Untuk saudara-saudaraku dalam Tuhan yang bergumul dengan masalah gangguan mental
Kalau kita menelurusi sejarah pemikiran, ada jejak permusuhan, ketegangan dikotomis antara iman dan ilmu. Iman seringkali didefinisikan oleh kebanyakan orang sebagai respon pribadi privat kepada Tuhan di dalam agama dan ilmu pengetahuan itu adalah yang adalah pengetahuan yang ilmiah.
Iman seringkali dicurigai sebagai wilayah privat dan bukan wilayah publik. Saya pribadi tidak membenarkan definisi iman dan ilmu yang dipengaruhi modernisme ini dan filsafat Kant, bahkan dengan pengertian iman dan ilmu yang seperti ini mengakibatkan ekses dan masalah di dalam pergumulan-pergumulan manusia dengan gangguan mental.
Agama dianggap sebagai masalah kepercayaan yang kuno dan ilmu pengetahuan itu dianggap sesuatu yang ilmiah. Â Di satu sisi tidak dapat dipungkiri bahwa ketika ada beberapa gereja yang boleh kita katakan bodoh (terutama sebagian pemahaman yang tidak tepat di dalam teologi karismatik- bukan berarti setiap orang karismatik begitu) yang kurang mengerti dunia psikiatri dan dunia gangguan kejiwaan.
Mereka dapat dengan mudah menganggap itu adalah masalah iman, masalah dosa atau masalah diganggu setan. Ini fatal akibatnya. Ketika agama dianggap tidak ilmiah maka solusi nya adalah ilmu pengetahuan. Ini dihasilkan dari pemikiran dikotomis diatas.
Ketika diagnosa terhadap masalah itu tidak tepat maka penanganan masalah itupun menjadi tidak akurat. Kalau seseorang yang mengalami skizofrenia itu disangka dia adalah seorang pendosa atau orang yang diganggu setan dan orang yang tidak beriman. Tuduhan ini berat ketika ternyata faktor biologis, faktor kimiawi, faktor neurotransmitter sangat memainkan peranan penting.
Intinya memang ada sakit di dalam otak kok ! Ada gangguan di otak yang perlu dibantu dengan obat. Dan ketika ada terjadi ekses pemahaman yang tidak tepat dengan memandang gangguan mental itu masalah dosa pribadi secara langsung, masalah iman dan masalah diganggu setan, hal-hal ini akan dapat membuat orang percaya merasa pahit dengan kekristenan.
Karena mereka berpikir bahwa wawasan dunia kekristenan yang seperti itu tidak akurat, terlalu keras, tidak manusiawi, tidak dapat dihidupi dan dapat membuat mereka secara tidak langsung menjadi anti dengan iman kepercayaan agama. Saya banyak menemukan gejala ini di dalam diri beberapa orang di grup Facebook. Sungguh ironis ! Teologi yang salah menghasilkan praktis yang salah !
Sebenarnya ekses dari pemikiran yang salah menghasilkan pemikiran yang ekstrim lagi. Kekristenan yang sesungguhnya tidak seperti yang banyak dikarikaturkan oleh beberapa saudara kita yang karismatik dalam menghadapi masalah gangguan mental.Â