Mohon tunggu...
Linda Djalil
Linda Djalil Mohon Tunggu... -

linda - TEMPO dan GATRA menempa saya untuk selalu jeli, kritis, menulis dengan jujur, dan bekerja keras. Hasilnya? Saya tidak tahu karena yang menilai tentu orang lain. Di KOMPASIANA ini saya sangat menghormati nama pemberian orang tua saya sehingga tidak perlu saya ganti dan palsukan, apalagi memalsukan wajah pada identitas diri. Blog pribadi saya, www.lindadjalil.com --- bila iseng, silakan mampir.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kursi Itu

3 Februari 2012   18:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:05 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

belasan tahun kursi itu bersembunyi

di sudut tak terlewati sang penghuni

bagai tiada guna meninggalkan sisa

tak berharga...

--------

kursi itu tempat kakimu leluasa

terangkat ke mana-mana

sembari berteriak urusan pertandingan bola

atau mencermati berita

--------

kursi perpindah tempat

kembali berfungsi seperti sediakala

meski penggunanya berbeda

--------

maka tebaran kenangan mengawang ke sudut ruang

kamu muncul duduk di kursi itu lagi

meski hanya nyawa semu di sana

dengan gaya 'moncong babi'  yang sama

istilah gurauan kocak menahun yang itu-itu saja

---------

ada apa ini

kamu sakit

atau nestapa

kembali murung

atau ruwet kerja...

dari kejauhan sana

-------

kursi itu mengisyaratkan rasa

mesti  ini sedang ada apa-apa

galau

was was

tiada nyaman di dada

-------

semua itu ternyata benar adanya

iba kembali menyeruak di dada

kasihan  betul kamu

apakah harus kembali kubantu...

-------

udara nafas satu persatu

pemikiran hati satu persatu

yang hanya ada satu

kamu perlu aku bantu

karena ternyata selama membantu kamu

adalah cara ibadahku tersendiri

dengan nikmat  kebahagiaan  tak seterperi

yang tak perlu dihitung dengan jari

ikhlas adalah makna segala kunci

-------

kuusap kursi itu

sungguh bukan cinta lama yang mengembang

melainkan sekedar urusan kemanusiaan

dan lagi-lagi...

ternyata memang nikmat saling membantu

tanpa mempersoalkan cerita pahit masa lalu

khilaf masa lalu

kedunguan masa lalu...

tiba-tiba gencar menyembur dari kursi itu !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun