[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Candi Angkor Wat Sumber Cerita dan Pembuatan Sbek Thom"]
Dengan demikian gelar masterpiece pada warisan budaya ini tidak lantas membanggakan, pasalnya gelar itu berarti bahwa Sbek Thom harus dilestarikan dan dilindungi karena hampir punah. Berbeda dengan wayang kulit asal Indonesia, negara asal Mas Wahyu suami Lin, walaupun diakui oleh UNESCO terlebih dahulu sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible of Humanity pada 7 November 2003 ternyata lebih berkembang dan digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa atau suku Jawa. Wayang kulit Indonesia.
[caption id="attachment_362164" align="aligncenter" width="562" caption="Wayang Kulit Indonesia: Prabu Rama, Gunungan dan Raden Hanoman (Pakem Ramayana)"]
UNESCO menganggap bahwa Sbek Thom perlu penanganan serius agar warisan budaya ini bisa bertahan dan digemari oleh masyarakat Kamboja. Untuk itu UNESCO memberikan bantuan keuangan untuk melestarikannya. Bantuan tersebut digunakan untuk memberikan pelatihan kepada generasi muda seniman yang tertarik untuk memainkan Sbek Thom. Sampai sekarang tercatat hanya tinggal empat grup yang bisa memainkan Sbek Thom di seluruh wilayah Kerajaan Kamboja. Tragis memang. Selain faktor modernisasi, satu faktor penting yang menyebabkan punahnya warisan budaya milik negara yang dikenal juga sebagai negara 1,000 pagoda ini adalah pembantaian massal (genocide) oleh rezim Khmer Rouge periode tahun 1970 - 1980. Tak sedikit seniman Sbek Thom yang ikut tewas pada Khmer Rouge ini. Karenanya, tak pelak lagi warisan budaya tersebut menjadi langka. Sedikit sekali yang bisa memainkannya.
Agar warisan budaya wayang kulit Indonesia nasibnya tidak seperti wayang kulit Kerajaan Kamboja, disamping perlu secara rutin menjadikan warisan budaya tersebut sebagai tontonan pertunjukan dalam kesempatan upacara adat (khitanan, pernikahan, ulang tahun dan lain-lain), dan peringatan hari besar nasional, juga perlu mendirikan sekolah-sekolah  seni pewayangan, selain memberikan tempat yang baik untuk hidup bagi seniman pewayangan.
------- Lin Halimah, Phnom Penh, 27 September 2014 1. Ide menulis artikel tentang wayang ini berasal dari Mas Wahyu, suami Lin Halimah 2. Sumber bacaan: a. Sbek Thom, Pertunjukan Wayang Kulit Kamboja. Riyanti. 2011. C | A | M | B | O | D | I | A b. Sbek Thom. 2009. UNESCO. c. Nang Sbek (Shadow Theatre)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H