Mempelajari kembali susunan alam, mengulik ulang artefak-artefak yang sudah menanti untuk digali. Gapura suci yang memberikan suatu ibarat selamat datang pada kehidupan, masuk ke dalam dunia penuh mitos yang menawan. Banyak keganjalan yang tersimpan, aromanya selalu menarik-narik kaki untuk meninggalkan jejak peradaban. Suatu hal yang unik dari peradilan, pemutusan dan pemecahannya yang penuh akan ke-supranatural-an. Adakan insan yang suci di sini? Bersih diantara mereka yang sudah terbiasa tinggal berkubang di lautan madu yang sebenarnya pahit.
Orang-orang yang dulu pernah berjaya pun, yang dipandang selalu sempurna dan penuh akan karismatik, termasuk dalam manusia yang pernah dan terbiasa hidup dalam kubangan tersebut. Banyak hal yang sengaja ditimbun, demi kesempurnaan hidup dalam imperium yang penuh dengan keriuhan. Perlukah kita memutar waktu dan hidup di zaman Jaya Baya? Dan mendengar cerita-cerita akan ramalan-Nya, betapa busuknya mereka yang mempunyai kekuasaan dan tanggung jawab penuh terhadap daratan yang dianggap makmur ini.
Bagai gading yang tak bisa retak, ketidaksempurnaan mereka seakan-akan berhasil tertutupi dihadapan manusia-manusia awam. Begitu awamnya mereka, demi masa depan cerah yang mereka impikan, mereka tukarkan dengan kesenangan yang hanya sekelibatan mata. Hanya sebatas wacana, kelak akan makmur di bawah permainan indah Mereka. Dan akhirnya tersedar, kemudian saling menyalahkan, serta banyak timbul pertanyaan.
Hanya sampai di sinikah kita bisa mempertahankan, apa yang mereka perjuangkan siang dan malam. Mungkin di sana sudah menjadi lautan air mata, air mata yang berjatuhan dari kelopak-kelopak dan kemudian mengalir diantara kerutan kulit yang dimakan usia. Apa gunanya Sang Proklamator meproklamirkan dihadapan dunia di kala 68 tahun lalu, ketika muda-mudi pada saat itu berpanas-panasan menahan nafsu menjalankan kewajiban kerohanian. Dan sekarang, masih peduli kah kita akan para pahlawan yang berperan di belakang layar?.
Mulai terlihat perebutan ideologi, krisis identitas kebangsaan terjadi, Nilai-nilai Nasionalisme mulai pudar, Nilai Tradisional di geser oleh Nilai Lliberalisme Barat, nilai Sosialisme bahkan Komunisme, serta Nilai-nilai Islam saling tari-menarik keras, perang antar saudara dan Terorisme merajai di mana-mana. Kemudian banyak tokoh-tokoh bermunculan yang berpengaruh besar dalam pemikiran dunia yang berasal dari Neo-Liberalisme (yang membawa perubahan dalam Nilai-nilai Liberalisme lama) dan Neo-Islam (membawa kemurnian Nilai-nilai Islam sebagaimana zaman Khulafaur Rasyidin).
Cilegon, 16 Syawal 1434 H (07:35)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H