"Mana ada siluman di sekitar sini. Jangan mengada-ada, Ky!"
"Aku juga cuma kata orang kok. Emang dikira aku percaya sama begituan."
"Heh, mungkin kamu takut ya?"
"Apaan!"
Miky membuang pandangan keluar jendela. Sekilas di luar sana jalanan masih ramai. Masih banyak motor lalu lalang di depan rumah.
"Mas, aku takut. Aku tidur di kamarmu ya."
"Cemen! Jadi anak tuh jangan penakut dong. Jangan mudah kebakar omongan orang. Makanya kalau sebenernya penakut tuh nggak usah sok-sokan nonton film horror, ngomongin siluman, atau apalah. Ini Jum'at Kliwon lho, Dik. Banyak pocong berkeliaran. Trus jadi guling kamu lho, hihihi."
"Mas, kok gitu sih!!"
Miky mengeluh kenapa Ayah Ibu tidak juga pulang dari Surabaya. Katanya sore ini mau pulang tapi nyatanya sampai sekarang belum pulang juga. Mana Kakaknya tidak mau diajak kompromi untuk menemani di rumah. Bahkan tadi sebenarnya mau pergi sama teman-temannya untuk menonton film di bioskop.
"Halah! Mas Didik tuh ya. Aku takut sendirian."
"Rewel!"
Miky mengekor Mas Didik kemanapun dengan menggandeng tangannya sambil terus mendengarkan musik keras-keras.
"Mas, kok Ayah sama Ibu nggak pulang-pulang sih? Kan acaranya dah selesai sore ini. Kan mestinya mereka pulang sekarang."
"Nggak tau! Udah tidur sana. Jangan gangguin! Aku lagi baca buku."
Miky kecewa karena kakaknya cuek dengan kecemasannya. Miky berbaring dan melihat ke arah jendela. Sesekali melirik untuk memastikan Mas Didik tidak pergi.
"Mas, di sini aja bacanya. Aku nggak bisa tidur. Aku nggak tau kenapa kok penakut banget!"
"Dik, kamu tuh ya! Kakak nggak pergi. Buat apa sih kamu takut segala? Takut pocong? Nanti malah lihat pocong beneran lho. Hihihi...."
Miky menyelimuti badannya dengan selimut tebal. Mas Didik terus membaca sampai larut malam, entah membaca sampai halaman ke berapa. Miky sama sekali tidak bisa tidur. Pikirannya terbayang akan cerita Bi Slamet tentang horornya rumah ini sampai-sampai Bi Slamet mengundurkan diri sebagai asisten rumah tangga. Miky menelan ludah ketika Mas Didik membuat suara kursi menggesek lantai.
Kepalanya menengok. Miky heran mengapa Mas Didik diam saja dari tadi. Sama sekali tidak bergerak dan halaman bukunya tidak bertambah. Sepertinya hampir setengah jam Mas Didik diam seperti patung. Suara angin berderit-derit mengenai tirai jendela.
Miky terbelalak melihat kaki kakaknya terbungkus kain bertali. Semakin ke atas tubuh kakaknya dengan sendirinya terbungkus kain putih yang mulai lusuh. Sesampai dada tangan Kakaknya bersedekap dan kain itu terus naik.
Miky menarik selimut dan mengintip dari lubang kecil. Miky tak bisa menjerit. Dia sangat ketakutan. Miky hanya mampu melotot dari balik selimut melihat sesosok makhluk menyeramkan berdiri di tepi tempat tidur. Ternyata yang tadi membaca buku bukan Kakaknya, melainkan jelamaan pocong yang perlahan-lahan menjatuhkan diri dengan muka menghadap Miky.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H