Hari Sabtu 30-04-2022 Â adalah malam terakhir Tumbilotohe (malam pasang lampu) di Gororntalo pada tahun 2022/1443 H. Tradisi ini konon sudah berlangsung sejak abad ke-15 M. Di mana tumbilo tohe ini digunakan sebagai penerangan jalan yang akan dilalui ke masjid.
Pada masa itu lampu penerangan masih terbuat dari wamuta atau seludang yang dihaluskan dan diruncingkan, kemudian dibakar. Alat penerangan ini di sebut wango-wango.
Tahun-tahun berikutnya, alat penerangan mulai menggunakan tohetutu atau damar yaitu semacam getah padat yang akan menyala cukup lama ketika dibakar.
Berkembang lagi dengan memakai lampu yang menggunakan sumbu dari kapas dan minyak kelapa, dengan menggunakan wadah seperti kima, sejenis kerang, dan pepaya yang dipotong dua, dan disebut padamala.
Dengan perkembangan zaman, maka bahan lampu buat penerangan di ganti minyak tanah hingga sekarang ini. Bahkan untuk lebih menyemarakkan tradisi ini sering ditambahkan dengan ribuan lampu listrik.
Tumbilotohe, pateya tohe mohile jakati bubohe lo popatiiâ kalimat pantun ini sering dilantunkan oleh anak-anak pada saat tradisi pemasangan lampu dimulai.
Gemerlap lentera tradisi tumbilotohe digantung pada kerangka-kerangka kayu yang dihiasi dengan janur kuning atau dikenal dengan nama Alikusu (hiasan yang terbuat dari daun kelapa muda). Di atas kerangka di gantung sejumlah pisang sebagai lambang kesejahteraan dan tebu sebagai lambang keramahan dan kemuliaan hati menyambut Hari Raya Idul Fitri. Pada saat saya lecil dulu, saya sering berebutan tebu dengan teman-teman sepermainan.
Sebagai warga Gorontalo saya bangga dengan tradisi Tumbilotohe ini karena merupakan salah satu kekayaan budaya di Gorontalo yang pantas dikembangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H