Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ombak Batam

4 Januari 2016   14:52 Diperbarui: 4 Januari 2016   20:28 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku sudah merusak beberapa diantaranya”.

Saya melihat kedua bola matanya berkaca-kaca, tak seharusnya menanyakan sejauh itu akan tetapi ia tak berhenti bercerita sejak saya awali dengan sebuah kata tanya. Sebagai sama-sama karyawan disalah satu perusahaan asing dikota ini, saya tidak pernah menganggap itu hanya sekedar teman kerja, rekan kerja, tapi keluarga.

Ini yang pertama kalinya, saya melakukan wawancara secara langsung. Untuk sebuah mimpi, ternyata Tuhan itu telah menyiapkan pelangi setelah hujan. Kekalahan kompetisi yang kesekian kalinya tidak membuat niat saya surut dalam menulis. Orang lain bahkan diluar dugaan saya selalu datang lalu berbagi satu sama lain.

“Apa yang membuat oom sadar kembali”pertanyaan yang masih kaku diawal percakapan itu. walau didalam sebuah perkantoran saya kerap memanggil karyawan lainnya dengan sebutan Oom bagi yang laki-laki, karena rata-rata sudah berkeluarga semua. Ia hanya terdiam, saya tidak melihat sebuah mimik wajah yang tengah mengarang saat itu.

“ Aku bingung menjelaskannya dari mana” senyum simpul ia lemparkan. Setiap kata yang ia keluarkan terselip kata “ demi Tuhan” saya sangat terbawa arus ceritanya. “ Ya allah ternyata dunia gelap itu benar ada” dalam hati yang menggerutu ingin banyak tanya.

“ Masa lalu yang membawa aku ke kota ini” ucap laki-laki berkemeja kuning itu. Memulai cerita dari tengah ke akhir dan sangat acak, alhamdulillah otak kanan saya masih fokus mendengar segala curhatannya. Hampir sepuluh tahun ia melalu lalang dikota yang bersimbolkan jembatan barelang ini, datang jauh dari jawa.

Lingkungan yang buruk mempengaruhi pergaulannya, sehingga terjebak dengan masalah yang mengharuskan berurusan dengan polisi. Untuk menghilangkan jejak ia terpaksa melebarkan sayap dan hidup diperantuan. Pribadi saya melihat kejujuran yang sangat mendalam, mulai dari kisah yang mengejutkan dan membuat alis saya naik juga membuat mata melotot. “ Demi tuhan” lagi-lagi yang mewakili setiap kalimatnya.

“ Saya sudah merusak beberapa diantaranya”, “ Astagfirulloh” hatiku saya sangat sedih mendengar pengakuannya. Mulai dari harga Rp.150.000 sampai Rp. 200.000 tarif Hotel, dan itu dibagi dua dengan sang pacar.

Saya sempat lupa beberapa nama yang ia sebutkan, akan tetapi ia hanya cengengesan sedikit malu akan pernyataannya. Sambil menghidupkan komputer “ Apa tidak merasa bersalah om?” memotong pembicaraannya.

“ Jika aku bisa memutar waktu, aku hanya ingin meminta maaf kepada Uli” it’s so laudly ia mengeluarkan suaranya. Bekerja disalah satu PT muka kuning sebagai cleaning Service selama satu tahun dan akhirnya ia diangkat sebagai Operator gudang.

“ Dikota ini, tiada yang ku khwatirkan ce” menyebutkan sepenggal nama saya. Saya hanya menampakkan wajah yang seolah mengatakan “ ha..?” ia melanjutkan tanpa ragu mengatakan yang sebenarnya.

“ Beberapa kali mereka menemaniku tidur di PT itu !”, “di PT?”. “iya, dua tahun lebih aku tinggal disana, karena aku sangat dekat dengan securitynya”,

“ lalu, gaji oom kemana?” suara cempring yang di ikuti dengan gaya tangan, mengapa tidak sewa kosan dalam hati. “ yah habis gitu saja, buat minum dan main cewek” dengan anteng ia menjawabnya.

“ Astagfirulloh, ternyata benar” kembali lagi membuka memori itu. Saya sering merasa tersinggung apabila mendengar argument orang lain mengenai kota ini. Apa yang salah? Mengapa semua seolah memandang sebelah mata, bukankah itu tergantung diri masing-masing. Yah, mungkin pepatah itu sangat tepat, satu yang makan nangka maka semua kena getahnya.

“ Ruang kecil dipojok belakang, hanya beralaskan tumpukan kardus yang menjadi tempat rebahan badan, tapi mereka mau”, “ maksudnya?”

“ Yah, mereka mau menemaniku tidur disana”.

Lagi-lagi saya tidak habis pikir, mungkin kebebasan sudah merajalela, tak ada yang ditakutkan bahkan malu juga tidak ada. Mengapa itu tidak meronta-ronta didalam hati. Pernyataan cemburunya kepada salah satu pacarnya, yakni tinggal didalam satu kontrakan dengan 4 orang gadis dan 4 orang pria lainnya. Seperti itu keadaan kontrakan saat itu lajunya.

“ Aku pernah berjanji, bahwa aku akan mengoleksi cewek sampai 10” tertawa kecil menampakkan gigi kelincinya. “ Apa?” saya tidak merasa lucu, tapi dengan kepolosan beseru seolah itu mengagetkan.

Kontrak baru yang ia jalani disebuah perusahaan galangan Tanjung Uncang, membuatnya merasa punya segalanya. Mengapa tidak, gaji besar, sementara itu tak ada tanggungan. “ Itu sekedar bercanda, tapi diniatkan” sahutnya lagi.

Dari berbagi tipe wanita yang ia gambarkan, saya merasa malu sebagai wanita. “ Ya allah dimana harga dirinya, apa memang telah membutakan hati mereka, mengapa tak mengingat orang tuanya dikampung” rasanya tidak ingin melanjutkan cerita itu.

Itu tepat hari sabtu, saat manager saya tidak masuk. Sebagai staff accounting ruangan saya berada dilantai tiga, tempat menjalankan rutinitas setiap harinya. Untuk lantai satunya adalah ruangan Custumer service, sementara lantai dua adalah Gudang.

Dari beberapa pacarnya, yang sangat miris menurut saya adalah yang sudah rusak. Saya tidak ragu-ragu bertanya bahwa itu masalah besar buatnya. Tapi dari penjelasannya, ia tampak tak peduli saat itu, akan tetapi rasa tenang sudah hampir terkikis. Pernah seketika katanya, ia ditemui 3 orang pacarnya pada waktu yang bersamaan. Tempat nongkrong yakni disimpang kara, dengan seorang temannya yang jualan bandrek. Setelah habis konrak digalangan ia bekerja sebagai Kuli bangunan, dan tempat tinggalnya tidak menentu. Kadang di Pt-nya dulu, terkadang dihotel dan terkadang menginap dikosan pacarnya.

“ Kalau masalah teman jangan tanya?” menyebutkan dengan lantang, seolah ia merindukan teman seperjuangannya dulu. Saya sangat yakin dari apa yang terlihat oleh mata, hampir 7 bulanan juga mengenalnya. Orangnya periang, ramah, royal dan sangat gampang berbagi.

“ Dia yang ingin aku cari, dari sekian banyaknya” ia menyebutkan dengan nada penyesalan yang sangat mendalam. Bahwa ia akan meminta maaf atas kesalahan yang sangat melukai wanita yang tulus mencintainya. Dengan alasan bahwa wanita itu rela mengantarnya untuk menemui wanita lainnya, rela memberikan sebagian gajinya, yang paling mengerti dan itu yang bernama Uli. Saya sih berpendapat, bagaimana ia tidak seperti itu semantara harga diri sebagai seorang wanita sudah tak ada, mungkin saja wanita itu tidak ada pilihan lain, tapi entahlah menurutnya itu sebuah ketulusan.

Ada wanita yang masih berbaik hati, pernikahannya dengan salah satu teman wanitanya dulu. Namun keberadaannya istrinya tidak membuat ia move on, masih saja ia merasa seperti anak lajang. Air matanya menetes seketika saat menyebutkan kata “ Ibu”, ya allah seburuk apapun kita kalau bicara masalah seorang ibu sangatlah tersentuh.

“ Saat ibuku datang kekota ini, hanya satu tujuan ingin membawa ku pulang kejawa lagi”.

“ Tapi saat itu aku kabur setelah pemesanan tiket” menarik nafasnya perlahan. “ Dua tahun aku tak pernah menjumpai kakakku dikota ini, dan dua tahun juga aku tanpa komunikasi sama keluarga”.

Pertengkaran dengan istrinya sudah menjadi makanan sehari-hari. Kecurigaan istrinya yang tak pernah salah, ia masih sebagai mana lajangnya. Akan tetapi saat istrinya hamil tua, saat itu ia merasa ada yang salah dengan hidupnya. Saat pamitan dibandara Hang nadim BATAM.

“ Hidup ini kita tidak ada yang tahu mas, aku harap mas berubah, jaga diri baik-baik” menunggu diruang tunggu. Ia spontan mencium kening istrinya “ baik-baik sayang” baru pertama kali itu bersifat manis kepada istri dan calon anaknya. “ Rasanya lega melihat senyumnya ce” masih tampak berkaca-kaca kedua bolanya.

Ia mengusap wajahnya, saya yakin ia sangat berhati lembut, menyadari kesalahan dan mau memperbaikinya. “ Yah seperti ini, tiba giliran sekarang, tidak punya apa-apa, tidak punya masa depan yang jelas”ucapnya lagi. “ coba dulu hidupnya benar, coba dan coba” kerap ia ulang-ulang, sementara itu saya mengalihkan pembicaraan. “ Mungkin oom, sudah dicari dibawah, selamat beraktivitas kembali”, “ Terimakasih ce, semoga sukses”jawabnya. Saya hanya mengaminkan didalam hati.

 

 

( Berdasarkan kisah S.Pamuji).

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun