinsip-prinsip hukum Islam seperti riba, gharar, dan dharar. Selama transaksi dilakukan dengan jujur, tanpa unsur penipuan, dan barang yang diperoleh sesuai dengan deskripsi yang disajikan sebelumnya, maka sistem pembayaran COD dapat dianggap sah dalam fikih muamalah (Sukrianti & Mapuna, 2022). Namun, penting untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan dengan jujur, tanpa unsur penipuan, dan barang yang diperoleh sesuai dengan deskripsi yang disajikan sebelumnya.

Transfer Bank

Metode transfer bank  dalam jual beli online adalah salah satu cara yang sering di gunakan oleh pembeli untuk melakukan pembayaran. Dalam metode ini, pembeli melakukan transfer uang dari rekening banknya ke rekening penjual. Metode ini dapat di lakukan melalui mobile banking maupun mesin ATM.

Maraknya penggunaan metode ini memunculkan perdebatan para ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa adanya ketidakpastian penerimaan barang di mana dalam jual beli Islami, akad (perjanjian) dianggap sah setelah barang diterima pembeli. Namun, dalam jual beli online, barang belum tentu diterima pembeli saat  pembayaran dilakukan melalui transfer bank. Hal ini menimbulkan keraguan  apakah akad sudah terjadi dengan sah.

Namun beberapa pendapat mayoritas ulama kontemporer menyatakan metode ini sah-sah saja dengan syarat barang sudah diterima pembeli. Ini adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer. Alasannya, transfer bank tidak sama dengan riba (bunga), karena tidak ada hutang piutang yang dibebani bunga. Pembayaran dianggap sah setelah barang diterima pembeli.

Pay Later

Pay Later atau yang kerap disebut "Bayar nanti" atau "Cicilan instan".  Istilah ini merujuk pada metode pembayaran di mana seseorang bisa membeli barang sekarang, namun pembayarannya bisa dilakukan nanti, biasanya dicicil dalam jangka waktu tertentu dengan setiap keterlambatan akan di kenakan biaya tambahan. Dapat dipahami bahwa Pay Later adalah transaksi kredit.

Dalam pay later, pengguna sering kali dikenakan biaya tambahan jika tidak melunasi tagihan tepat waktu. Biaya ini dianggap sebagai riba karena tidak ada jasa yang jelas atas. Biaya tambahan dan bunga tersebut dicantumkan di awal akad dan digabungkan dengan jumlah transaksi atau tagihan yang harus dibayar oleh pembeli. Hal ini tidak diperbolehkan dalam hukum Islam, karena termasuk ke dalam kategori riba qard. Riba qard adalah riba yang disebabkan oleh praktik utang-piutang yang disyaratkan adanya biaya tambahan pada pengembalian dengan konsekuensi waktu (Fitriyani, dkk., 2022: 287). Hal ini juga termuat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, yang artinya, "Setiap utang-piutang yang menghasilkan manfaat, maka itu adalah riba."

Menurut Aritonang (2022: 25) Ada dua pendapat mengenai penggunaan Pay Later atau kredit ini, pada pendapat pertama Mubah atau boleh terkait masalah harga yang berbeda dari harga normal yang di tawarkan itu berdasarkan kesepakatan bersama tanpa adanya unsur pemaksaan, dan yang kedua pendapat tersebut mengatakan bahwa penggunaan Pay Later adalah haram karena jelas tertulis pada syarat dan ketentuan penggunaan bahwa ada penambahan biaya cicilan dan biaya transaksi serta pembayaran denda apabila terlambat.

Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, transaksi jual beli online semakin umum dan meluas. Dalam perspektif hukum Islam, metode pembayaran seperti Cash on Delivery (COD), Transfer Bank, dan Pay Later digunakan dalam online marketplace. Setiap metode pembayaran ini memiliki pro dan kontra.

COD dianggap sah dalam Islam jika transaksi dilakukan dengan jujur dan barang yang diterima sesuai dengan deskripsi. Namun, ada risiko penipuan dalam transaksi COD yang perlu diwaspadai. Transfer Bank dianggap sah dengan syarat barang sudah diterima oleh pembeli. Namun, ada pandangan yang berpendapat bahwa transfer bank dapat menimbulkan risiko riba jika terdapat biaya tambahan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Metode pembayaran Pay Later dianggap haram karena adanya biaya tambahan yang dianggap sebagai riba. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap metode pembayaran yang digunakan dalam transaksi online sesuai dengan prinsip syariah Islam. Transparansi, kejujuran, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dalam setiap transaksi online sangat penting.

Dalam menghadapi perkembangan teknologi dan transaksi online, umat Islam perlu memperhatikan aspek hukum dalam setiap transaksi yang dilakukan. Memahami dan mengikuti prinsip-prinsip syariah dalam bertransaksi online dapat membantu menjaga keberkahan dan keberlangsungan transaksi, serta mencegah pelanggaran terhadap hukum Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun