Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

FPI - HKBP - Parmalim

14 Agustus 2010   01:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:03 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HKBP Pondok Timur Bekasi terus bertahan dengan prinsip mereka bahwa beribadah sesuai keyakinan mereka itu adalah hak dan UUD 1945 menjamin hak ini.

Walikota Bekasi belum mengeluarkan izin pendirian pembangunan gedung gereja walau warga jemaat HKBP Pondok Timur ini sudah memohonkannya sejak 2008. Itulah kan, minta izin mendirikan rumah ibadah bisa lebih sulit daripada mendirikan panti pijat, seperti kata orang di negeri ini.

Walikota Bekasi Mochtar Mohammad mengusulkan agar warga HKBP Pondok Timur pindah ke lokasi sementara, gedung milik pemerintah di Jl Chairil Anwar, Kec. Bekasi Timur.

Warga HKBP Pondok Timur tidak mau pindah; mereka tetap bertahan alias ngotot mau beribadah di Ciketing, tempat yang bermasalah itu. FPI menghalang-halangi warga HKBP Pondok Timur beribadah pada setiap hari minggu di Ciketing belakangan ini.

Warga HKBP Pondok Timur terus bertahan dengan prinsip mereka. Izin pemerintah yang belum keluar untuk mendirikan gedung gereja bukan hal utama. Sementara ini, seperti yang dikatakan oleh walikota Bekasi, warga HKBP beribadah di rumah salah satu warga HKBP di sana. Hal utama bagi mereka adalah beribadah itu sendiri. Beribadah kok dilarang-larang? Kok nggak boleh? Apa beribadah itu memang musti ada izinnya? Wong beribadah kok ya! Akh!

Lama-lama kok susah membedakan mana kelompok yang waras mana yang sudah tak lagi waras di negeri ini. Hehe...! Jangan-jangan semua sudah masuk dalam kategori tak waras atau kurang waras?

Sama-sama kurang waras?

Nah, tersebutlah bahwa Kristen itu minoritas di Bekasi atau di Jawa pada umumnya? Okelah, dari segi jumlah dan persentasi. Yang Kristen ini pernah mikir nggak ya mengapa mendirikan rumah ibadah di tempat di mana mereka minoritas itu sulit terutama belakangan ini? Kalau dulu, di zaman Belanda atau di zaman Soekarno, saya kira tak ada yang menghebohkan seperti belakangan ini kalau umat Kristen mau mendirikan gereja. Lihat saja di Jakarta, ada banyak gereja termasuk gereja-gereja yang sudah berdiri sejak zaman Belanda.

Umat Muslim, sebagian kecil, bingung: Looh, kok jumlah gedung gereja bertambah terus? Dari mana umatnya? Curiga. Ada apa? Nah kan, yang Kristen jelaskan dong. Bagi Protestan yang banyak aliran itu, setiap aliran perlu bikin gedung gerejanya sendiri; nggak biasa dan nggak at home kalau share dengan sesama Protestan apalagi Katolik kecuali saat Natal atau perayaan oikumene yang momennya hanya 2 atau 3 kali dalam setahun.

Umat Kristen bilang, ya suka-suka kamilah mau bangun gereja berapa banyak dan di mana saja. Kami kan pakai uang sendiri, nggak minta-minta dari kalian yang nggak suka terhadap pendirian gereja. Kok usil sih? Memang negara ini milik kakek-nenekmu saja? Gitu kata mereka, kalau tidak mereka lontarkan secara blak-blakan, mereka katakan di dalam hati, I guess.

Umat HKBP itu tidak akan mundur. Itu tipikal mereka. Orang-orang Batak sudah merantau ke Jakarta sejak zaman Belanda, antara lain untuk sekolah. Kemudian, di Jakarta bisa kita jumpai orang-orang Batak mulai dari jenderal, pengacara handal sampai supir metromini.

Sampai dunia mendengarkan teriakan umat HKBP Pondok Timur. Agama ini kan sensitif, dengan mudah bisa mengundang solidaritas seagama di seantero dunia. Nah, apa kata dunia dengan kasus HBKP Pondok Timur? Wah, ini sih sudah jadi berita di luar negeri: umat Kristen hidup tak tenang di negeri sendiri di Indonesia.

Umat HKBP bisa mempertahankan diri di Pondok Indah walau diserang FPI adalah karena mereka mau mempertahankan keyakinan mereka dan juga mereka tahu, mata dunia lambat atau cepat akan tertuju pada mereka. FPI justru membuat umat HKBP menjadi 'bintang'; menjadi tenar di Indonesia dan di mata dunia setidaknya dalam ranah kehidupan beragama dan di ranah hak azasi manusia.

Saya simpati dengan HKBP Pondok Timur yang mengalami kesulitan beribadah di sana; dihalang-halangi oleh FPI yang seolah-olah menjadi lebih berkuasa daripada pemerintah.

Saya kurang simpati terhadap HKBP yang tidak menerima tawaran pemerintah lewat walikota untuk sementara pindah ke Jl Chairil Anwar tetapi saya bisa mengerti perasaan mereka. Bisa saja umat HKBP secara tidak langsung mau bilang: "Nanti kebiasaan! Kalau kami melembek, ke depan kami bisa diperlakukan seenaknya! Kami terpaksa beribadah di rumah salah satu warga kami juga kan karena pemerintah tidak memberikan izin mendirikan gereja di Ciketing ini. Kami kan nggak minta uang sepeser pun dari pemerintah apalagi FPI untuk mendirikan gedung gereja kami; kami pakai uang sendiri kok."

Mayoritas - Minoritas

Ya, secara umum di dunia ini, memang begitulah, yang mayoritas dalam jumlah bisa arogan terhadap yang minoritas.

Umat Kristen bisa bilang bahwa di wilayah yang mayoritas Kristen di Indonesia ini, tidak ada kesulitan bagi kaum Muslim mendirikan mesjid.

Konon, umat Muslim akan menyingkir sendiri dari pemukiman mayoritas Kristen di Indonesia ini karena tak tahan dengan bau ternak seperti babi dan hewan peliharaan seperti anjing. Umat Muslim tak tahan dengan bau ternak itu dan juga tak tahan dengan kebiasaan warga yang Kristen kalau sedang memotong dan membakar/memasak daging babi. Kalau mereka bakar daging babi, baunya itu terbawa angin dan sangat tidak menyenangkan bagi yang Muslim. Ini terjadi di Aceh dan Tapanuli Selatan.

Warga Kristen biasanya ngotot mengatakan bahwa memotong/memasak/membakar babi juga adalah hak mereka. Yang begini-begini, lama-kelamaan, bisa juga menimbulkan antipati warga sekitar yang non-Kristen. Jangan dikira yang menjadi persoalan hanya soal adanya izin dan tidak adanya izin mendirikan gereja.

Di Medan, sampai sekarang warga Parmalim yang juga sama-sama Bataknya dengan umat HKBP belum bisa mendirikan rumah ibadah mereka di Jl Air Bersih.

Apa yang terjadi di Bekasi seharusnya menjadi salah satu pelajaran berharga bagi umat HKBP dan HKBP secara keseluruhan.

Mengapa warga Parmalim di Medan tak bisa mendirikan rumah ibadah mereka? Warga Kristen di sekitar tempat itu yang mayoritas adalah HKBP keberatan warga Parmalim mendirikan rumah ibadah Parmalim di sana. Warga Kristen di sana ngotot dan bahkan ikut bringas menghalang-halangi pembangunan rumah ibadah Parmalim yang sekarang sudah membusuk dan menyemak itu.

Warga HKBP, jangan hanya teriak ketika hak Anda dizamili; insaf jugalah dengan apa yang sebagian umat HKBP lakukan terhadap sesama dalam hal ini umat Parmalim di Medan! Begitu baru adil juga kan!***


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun