Mohon tunggu...
Lina Noprianti
Lina Noprianti Mohon Tunggu... -

saya anak tunggal

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Susahnya Keadilan Bagi Rakyat Kecil

20 Maret 2015   06:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:24 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika membaca judul diatas, terbesit dalam benak pembaca bagaimana kondisi carut marut politik maupun hukum di negara kita ini, bnyak sekali wacana menyedihkan yang semakin hari makin merajalela di kehidupan masyarakat kita, terutama jika sudah menyangkut kehidupan rakyat kecil yng notabene selalu identik dengan kaum lemah dan kaum tertindas. Masihkah lekat diingatan para pembaca sekalian kasus yang terjadi akhir tahun 2014 karena memberikan kritik kepada presiden terpilih Jokowi seorang pembantu tukang sate yang berusia 23 tahun dijemput paksa oleh aparat penegak hukum dengan dalih pencemaran nama baik. Sungguh berbanding terbalik dengan yang terjadi pada masa reformasi dimana kita diberi kesempatan untuk menyuarakan suara dan pikiran kita sebagai warga negara. Itukah namanya keadilan?

Keadilan yang berasal dari kata adil, memiliki makna bahwa tidak berat sebelah dan tidak berpihak pada siapapun. Maka dapat disimpulkan bahwa sikap adil perlu ditanamkan pada diri siapapun untuk dapat melatih diri agar mampu bersikap adil baik kepada diri sendiri maupun pada orang lain.

Dan berbicara masalah adil, beberapa hari belakangan ini masyarakat Indonesia  dikejutkan lagi dan lagi oleh pemberitaan media bagaimana kaum kecil mendapat perlakuan tidak adil dari perlakuan hukum negeri ini. Seorang nenek yang bernama Minah dari Banyumas, Jawa Tengah ditangkap pihak berwajib karena dituduh mencuri 3 buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA). Dan yang lebih mengejutkan lagi nenek berusia lanjut tersebut, dihukum 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan. Ironis sekaligus  jika dibandingkan dengan banyak kasus diluar sana yang melibatkan para pejabat pemerintah yang melakukan tindak pidana seperti korupsi, pelecehan seksual dan banyak lagi lainnya, namun yang menjadi perbandingan bagaimana pejabat ini hanya sedikit yang tersentuh tangan hukum negeri ini.

Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum  bagaimana susahnya para pejabat yang memiliki kekuasaan tidak tersentuh hukum  namun tetap mendapat keringanan dalam proses hukumnya. Lain halnya dengan mereka yang notabene yg bergolongan bawah hanya bisa menerima segala yang dibebankan kepada mereka tanpa mampu melakukan perlawanan. Itulah hukum negara kita bisa diibaratkan layaknya sebilah pisau, tajam kebawah tumpul ke atas.

Dalam pasal 27ayat 1 Pembukaan Undang-Undang Dasar berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Jika dilihat dari bunyi pasal tersebut maka dapat ditarik satu garis lurus bahwa dimata hukum baik itu golongan kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa jika melakukan sebuah kesalahan atau tindak pidana maka akan diganjar sesuai dengan seberapa berat kesalahan yang dia lakukan. Tetapi yang menjadi permasalahan sekarang apakah hukum di Indonseia ini dapat dikatakan konsisten dengan pasal  yang menjadi dasar pemberian hukuman kepada mereka pelaku kejahatan.

Jika berbicara bagaimana hukum itu berjalan dan berlaku di Indonesia kasus nenek Asyani maupun kasus yang lainnya mengenai keadilan bagi rakyat maka kaum tidak bisa di salahkan karena memang sudah seharusnya hukum tersebut harus ditegakkan tidak memandang bulu maupun status dan kedudukan si pelaku kejahatan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun