Mohon tunggu...
Alfa RS
Alfa RS Mohon Tunggu... wiraswasta -

Biasa. Hanya sekedar belajar baca tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haji 'Keluar'

20 Oktober 2012   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:36 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lihatlah, bagaimana sejarah merekam kepatuhan Hajar pada seorang suami. Patuh dengan catatan, mengikuti apa yang telah diperintahkan Allah. Seorang istri yang mampu ’menyetir’ pasangannya dan mau ’disetir’ olehnya. Bukan istri manja dan patuh tanpa memilah kepatuhannya.

”…Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar…,” (37:102). Inilah sosok Ismail. Anak yang patuh atas perintah orang tua demi mendapatkan ridha Allah.

Dalam sebuah keluarga, orangtua sudah seharusnya memerhatikan pendidikan anak-anaknya. Baik pendidikan formal (memasukkannya ke dalam lembaga), maupun non formal (keseharian dalam keluarga yang mengarahkan mereka pada kebaikan). Bukan hanya masalah fisik si anak. Sabda-Nya, ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,” (66:6).

Mengacu pada kisah keluarga di atas, patut disayangkan jika kesucian dan kemulyaan haji tercemar akibat kelalaian kita akan lingkungan. Mestinya, sudah sewaktunya untuk menjalankan kesalehan dua arah. Kedalam dan keluar.

Kedalam berarti bagaimana kita mampu meningkatkan ketakwaan pada Allah. Sedang keluar, menyakinkan kita tentang keharusan merawat lingkungan sekitar. Karena kita harus meyakini, kita bukanlah satu-satunya makhluk yang paling benar dan disayang Tuhan.

Jika kita harus memilih, menggunakan air untuk berwudhu dan memberikan air itu minumnya hewan mulia –kambing semisal-, manakah yang harus kita dahulukan. Berwudhu, yang berarti melaksanakan kesalehan kedalam. Ataukah sebaliknya? Ternyata fikih mengajarkan memilih yang kedua. Memberikan air itu untuk minumnya hewan. Sekarang, siapkah kita ’berhaji keluar?’ Wallahu A’lam.

Footnote:
[1]. Jalaluddin, al Jaami’ al Shaghir, Dar al Kotob al Alamiyah, Lebanon, 2006, cet III, Juz II, hal. 231.
[2]. Hasyiyatan; Qulyubi-A’mairah, Dar el-Fikr, Bairut, juz II hal. 107.
[3]. Ibrahim, Hasyiyah al Bajuri, Haromain, Juz I, hal. 308.
[5]. Saudi Gazette, Edisi Selasa, 24 November 2009.

#ini copas dari bungker blogku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun