Mohon tunggu...
Lina Sophy
Lina Sophy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger!

biasa saja, itu lebih baik :) Nulis juga di blog pribadi : https://www.linatussophy.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Keributan SD Chentingsari di Keraton

25 Oktober 2010   08:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:07 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cerita ini telat publish... Maap ya baru sempat kembali ke Chentingsari. Cerita lanjutan Chentingsari Goes To Kraton yang belum selesai. Sebelumnya

Setelah tangis Unyil dan Ika mereda gara-gara semut merah, segera rombongan SD Chentingsari bersiap pulang. Dipimpin oleh pak Kepsek Yula, rombongan menuju pintu keluar. Sambil berjalan menuju parkiran bus, terlihat bu Mesha dan Bu Gendis sesekali melihat dan menawar barang-barang yang di jual sepanjang jalan. Bukan hanya guru-guru yang berbelanja atau sekedar melihat jualan, tapi anak-anak pun asik melihat penjual mainan.

“Shim... sini! Iki lho ada becak-becakan sama sepeda-sepedaan mini. Apik tenan yo? Sing iki mirip banget karo onthele pak guru Bain” seru Hendra sama Ngashim.

“Iyo Ndra, sing numpak pit cilik ngene sopo yo? Apik tenan” Jawab Ngashim takjub sambil memegangi sepeda mini yang di jual dipelataran keraton. Mereka ayik memegangi sambil nanya-nanya sama tukang jualannya. Mereka nggak sadar kalau mereka sudah terpisah dari rombongan.

***

Sementara di parkiran, rombongan sudah berkumpul. Anak-anak berebut untuk naik ke atas bis. Dan setelah semua naik, Babeh selaku penanggung jawab segera mengecek apakah rombongan sudah lengkap atau belum. Dan alangkah kagetnya saat mengetahui Hendra dan Ngashim belum masuk rombongan.

“Hendra sama Ngashim mana Gun?” tanya Babeh sama Gugun. Barangkali Gugun tahu dimana dua temannya itu.

“Wah ndak ngerti pak Babeh. Mungkin ke toilet nganter si Hendra” jawab Gugun yang masih tenang, dia belum sadar bahwa dua anggota Pandawa sedang tersesat dan kebingungan di luar sana.

“Lah emang si Hendra grogi nengopo sampai penyakite kambuh to Gun?” Bu Gendis ikut bertanya, bu Gendis mulai gelisah kalau terjadi apa-apa dengan Hendra dan Ngashim.

“Mungkin gara-gara dimarahi bu Mesha mau pas Unyil sama Ika nangis lho bu” Jawab Jenni sok tahu.

Rombongan semakin gelisah setelah lima menit ditunggu dua anak tersebut belum muncul juga. Para Guru segera berbagi tugas untuk mencari. Tiga pandawa lain pun tak mau ketinggalan, mereka mau ikut mencari namun di cegah oleh mbok Bon. Mereka disuruh menunggu di bis saja dan berdoa agar Hendra dan Ngashim segera ditemukan dari pada nanti ikut nyasar.

Bu Gendis dan bu ketan mencari ke toilet. Bu Meisha dan Pak Kepsek mencari di pelataran keraton. Pak Bain dan Pak Dalang mencari di alun-alun. Babeh dan Pak guru Mike bergegas ke pusat informasi. Tak lama kemudian terdengar nama kedua bocah tersebut dipanggil-panggil melalui pengeras suara. “Untuk adik Hendra dan adik Ngashim dari Chentingsari agar segera kembali ke Bis atau ke pusat Informasi, karena rombongan akan segera pulang”

“Weladalah... Hendra karo Ngashim dadi terkenal yo? Asem iki aku ora disebut” Kata Jenni dengan polos yang segera disambut omelan mbok Bon.

Hari semakin sore namun kedua anak tersebut belum juga ditemukan. Semua rombongan gelisah. Bu Mesha menangis karena merasa bersalah telah memarahi Hendra tadi siang. Tiga pandawa pun tampak sangat sedih, apalagi ketika diputuskan bahwa rombongan akan tetap berangkat pulang. Hanya guru-guru yang akan tetap tinggal untuk mencari Hendra dan Ngashim.

***

Sementara dipojokan lampu merah dekat pos polisi titik 0 jogja terlihat dua anak berjongkok dengan muka gelisah. Sesekali mereka berdiri dan mengamati orang-orang yang lalu lalang siapa tahu ada yang dikenalnya.

“Shim, iki piye to? Kok durung ono sing nyusul. Kata pak Kepsek kalau kita nyasar kita di suruh cari pos Polisi yo?”

“Iyo iki Ndra, kok kita belum di jemput yo. Sabar dulu yo Ndra, kita kan anak hebat pasti akan selamat dan baik-baik saja. Kamu jangan khawatir, jangan minta pip, aku ndak ngerti tempate je” Jawab Ngashim mencoba menengkan sahabatnya.

Dan benar saja. Tidak lama setelah itu mereka melihat sosok yang dikenalnya.

“Bu Gendiiiiiiiiiiiiiiiiiiissss... Bu Ketaaaaaaaaaannnn....” teriak Hendra dan Ngashim berbarengan. Bu Gendhis dan Bu ketan yang mendengar namanya di sebut segera menoleh mencari sumbernya. Mereka segera bersyukur dan saling berpelukan dengan apa yang dilihatnya. Segera bu Ketan memberi tahu yang lainnya kalau Hendra dan Ngashim sudah ditemukan.

“Kok lama banget to bu jemput kita disini” kata Hendra.

“Lah bu Gendis yang mau nanya... kok kalian sampai disini piye critane?”

“Kan kata pak Kepsek tadi waktu baru sampai, kalau ada yang hilang jangan lupa cari pos polisi. Ya kita cari pos polisi to bu, kita kan anak pintar” Jawab Ngashim.

“Iyo yo Shim?” Hendra menambahkan.

“Lah pak kepsek iki piye to? Kok pos polisi bukan pusat informasi sing cedak. Ngrepoti wong sak deso” Bu Gendhis ngomel sendiri.

[Besambung]

[caption id="attachment_302268" align="aligncenter" width="300" caption="Becak dan Sepeda Mini di pelataran keraton (doc. canting)"][/caption]

Baca juga kisah lainnya di Balada Chentingsari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun