Misal, kalau aku kepala sekolah: Setiap murid melaksanakan proyek per tiga bulan sebagai sarana bagi si murid untuk mengekspressikan diri dari apa saja yang dia pelajari di sekolah. Proyek ini bisa kita desain bersama: murid, guru, dan orang tua. Ini tentu menjadi sangat menarik apalagi bagi murid itu sendiri.
 Bisa per tiga bulan, bisa per enam bulan (satu semester). Nah, proyek ini menggantikan PR yang berjubel dan bikin murid cenderung depressi dan bosan.
 Bisa kita bikin pilot project-nya kan, aku yakin murid antusias.
 Proyek masing-masing murid ini didampingi oleh guru dan orang tua/wali. Pun, bisa saja proyek-proyek ini membutuhkan dana kan, ini juga bisa kita bicarakan.
 Bayangkan Mas Pung, bagaimana kita bisa melahirkan generasi-generasi kreatif di negeri ini kalau kita bisa mengadopsi pola belajar ini. Kita hapus ajalah PR itu dan pembelajaran yang terlalu banyak teori dan terkungkung di dalam kelas.
 Kita bisa belajar dari Finlandia kan. Aku tanya sama Paulina, dia malah rindu andai saja dia bisa jadi anak Finlandia, bukan anak Indonesia...
Catatan tambahan:
Itu yang ada dalam foto adalah dokumen milik Sam Northern yang menuliskan pengalamannya melakukan kunjungan ke Finlandia di sini: http://journey2finland.blogspot.com/2018/04/in-and-out-of-finnish-schools.html.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H