Mohon tunggu...
Lina Natalya
Lina Natalya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hatiku adalah Palungan-Mu .. (Sebuah Refleksi Menuju Natal 2017)

7 Desember 2017   12:18 Diperbarui: 7 Desember 2017   12:35 2263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa sering Anda menghabiskan waktu di sebuah caf, entah hanya sekedar untuk duduk-duduk atau ngobrol ngalur ngidul bersama beberapa orang teman?

Seberapa cepat Anda memutuskan varian kopi dan/atau makanan yang akan menemani Anda di caf tersebut?

Seberapa mudah Anda mengeluarkan beberapa lembar rupiah dari dompet Anda untuk setiap kali mengunjungi sebuah caf?

Tulisan ini adalah refleksi saya secara pribadi ketika melakukan perenungan diri di masa-masa mendekati penghujung tahun 2017. Pertanyaan selanjutnya yang mengitari kepala saya adalah:

Seberapa sering kita meluangkan waktu untuk ke gereja bukan hanya sekedar karena kewajiban seorang Kristen adalah ke gereja setiap hari minggu?

Seberapa cepat Anda memutuskan mengambil bagian dalam sebuah pelayanan di gereja Anda atau sekedar akan menjadi penonton saja?

Seberapa mudah Anda mengeluarkan beberapa lembar rupiah dari kantong Anda untuk mendukung pembangunan gereja baik secara fisik maupun pribadi-pribadi di dalamnya?

Saya merasa gusar ketika saya melihat bahwa diri saya sendiri ternyata lebih mementingkan urusan-urusan duniawi daripada urusan-urusan yang berhubungan dengan gerejawi.

Saya sangat mudah menerima ajakan teman untuk nonton film terbaru di sebuah bioskop ternama namun saya meminta waktu berhari-hari untuk menimbang tawaran menjadi panitia hari besar tahun 2017-2018 di gereja domisili saya.

Saya menjadi lebih sedih ketika saya menemukan bahwa saya dengan mudahnya memesan "ice cappucino no-sugar" di sebuah caf berlogo hijau yang notabene harganya lebih dari satu lembar mata uang rupiah yang berwarna biru. Tapi, di waktu yang berbeda saya hanya memasukan jumlah yang jauh lebih kecil ke dalam kantong persembahan di sebuah ibadah.

Fellas, saya membuat tulisan ini bukan berarti saya adalah orang yang sempurna dan tidak memiliki celah sedikitpun di mata-Nya. 18 hari menuju hari kelahiran-Nya, sudahkah kita mempersiapkan yang terbaik dari diri kita?

Apa sebenarnya makna natal bagimu? Apakah natal identik dengan pesta di matamu? Guys, tengoklah buku agendamu! Jangan-jangan agenda kita selama kurang lebih dua minggu ini hanya dipenuhi dengan persiapan-persiapan menyajikan pesta perayaan yang meriah pada tanggal 25 Desember 2017 nanti.

Lupakah kita, jika Alkitab menggambarkan natal dengan cara yang luar biasa! Natal "hanya" digambarkan dengan adanya seorang bayi yang lahir di kandang domba dan pada akhirnya bayi itulah tersebut "bertugas" untuk menebus dosa Anda dan saya. Begitu luar biasa, Alkitab "mendramatisir" kisah kelahiran Yesus. Diceritakan bahwa bayi tersebut diletakkan ke dalam palungan yang begitu kotor dan menjijikan.

Teman, natal tidak akan disebut natal tanpa kelahiran bayi Yesus. Pada jaman now, tentu bukan lagi kelahiran bayi Yesus di kandang domba dan bayinya diletakkan di palungan, tapi setiap hati kita itulah palungan bagi bayi Yesus. Pertanyaan utamanya adalah sudah siapkah hatimu menjadi palungan bagi bayi Yesus? Sadarkah Anda, palungan itu adalah gambaran diri dan hati setiap kita.

Palungan itu adalah tempat yang kotor dan menjijikan, palungan itu bukanlah sebuah tempat yang bersih dan steril. Tapi, karena hanya palungan yang tersedia maka bayi Yesus pun diletakkan di sana. Hati dan hidup kita tentu dan pasti bukanlah kehidupan yang selalu menyenangkan hati Tuhan, tapi bersediakah kita menerima bayi Yesus tinggal diam dan terus bertumbuh bersama dengan diri kita?

Hidup kita bukanlah sebuah persembahan yang layak untuk mezbah-Nya, namun kemauan hati kita untuk senantiasa dilayakkan itulah yang membuat kita harus segera bersiap diri menjadi palungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun