Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenapa Tantangan Hidup itu Perlu?

21 Januari 2023   14:21 Diperbarui: 21 Januari 2023   14:55 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Areal perladangan kami di Urung Panei, Simalungun - dok.pri) 

Dalam persembunyian di pojok gubuk di ladang kami, aku dan kedua adekku hanya bisa berbisik-bisik dengan suara pelan. Kami takut. Kami takut pada hantu dan bukan hantu. Kami takut kalau-kalau ada manusia dewasa yang datang membawa kami tanpa sepengetahuan orang tua kami. Kami bisa mendengar suara apa saja, bahkan suara desiran angin. 

Di gubuk di ladang kami hanya ada cahaya lampu teplok. Kami biarkan lampu itu menyala. 

Rasanya kami menunggu selama ribuan tahun...dalam ketakutan. Akhirnya, kami mulai mendengar suara manusia bercakap-cakap dari jauh. Semakin mendekat suara itu, dan kami mulai kenal jenis suara itu. Orang tua kami sudah mendekat. Rasanya lega. Kami bisa bernafas dengan normal, tadinya kan kami tahan-tahan bernafas. Kami dalam keadaan siaga tapi juga dalam waktu yang sama, kami dilanda rasa takut. Rasa takut melumpuhkan sebab kami cenderung jadi pasrah, tak bisa memikirkan apa yang akan kami lakukan andai ada orang asing yang akan membawa kami. Fokus perhatian dan harapan kami adalah kedatangan orang tua kami. 

Pengalaman macam itu ternyata tidak membuatku jadi trauma atau ketakutan kalau sendirian. Malah, aku senang-senang aja kalau sendirian. Nanti, ketika aku kembali ke Pulau Samosir dan tinggal bersama kedua opungku dari pihak bapak, aku malah mau ditinggal sendirian di rumah selama berhari-hari kalau kedua opungku pergi ke luar pulau. Aku senang-senang saja di rumah sendirian, termasuk pada malam hari. Bisa jadi karena aku telah melalui beberapa ujian keberanian melewati malam hari yang menakutkan pada usia yang lebih awal jadi berada di situasi yang lebih mudah, tak ada masalah bagiku sama sekali. 

Aku pernah menguji nyaliku beberapa tahun yang lalu dengan cara aku tinggal selama beberapa bulan di ladang, di tempat yang bisa dikatakan terbuka saja. Hari pertama yang paling sulit dan agak menakutkan karena aku telah mendengar cerita dari beberapa orang bahwa pertukaran waktu di tengah malam itu "rawan". Hahaha! Itu cukup mempengaruhiku pada hari dan malam pertama aku tinggal di ladang di ruang terbuka. 

Setelah hari dan malam pertama tinggal sendirian bersama beberapa anjingku di ladang, aku menemukan sesuatu yang sangat berharga dan luar biasa dalam diriku, yang aku tahu tak akan pernah kutemukan di mana pun kecuali di dalam diriku saja. Aku ternyata bisa melewati batas ketakutanku sendiri, terutama berkaitan dengan batas pertukaran waktu tengah malam yang konon adalah waktu-yang-rawan itu. 

Kemampuanku untuk tinggal sendirian di ladang itu bisa jadi juga secara tidak sadar ada hubungannya dengan pengalaman masa kecilku seperti yang kuceritakan di atas; bagaimana aku dan adek-adekku toh berhasil mengatasi rasa takut, sebagian walaupun dengan terpaksa dan dipaksa oleh keadaan. 

Kenapa anak-anak yang harus menghadapi berbagai macam tantangan justru lebih berhasil dalam hidup mereka? 

Dari segi ekonomi, sulit menjelaskan kenapa anak-anak Opung Silalahi lebih barhasil daripada anak-anak dari keluarga yang kemampuan ekonominya jauh lebih baik daripada opung ini. Opung ini punya 5 orang anak: satu polisi, dua guru (pegawai negeri), satu pendeta, dan yang paling bungsu, setahuku tamat sarjana juga dan pada saat aku menulis ini, aku belum tahu apa pekerjaannya. Aku terutama kenal dengan ke-4 kakak & abangnya, kurang kenal dengan si bungsu dari Opung Boru Tarigan. 

Dalam pengamatanku, justru anak-anak Opung ini jauh lebih berhasil dari anak-anak di kampungku yang orang tua mereka lengkap, keadaan ekonomi mereka jauh lebih bagus. Kenapa bisa begitu, iya kan? Aku jadi berpikir: apakah tantangan hidup yang harus mereka lalui telah menjadi latihan tersendiri bagi mereka untuk menjadi lebih baik dan lebih berhasil daripada sebaya mereka yang tantangan hidupnya tidak seberat yang mereka harus hadapi dan lalui? 

Kalau benar sekolah itu memang menjadikan kita berhasil dalam hidup, mayoritas anak-anak kampung kami di Urung Panei juga masuk sekolah sama seperti anak-anak Opung Silalahi ini. Kenapa kok anak-anak opung ini, dari segi persentase keberhasilan dalam keluarga, ditinjau dari jenis pekerjaan, lebih berhasil daripada yang lain di kampung itu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun