“ Beberapa kali mereka menemaniku tidur di PT itu !”, “di PT?”. “iya, dua tahun lebih aku tinggal disana, karena aku sangat dekat dengan securitynya”,
“ lalu, gaji oom kemana?” suara cempring yang di ikuti dengan gaya tangan, mengapa tidak sewa kosan dalam hati. “ yah habis gitu saja, buat minum dan main cewek” dengan anteng ia menjawabnya.
“ Astagfirulloh, ternyata benar” kembali lagi membuka memori itu. Saya sering merasa tersinggung apabila mendengar argument orang lain mengenai kota ini. Apa yang salah? Mengapa semua seolah memandang sebelah mata, bukankah itu tergantung diri masing-masing. Yah, mungkin pepatah itu sangat tepat, satu yang makan nangka maka semua kena getahnya.
“ Ruang kecil dipojok belakang, hanya beralaskan tumpukan kardus yang menjadi tempat rebahan badan, tapi mereka mau”, “ maksudnya?”
“ Yah, mereka mau menemaniku tidur disana”.
Lagi-lagi saya tidak habis pikir, mungkin kebebasan sudah merajalela, tak ada yang ditakutkan bahkan malu juga tidak ada. Mengapa itu tidak meronta-ronta didalam hati. Pernyataan cemburunya kepada salah satu pacarnya, yakni tinggal didalam satu kontrakan dengan 4 orang gadis dan 4 orang pria lainnya. Seperti itu keadaan kontrakan saat itu lajunya.
“ Aku pernah berjanji, bahwa aku akan mengoleksi cewek sampai 10” tertawa kecil menampakkan gigi kelincinya. “ Apa?” saya tidak merasa lucu, tapi dengan kepolosan beseru seolah itu mengagetkan.
Kontrak baru yang ia jalani disebuah perusahaan galangan Tanjung Uncang, membuatnya merasa punya segalanya. Mengapa tidak, gaji besar, sementara itu tak ada tanggungan. “ Itu sekedar bercanda, tapi diniatkan” sahutnya lagi.
Dari berbagi tipe wanita yang ia gambarkan, saya merasa malu sebagai wanita. “ Ya allah dimana harga dirinya, apa memang telah membutakan hati mereka, mengapa tak mengingat orang tuanya dikampung” rasanya tidak ingin melanjutkan cerita itu.
Itu tepat hari sabtu, saat manager saya tidak masuk. Sebagai staff accounting ruangan saya berada dilantai tiga, tempat menjalankan rutinitas setiap harinya. Untuk lantai satunya adalah ruangan Custumer service, sementara lantai dua adalah Gudang.
Dari beberapa pacarnya, yang sangat miris menurut saya adalah yang sudah rusak. Saya tidak ragu-ragu bertanya bahwa itu masalah besar buatnya. Tapi dari penjelasannya, ia tampak tak peduli saat itu, akan tetapi rasa tenang sudah hampir terkikis. Pernah seketika katanya, ia ditemui 3 orang pacarnya pada waktu yang bersamaan. Tempat nongkrong yakni disimpang kara, dengan seorang temannya yang jualan bandrek. Setelah habis konrak digalangan ia bekerja sebagai Kuli bangunan, dan tempat tinggalnya tidak menentu. Kadang di Pt-nya dulu, terkadang dihotel dan terkadang menginap dikosan pacarnya.