Saya senang baca tulisan Repa Kustipia berkaitan dengan gastronomi. Saya malah baru dengar ada istilah itu, sebelumnya belum pernah dengar, mungkin pernah baca tapi pasti tidak memberi perhatian. Jadi, terima kasih Repa, telah membahas tentang topik itu.Â
Masa kecil dan remaja saya lalui di Pulau Samosir. Ini salah satu wilayah yang 'beruntung' menjadi penerima dana dari pemerintah pusat untuk menggiatkan bisnis pariwisata. Konon, dana itu cukup besar jumlahnya.Â
Otomatis, wilayah di sekitar Pulau Samosir juga masuk dalam perencanaan wilayah pariwisata. Bapakku dari suku Batak Toba dan saya besar di Pulau Samosir. Ibuku dari suku Batak Simalungun dan orang tuaku belakangan tinggal di wilayah Simalungun di seberang Pulau Samosir.Â
Beberapa kendala yang saya perhatikan masih ada di Sumatra Utara khususnya di wilayah Danau Toba dan sekitarnya:
1. Pengelolaan sampah yang belum bagus. Ini menyedihkan. Harusnya dan saya/kita semua berharap pengelolaan sampah ini menjadi perhatian serius untuk kita tangani dan atasi bersama terutama oleh para pelaku bisnis. Kalau saya perhatikan, Tuktuk, di Pulau Samosir, sudah sejak dulu relatif bersih dibanding dengan wilayah lain bahkan seperti Parapat. Di Parapat, uuuuh, bisa ngeri. Pernah kami bersihkan sampah di tepi danau dan warga di situ agak nakal. Mungkin pola pendekatan kami yang kurang tepat? Bisa jadi.
2. Kuliner di Sumut khususnya di daerah Danau Toba dan sekitarnya yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, dan banyak yang berasal dari suku-suku Batak menurutku perlu membenahi penampilan kuliner mereka. Lumayanlah sebenarnya jenis-jenis masakan khas yang dimiliki oleh suku-suku Batak tetapi perlu pembenahan sehingga tampilannya menarik, rasanya enak. Kalau menurutku, rasa sudah oke tapi penampilan masih perlu banyak pembenahan.Â
3. Kebersihan lingkungan masih kurang padahal Alam Danau Toba itu menurutku nggak ada duanya dari segi keindahan dan keagungan! Sayang nian kalau para penduduk yang tinggal di wilayah Danau Toba dan sekitarnya terutama hanya mengharapkan pemerintah untuk menangani persoalan ini. Kita sebaiknya gotong-royong dan saling bantu/dukung sehingga kebersihan di seluruh negeri ini bisa jaga, rawat dan teruskan ke generasi berikutnya.Â
4. Kampung-kampung di pedesaan di Sumatra Utara khususnya di sekitar Danau Toba sangat potensial menjadi kampung-kampung wisata. Hanya saja, masih perlu banyak usaha untuk mewujudkan mimpi ini menjadi kenyataan. Beberapa pilot project bisa diadakan, saya rasa ada banyak kampung yang bersedia menjadi pelopor menjadi kampung-kampung wisata. Aku juga sedang berpikir bagaimana mengorganisir kampung ibuku, Urung Panei, menjadi kampung wisata walau harus berjalan sekitar satu km ke arah Gunung Simarjarunjung agar kita bisa lihat Danau Toba di bawah sana.Â
5. Mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar Danau Toba adalah petani tetapi para petani ini, sepanjang yang saya tahu, selama ini, memang tidak begitu mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Mereka harus berjuang sendiri. Kalau panen berhasil dan ada harga dari panenan mereka, syukur, kalau tidak, mereka tanggung sendiri penderitaan mereka. Dengan pertumbuhan pariwisata di wilayah ini, tidak hanya para petani bisa menjadi pensuplai bahan pokok makanan alami di wilayah pariwisata tetapi juga para petani bisa menjadikan lahan pertanian mereka menjadi bagian dari bisnis pariwisata bekerja sama dengan Departemen Pertanian, Industri dan Pariwisata.Â
Itulah beberapa kendala yang perlu diperhatikan dan ditemukan solusinya.
Kekuatan dan potensi besar pariwisata di Sumatra Utara khususnya di sekitar Danau Toba? Banyak!