Hari-hari pertama menjadi murid di SD Impress Parbaba itu adalah hari-hari yang asing bagiku. Setiap pagi seluruh murid berbaris di halaman sekolah menghadap kantor guru sekaligus kantor kepala sekolah.
Kami berbaris menghadap matahari terbit tetapi tidak akan kesilauan di pagi hari karena masih terhalang oleh gedung kelas dan kantor kepala sekolah.
Sepanjang sisi timur bagian belakang gedung sekolah dan kantor ini ditanami pepohonan yang menjadi rindang.
Jadi, sekalipun sinar matahari terik di pagi hari khususnya pada musim kemarau di pulau itu, udara masih tetap terasa nyaman sebab sekililing sekolah itu tumbuh pepohonan.Â
Halaman sekolah di sebelah barat adalah pantai, Danau Toba. Terlihat sebagian melalui celah-celah batang pepohonan yang rindang. Jarak dari sekolah ke dalam air di danau bervariasi tergantung musim.
Pada musim penghujan, jarak menjadi lebih dekat karena volume air bertambah, dan sebaliknya, pada musim kemarau, jarak menjadi lebih jauh karena air danau surut.
Sedangkan pada musim kemarau, sebagian penduduk sekitar malah menanami padi darat di daerah pantai yang airnya surut itu, biasanya hanya sekali saja dalam setahun.Â
Aku kelas I, berbaris di barisan murid-murid kelas I. Barisan berjejer sampai kelas VI. Aku merasa badanku kecil dibanding dengan murid-murid kelas VI.
Mereka nampak seperti raksasa bagiku, badan mereka besar dan tinggi. Kami memakai 4 jenis seragam sekolah: Putih-biru, putih-putih, putih-merah, dan pramuka. Anak SD di zamanku sudah harus berurusan dengan empat jenis seragam sekolah!