Sekarang Arian sudah berumur 16 tahun. Arian sangat suka makan rendang buatan mama, opung borunya. Â
Evi telah memiliki 2 orang putra, dan seorang putri. Setiap saat kelahiran, ibu Cino selalu datang dan ikut berepot-repot mengurus rumah tangga Evi dan Cino. Kami semua menyebut pati (nenek, bahasa India). Setiap mama dan kami-kami berkunjung, pati selalu sibuk memasakkan masakan-masakan India. Kebanyakan masakan India asam dan berbumbu banyak.
Mama dan pati berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, bahasa India bercampur bahasa isyarat. Yang lucunya, orang India akan menggelengkan kepala untuk sebuah jawaban "iya".
Mama dan pati seringkali terlibat debat seru tentang kehebatan negara masing-masing. Tetap dengan 2 bahasa bercampur bahasa isyarat. Dalam percakapan dan debat seru kedua nenek itu, saya menyadari bahwa betapa orang India sangat membanggakan negaranya.
Lucunya, anak-anak mereka selalu memesan makanan vegetarian saat makan bersama papanya (Cino). Tetapi bila tidak bersama Cino, mereka bebas makan daging, ikan dan tidak mesti vegetarian. Cino mengetahui hal tersebut. Buat kami, kebebasan anak-anak tetap dengan menghargai etika dan menghormati papanya.Â
Saat ke India (New Delhi), kami menemui suasana kota yang kurang bersih, polusi tinggi dan banyak debu. Banyak lalat terbang lalu-lalang menghiasi pemandangan kota.
Yang luar biasa adalah, kebanggaan bangsa India pada negaranya.
Banyak kendaraan yang lalu-lalang adalah kendaraan buatan India. Anggota kepolisianpun memakai kendaraan dinas buatan negeri India. Walaupun modelnya kuno dan sering mogok, mereka tetap bangga memakai mobil buatan India. Persoalan mereka hanya tentang adanya benturan antara hindu dan agama Islam.
Kini, setelah lebih dari 15 tahun menetap di Indonesia, Cino masih kuat menggenggam kepercayaan, budaya dan kebangsaannya. Arian, Aishweria dan Abiram, putra-putrinya adalah ekspatriat yang bersekolah di sekolah ekspatriat pula.Â
Setelah umur 18 tahun, mereka memiliki pilihan menjadi bangsa Indonesia atau bangsa India. Cino dan Evi memberikan kebebasan bagi mereka untuk memilih keyakinan. Kadang mereka ikut ke gereja, kadang mereka ikut ke kuil. Walaupun dalam keseharian, mereka menjadi kerap bersembahyang dengan cara Kristen.