Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 - Bagian 12
Setelah istirahat dirasa cukup, Pak Elang dan Akil pun memutuskan untuk terbang kembali pulang. Matahari sore sangat redup dan angin bertiup sangat sejuk.
"Paman, anginnya sejuk. Dan ini membuatku sangat mengantuk," kata Akil kepada Pak Elang.
"Jangan tertidur, Akil! Itu berbahaya. Tetaplah berpegangan. Dan lihatnya pemandangan di bawah sana," kata Pak Elang yang melarang Akil tidur.
"Itu pohon waru tempat tinggal Noya. Sudah kelihatan!" kata Akil dengan girang setelah melihat pohon waru besar tempat tinggal Noya.
"Dan pucuk pohon waru besar itu rumahku, Akil!"
"Iya, rumah Paman sangat indah. Boleh aku mampir?" tanya Akil kepada Pak Elang.
"Boleh, Akil. Tapi rumahku sangat sempit. Kamu juga harus berhati-hati saat singgah di sana. Karena rumahku berada di atas ketinggian. Jika kamu tidak hati-hati, kamu bisa terjatuh," lanjut Pak Akil.
"Baiklah, Paman! Aku akan berhati-hati."
Pak Elang lalu mendarat tepat di atas rumahnya. Kemudian, dengan perlahan Akil masuk. Akil kagum dengan keindahan rumah Pak Elang. Sangat bersih dan barang-barang tertata dengan rapi.
"Paman, siapa yang membersihkan rumah Paman?" tanya Akil saat takjub melihat dalam ruangan rumah Pak Elang.