Senin, 29 Februari 2016
Selamat pagi
Salam Senin pagi.
Senin baru Kesempatan baru
Tulisan hari ini rasanya seperti koran kemarin yang terbit hari ini. Judulnya refleksi Senin pagi tapi kok terbitnya Selasa--mending Selasa pagi ini malah Selasa sore. Tidak apa-apa juga dianggap demikian karena toh memang begitu adanya. Tak perlu malu mengaku salah dan keliru karena itu memang fakta. Masih ingat dengan anggota DPR yang kemarin akhirnya ditetapkan tersangka karena kasus kekerasan kepada asisten rumah tangga? Tanpa sengaja berita tertangkapnya beliau beberapa kali muncul di tv.Â
Meski salurannya berbeda tapi ditayangkan cukup sama. Beliau membantah telah melakukan kekerasan. Ternyata hari ini kenyataan berbeda dengan kata-kata. Kadang kita juga sama. Malu mengakui salah dan malah menambah daftar panjang kesalahan hanya karena malu mengaku salah. Tulisan ini juga sama mengaku salah. Ia sama dengan koran kemarin yang terbit hari ini.
Sibuk sudah pasti salah satu alasan kenapa tulisan ini baru ada hari ini. Tapi alasan sesungguhnya adalah kegagalan untuk menggunakan waktu dengan tepat. Tiap orang punya jatah waktu yang sama. Yang berbeda hanyalah cara menggunakannya. Ada yang pas ada yang kurang pas. Yang pas pasti bisa memilih mana yang hendak dikerjakan lebih dahulu. Tak mungkin semua bisa selesai dalam waktu yang sama. Ada yang harus didahulukan, ada yang bisa belakangan. Kebetulan untuk kali ini yang penting itu adalah dua buah makalah untuk UAS. Mau tidak mau mereka wajib diselesaikan lebih dahulu. Tulisan ini pun akhirnya menyusul. Ini pun dituntaskan di atas ketinggiaan 10 ribu meter dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Â Ini bukan keren tapi cara penggunaan waktu yang tepat. Satu jam di udara bisa menghasilkan tulisan yang sudah menjadi komitmen untuk dituntaskan. Sedikit membela diri. Meski terlambat tapi yang penting selesai.
Tak semua hal atau orang bisa menjadi prioritas nomor satu. Ada yang harus menjadi nomor dua. Suatu saat nanti bisa saja kita yang jadi nomor dua tadi. Tak perlu berkecil hati karena kita pernah melakukan hal yang sama, dan malah harus. Jika semua sudah menjadi prioritas nomor satu, kondisinya sudah pasti gawat. Gawat karena semua harus menuntut perhatian segera. Bahasa guru saya Covey, sudah penting dan mendesak. Kondisinya mirip orang yang mencari-cari tanki pemadam kebakaran saat api sudah mulai besar. Ketika apinya kecil. ia tenang-tenag saja. Jadilah cerdas dan bijak. Api sekecil apa pun padamkan. Demikian juga dengan tugas dan tanggungjawab. Sekeci apa pun selesaika agar tak perlu menjadi api besar. Kebetulan, tugas makalah UAS masih api kecil ketika mulai ditulis. (lagi-lagi membela diri).
Tanggal hari ini (maksudnya kemarin) kan istimewa. Sekali dalam empat tahun kita punya tanggal 29 Februari. Bulan depan kita juga punya tanggal istimewa yaitu 9 Maret. Beberapa daerah Indonesia tercinta kita akan mengalami kejadian langka yaitu Gerhana Matahari Total. Tentu tak semua dari kita bisa menikmati. Â Yang kebetulan tinggal di beberapa tempat saja cukup beruntung untuk bisa melihatnya. Kebetulan saya orang itu. Haha. Ada kesempatan untuk bisa ke Palembang tanggal 9 nanti. Kabarnya Palembang akan gelap total selama dua menit. Â Itu pun sudah cukup. Paling tidak dalam catatan hidup ini saya pernah mengalami kegelapan total di tengah hari selama dua menit. Syukur dan syukur.
Saat meninggalkan Jakarta kemarin, Kalijodo sedang dalam proses penggusuran. Hari ini harusnya wajahnya sudah beda dengan sebelum saya tinggalkan. Cukup penasaran kondisinya sekarang bagaimana. Mudah-mudahan wajah Kalijodo yang kumuh dan seram bisa disulap menjadi taman untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar. Wajar jika ada yang tak gembira dengan perubahan ini. Tak bisa dipungkiri banyak yang tak puas. Tak bisa satu keputusan memuaskan semua pihak. Dari sisi kemanusiaan, mereka punya hak hidup. Dari sisi legal dan konstitusi, tiap warga negara wajib taat hukum.Â
Pelajaran dari Kalijodo kali ini adalah sisi gelap suatu saat pasti berakhir. Sebelum dikuasai terlalu lama dan keburu nyaman dalam gelap, segeralah pindah ke sisi terang. Â Tak ada kata terlambat jika dilakukan sekarang. Saat kenyamanan sisi gelap sudah lenyap, itu baru sangat terlambat. Â Pelajaran kedua adalah tentang ketegasan pemimpin. DKI 1 yang sekarang tak mudah dibeli. Ups, maaf. Bukan tak mudah dibeli tapi tak bisa dibeli. Teori bahwa perubahan harus datang dari atas sekali lagi terbukti. Lewat pimpinan yang komit untuk melakukan perbaikan, anak buah di bawah tak bisa berkutik dan tak bisa bermain mata. Coba perhatikan bagaimana semua aparat kepolisian dan tentara turun tangan. Tak satu pun berani melindungi dan membela.
Omong-omong, Teluk Gong belum banjir. Ini daerah langganan banjir. Nama daerahnya saja sudah Teluk Gong; teluk kan berhubungan dengan air yang banyak. Sampai hari ini, daerah ini masih baik baik saja dari hujan yang turun cukup rajin. Hasil upaya membersihkan kali, dan saluran air sudah terbukti, serta kerja keras dan sepenuh hati pasukan oranye.Â
Tiba-tiba pasukan ini jadi populer setelah diliput beberapa media. Mereka dengan sikap turun ke jalan membersihkan saluran air, memastikan tidak ada sampah yang menghambat. Dan temuan mereka yang paling fantastis adalah harta karun sebanyak 9 truk berupa plasti bekas kabel. Pemiliknya tak bertuan tapi pastinya mereka tak mungkin ramai-ramai terdampari di dalam selokan dan di musim hujan pula. Mungkin ada yang alpa bahwa perbuatan mereka bisa mengudang celaka banyak orang. Mari kita doakan agar ia segera sadar.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H