Memang aku selama dalam pingitan orang tuaku memberikan nasehat padaku dan berdiskusi denganku tentang bagaimana menjadi suami istri, bahwa aku harus tenang menghadapi lelaki, sama-sama manusia, tak ada yang sempurna. Tak perlu sungkan, apalagi takut. Saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menikah itu berarti suami-istri saling menjaga, saling melengkapi, saling memberi dan menerima, saling belajar mengajar, saling ingat mengingatkan, terbuka pikiran dan perasaan, karena disitu dua jiwa bersatu, dua hati berpadu. Pada awalnya ada proses pembelajaran, penyesuaian, adaptasi dan saling menjajagi antar keduanya, tapi bukan saling mencari kelemahan untuk permusuhan, tetapi lebih persahabatan. Persahabatan antar suami istri yang saling berjanji sehidup semati yang menghendaki ada harmoni.
Semoga mempelaiku membaca ungkapanku ini. Karena disini di Kompasiana aku bisa lebih berkomunikasi.
-------
Lin Halimah, Phnom Penh, 21 September 2014 Pukul 22:02 waktu lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H