Mohon tunggu...
Herlina Butar
Herlina Butar Mohon Tunggu... Administrasi - LKPPI Lintas Kajian Pemerhati Pembangunan Indonesia

Cuma orang yang suka menulis saja. Mau bagus kek, jelek kek tulisannya. Yang penting menulis. Di kritik juga boleh kok. Biar tahu kekurangan....

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Uang, Politik, dan Politik Uang

10 Desember 2019   02:07 Diperbarui: 10 Desember 2019   15:05 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: indonesiaexpat.biz

Menjadi seorang kepala daerah, entah sebagai gubernur, wali kota, atau bupati adalah sebuah kegiatan politik. Ini tentu membutuhkan biaya.

Menjadi kepala daerah, bukan hanya tentang "jualan" program saja.

Selain memiliki program, calon kepala daerah harus memperhitungkan relevansi program terhadap keberadaan masyarakat di daerah calon pemilihan.

Mulai dari memperhitungkan luas wilayah, jumlah penduduk lak-laki dan perempuan, ratio umur penduduk, ratio lulusan sekolah, kebutuhan transportasi darat, laut, udara; luas areal hijau atau hutan, luas wilayah pertanian dan atau peternakan dan atau peternakan laut, jumlah manufaktur yang ada, kebutuhan manufaktur.

Jumlah sekolah (mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi), jumlah balai pendidikan pelatihan, jumlah pasar, jumlah resi gudang, jumlah area perdagangan lain, jumlah puskesmas, RSUD dan RS swasta, potensi wilayah serta karakter masyarakat yang di wilayah yang akan dikelolanya. 

Pembuatan pemetaan inventarisasi keadaan calon daerah pemilihan membutuhkan biaya cukup besar.

Hal diatas baru hanya inventarisasi keadaan calon daerah pemilihan.

itoday.co.id
itoday.co.id
Kemudian, di fase berikutnya, calon kepala daerah harus memperhitungkan relevansi program terhadap kondisi daerah.

Memperhitungkan dukungan masyarakat umum terhadap si calon kepala daerah, dukungan konstituen partai di tingkat akar rumput agar dapat di bawa ke pengurus DPC.

Kemudian membuat baliho awal untuk memancing reaksi, posko perencanaan program, rekrutmen masyarakat yang akan membantu dalam pekerjaan promosi (pemasangan baliho, spanduk, pembagian kartu nama, sosialisasi program),

Seorang calon kepala daerah harus mau dan mampu berkeliling dari desa ke desa dan dari kecamatan ke kecamatan.

Menjajakan diri, melakukan sosialisasi program untuk kemudian memperhitungkan atensi masyarakat terhadap program yang akan dicanangkan pada calon daerah pemilihannya.

Fase berikutnya, calon kepala daerah juga harus mau dan mampu mendatangi kantor-kantor DPC partai di tingkat kecamatan. Melakukan pendekatan, lobi hingga memberikan keyakinan pada pengurus DPC partai-partai calon pengusung, bahwa si calon adalah orang yang layak dan tepat untuk diusung melalui partai tersebut.

Fase berikutnya, membawa dukungan masyarakat dan DPC-DPC partai ke DPP agar mendapat persetujuan dari DPP.

Setelah mendapat kecukupan dukungan dari partai pengusung, barulah sang calon kepala daerah dapat dianggap layak untuk mendaftar ke KPU.

Apakah cara seperti ini kaleng-kaleng?

Tidak...

Kesemua kegiatan di atas membutuhkan kerja keras si calon, kerja cerdas tim sukses, juga biaya yang tidak sedikit. Itu semua membutuhkan biaya yang tidak kecil.

Selain itu masih ada lagi...

Seorang calon kepala daerah juga harus mampu mengukur angka APBD terhadap nilai kecukupan kebutuhan pembiayaan program pembangunan yang akan dilakukan bila saat menjabat nanti.

APBD kabupaten di Indonesia bervariasi.
Ada yang hanya sekitar 500 miliar, 800 miliar, 1 triliun, beberapa triliun, hingga seperti pada APBD DKI tahun 2019 sebesar 88 triliun.

Nilai-nilai APBD tersebut tidak dapat kita anggap sebagai besar atau kecil. Nilai APBD harus mampu menjadi cerminan pergerakan pembangunan yang terjadi selama masa APBD dibelanjakan terhadap hasil-hasilnya.

Bayangkan, bila seorang bupati miskin dan tidak pernah mengelola uang sedemikian banyak. Apakah kita akan mempercayakan uang ratusan miliar dalam kekuasaan tandatangannya pada seorang bupati yang tidak pernah mengelola uang dalam skala besar. 

Tidak ada garansi yang mampu menjamin pengelolaan uang sedemikian besar jika tanpa didahului dengan kemampuan secara material, lalu intelektual, lalu moral.

Moral saya taruh belakangan, karena biasanya kita mampu melihat material dan intelektual secara kasat mata. Moral akan terlihat seiring waktu berjalan. 

Calon bupati tidak cukup hanya baik saja. Baik tapi mudah ditololi, akan merusak masyarakat seluruh wilayah tersebut. Demikian pula kalo pintar tapi licik, akan membahayakan kondisi masyarakat di daerah itu. 

Seorang calon kepala daerah harus cukup memiliki moral yang mampu membuat timbangan baik dan buruk secara tepat. Juga membuat keputusan yang tegas tepat.

Bagaimana cara masyarakat atau partai menilai bahwa seorang calon memiliki kemampuan mengelola keuangan daerahnya.

Tidak harus kaya-raya, kok...

Tapi, mengukur sejauh mana kelompok pengusaha yang memiliki uang siap memberikan investasi terhadap kebutuhan pencalonan hingga kemenangan si calon kepala daerah dapat dijadikan tolok ukur.

Apakah ini menyangkut uang?
Tidak!

Ini menyangkut kepercayaan.
Seberapa besar para pebisnis besar memberikan kepercayaan kepada si calon kepala daerah.

Jika si calon cuma berfikir kerdil, tentu tidak akan ada pengusaha yang mau memberikan investasi bagi pembiayaan pemenangan si calon kepala daerah.

Berkeliling ke belasan kecamatan, lobi, pembuatan dan pemasangan baliho, pendaftaran ke KPU hingga lobi ke DPP partai yang kebanyakan di Jakarta tentu membutuhkan bensin atau biaya transportasi yang tidak bisa memakai daun.

Apakah ini politik uang?
Tentu tidak!!!

Dimanapun di seluruh dunia, tidak ada ojek yang gratis.
Setiap kilometer, harga berbeda. Termasuk ukuran harga daerah dan kemacetan.

Jadi, politik tentu membutuhkan biaya. Tetapi, bukan pula berarti memakai politik uang dapat dibenarkan.

Salam realistis,
Herlina Butar-Butar
LSM Lintas Rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun