"Paman sendirian," jawab Pak Elang singkat.
"Apakah Paman tidak punya anak?" tanya Akil yang selalu ingin tahu.
"Punya. Mereka sudah dewasa dan mandiri. Mereka sering mengunjungiku kemari," jawab Pak Akil dengan jujur.
"Paman, aku boleh ke balkon belakang rumah itu?" tanya Akil sambil menunjuk belakang rumah pak Elang.
"Silahkan! Tapi harus tetap hati-hati ya!"
Akil lalu membuka pintu belakang rumah Pak Elang yang berada di atas pohon waru besar tersebut. Dihirupnya udara segar sore hari. Lalu Akil melihat ke arah barat. Langit berwarna jingga, dan matahari nampak lebih besar. Tetapi Akil mengira itu bulan.
"Paman, lihatlah! Itu bulannya sangat indah," panggil Akil kemudian.
Pak Elang lalu berjalan perlahan menuju tempat Akil berdiri. Kemudian memandang apa yang ditunjukkan Akil kepadanya.
"Itu bukan bulan, tapi matahari. Dan matahari itu sudah hampir tenggelam. Peristiwa seperti ini sangat indah dipandang. Apalagi jika dipandang dari pantai. Akan lebih indah!" kata Pak Elang yang memberikan sedikit penjelasan kepada Akil.
"Dari atas sini juga indah, Paman. Aku belum pernah menyaksikan ini sebelumnya!"
Lama kelamaan, matahari semakin condong ke barat. Akil semakin kesusahan melihatnya, lalu Akil pun maju satu langkah. Merasa belum cukup untuk melihat, Akil pun maju satu langkah lagi. Tetapi ternyata itu sudah berada di ujung pembatas rumah Pak Elang. Akil kehilangan keseimbangan, lalu terjatuh. Akil sangat ketakutan.