Novanto memiliki kedekatan dengan Aburizal Bakrie, tapi sesuai dengan sandiwara politik, Ical ini merapat ke kubu Prabowo dan tidak melepas jaringan oposisi, sementara Novanto yang amat dekat dengan Luhut B Panjaitan merapat ke Jokowi. Luhut adalah orang yang amat percaya dengan Novanto, posisi Novanto digunakan Luhut sebagai instrumen politiknya, karena jelas di "Ring Satu" Luhut berhadapan dengan Megawati dan Surya Paloh.
 Kedekatan Novanto dengan Luhut B Panjaitan (LBP), sudah dicurigai lama oleh kelompok JK, permainan rekam rekaman ala Sudirman Said akhir tahun 2015, kalau mau dibongkar adalah juga permainan politik dengan melibatkan KPK. Buka saja rekaman full, disitu bisa dibuktikan bahwa KPK bermain dalam soal ini. Kalau ini bisa dibuktikan KPK bermain dalam rekaman Sudirman Said, maka KPK sendiri sebenarnya sudah menjadi "pemain politik" dengan usaha utamanya menggusur Novanto dan membantu menguasai Golkar lewat sindikat yang ada di dalam tubuh KPK.
Pertarungan Golkar sendiri bisa dipecah dalam tiga faksi utama. Pertama faksi Aburizal Bakrie, kedua faksi Jusuf Kalla (JK) dan ketiga faksi Surya Paloh. Faksi Surya Paloh adalah faksi terlemah namun memiliki corong kuat yaitu media. Surya Paloh (SP) yang kemudian merasa tidak bisa besar di Golkar, keluar dan mendirikan ormas yang kemudian menjadi Partai bernama Nasional-Demokrat (Nasdem). Sementara Ical dan JK menjadi seteru abadi.
Kekuatan Jusuf Kalla (JK) adalah ia selalu menarik ulur dalam tubuh Partai, ia bisa menjadi penentu dalam kemenangan Jokowi dan menjadi pendamping Jokowi, tapi belum selesai bagi JK bila tidak menguasai Golkar. Ia ingin Golkar dikuasai saat ia menjabat Wapres di era SBY periode pertama. Tapi niatnya itu terganjal oleh faksi Ical di dalam Golkar.
Sementara Ical sendiri di tahun 2014 sempoyongan ketika menghadapi Jokowi. Kesalahan utama Ical adalah ia berkali kali mendapatkan masukan dari para staf-nya yang cerdas membaca arah angin, dimana Ical diajak masuk ke dalam kubu Jokowi karena menurut beberapa staf Ical bahwa "Jokowi lebih berpeluang menang", namun Idrus Marham menganggap bahwa Prabowo lebih berpeluang. Kesalahan Ical dalam menentukan arah politiknya ini kemudian menjadi awal dari kekacauan di tubuh Golkar. Dan Idrus berada dalam gerbong Reza Chalid untuk mendukung Prabowo, hitung hitungan logistik-politiknya masuk, Idrus mengabaikan insting politik Novanto yang berkali kali berkata "Jokowi lebih berpeluang", sementara di kubu seberang ada Ari Soemarno yang merupakan bagian dari kelompok Nasrat Muzayyin, seteru Reza Chalid. Perseteruan ini akan dijelaskan belakangan untuk membaca pertarungan ini. Tidak mungkin bagi Idrus masuk ke dalam kelompok Jokowi, dan meninggalkan Reza Chalid.
Setelah kemenangan Jokowi, ada usaha usaha serius untuk menyeret Golkar ke dalam kubu Jokowi. Dan pintu terbaik membawa Golkar mendukung pemerintah adalah dari Luhut. Sementara Luhut agak kurang percaya dengan JK bila pintu masuk Golkar mendukung pemerintah. Sejak awal Luhut yang setia pada Presiden RI ke empat Gus Dur selalu memandang curiga pada JK yang pernah dipecat dari jabatan Menteri oleh Gus Dur itu.
Novanto sendiri sebenarnya enggan untuk masuk lagi dan memimpin Golkar karena persoalan kesehatan dan umur, tapi posisi Ical sudah tidak kuat pasca ia bergabung dengan Prabowo. Di lain pihak kubu JK sudah mengincar posisi di Golkar. Ical melihat hanya Novanto yang mampu menyelamatkan Golkar sekaligus membendung penguasaan  Golkar dari kelompok JK.
Novanto adalah seorang pelobi yang handal, ia seakan tak punya musuh, namun sejak kasus Sudirman Said mencuat. Maka jelaslah bagi publik bahwa musuh politik Novanto adalah Jusuf Kalla.
Ketika kasus Sudirman Said dan Rekaman mencuat, Novanto sementara dicopot dari ketua DPR, lalu digantikan oleh Ade Komarudin (Akom), dan tiap orang yang ngerti politik-pun tahu, bahwa Akom adalah "orangnya JK".
 Perseteruan antara JK dengan Luhut sendiri sudah terjadi sejak Mei 2016, saat Munaslub Golkar di Bali. Dan ketika Novanto memenangkan pertarungan menjadi Ketum Golkar. Maka kemudian melebar menjadi pertarungan non AD/ART, yang bersifat intelijen puncaknya adalah tersebarnya rekaman Novanto, banyak orang menganggap itu adalah tindakan inisiatif Sudirman Said, namun pada nyatanya rekaman itu adalah "mainan" KPK, bila ini terbukti maka jelas KPK sedang bermain politik.
Operasi penghancuran Novanto terus menerus dilakukan oleh kelompok JK dengan jaringan rahasianya. Dan kali ini digunakanlah KPK lewat beberapa aksi penyusupan (infiltrasi) ke dalam Manajemen level tengah KPK.