Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menjadi tuan rumah International Conference on Religion and Environment (ICRE) 2024 pada 11-12 Desember 2024 di MG Setos Hotel, Semarang. Konferensi internasional ini mempertemukan para pemimpin agama, akademisi, dan praktisi lingkungan untuk membahas peran agama dan pendidikan tinggi dalam upaya pelestarian lingkungan. Salah satu sesi yang menjadi sorotan adalah Religious Leaders Summit on Environment, yang mengangkat tema besar "Interfaith Voices for the Environment: The Role of Religion for Sustainable Planet."
Sesi ini dipandu oleh Prof. Dr. H. Musahadi, M.Ag., yang dalam sambutannya menekankan bahwa perguruan tinggi memiliki peran penting dalam merumuskan agenda nyata untuk aksi pelestarian lingkungan. "Perguruan tinggi harus menjadi penggerak perubahan sosial yang tidak hanya berbicara soal lingkungan, tetapi juga mengajak masyarakat untuk bertindak dalam menjaga bumi kita," ujar Prof. Musahadi dalam pembukaannya.
Selain itu, Prof. Dr. Ir. Budi Widianarko, M.Sc. dari Universitas Katolik Soegijapranata juga menyampaikan pemikirannya mengenai transformasi universitas menjadi societal transformer---institusi yang tidak hanya mendidik tetapi juga berkolaborasi dalam pengembangan solusi lingkungan. Ia mengenalkan konsep service learning, yang mengintegrasikan pembelajaran dengan pengabdian masyarakat untuk memberikan dampak sosial yang lebih besar.
"Service learning memberikan mahasiswa kesempatan untuk belajar sambil memberi kontribusi langsung pada masyarakat. Ini adalah cara yang sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan akademisi dan masyarakat," jelas Prof. Budi.
Dr. Suhadi Cholil, M.A., dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengangkat isu besar dalam integrasi pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum perguruan tinggi, terutama di program studi yang tidak langsung berhubungan dengan isu lingkungan. Menurutnya, salah satu kunci untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan pendekatan lintas disiplin.
"Bagaimana kita menghubungkan teori pendidikan lingkungan dengan praktiknya di lapangan? Itu adalah tantangan yang harus dihadapi bersama. Pendidikan lingkungan tidak bisa hanya dibatasi dalam kurikulum formal, tapi juga harus mengalir dalam setiap aspek kehidupan," ujar Dr. Suhadi.
Selain itu, Dr. Suhadi juga berbagi pengalaman dari Nahdlatul Ulama di Yogyakarta, di mana pendidikan lingkungan telah dipraktikkan di sekolah-sekolah berbasis NU dengan mengedepankan kearifan lokal sebagai bagian dari pembelajaran.
Diskusi ini juga menyoroti peran perguruan tinggi yang semakin kompleks di dunia modern. Prof. Budi menegaskan bahwa perguruan tinggi kini harus beradaptasi dengan akses informasi yang melimpah. "Perguruan tinggi bukan lagi satu-satunya pusat pengetahuan. Namun, universitas tetap memiliki peran kunci sebagai pusat pencipta solusi yang berbasis pada pendidikan, penelitian, dan transfer teknologi," katanya.
Pendekatan yang diperkenalkan oleh Prof. Budi dalam bentuk PI-PET (Pengetahuan Ilmiah dan Pengetahuan Tradisional) juga menjadi fokus penting. PI-PET bertujuan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern dengan kearifan lokal yang telah terbukti memiliki nilai tinggi dalam mengatasi tantangan lingkungan.
Religious Leaders Summit on Environment ini mengingatkan kita bahwa perguruan tinggi, agama, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mewujudkan planet yang lebih berkelanjutan. Dengan berbagai ide dan solusi yang dibahas selama konferensi, para pemimpin agama dan akademisi sepakat bahwa pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan pendekatan holistik dari berbagai pihak.
Melalui kegiatan ini, UIN Walisongo berkomitmen untuk terus menjadi motor penggerak dalam gerakan lingkungan global, serta mendukung pengembangan pendidikan tinggi yang dapat memberi dampak nyata dalam pelestarian alam.walisongo.ac.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H