Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Anand Krishna (Tidak) Melakukan Pelecehan Seksual?

16 Februari 2010   22:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:53 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GURU SPIRITUAL MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL? [caption id="attachment_75821" align="alignleft" width="224" caption="(Anand Krishna, laki-laki berbaju batik. Sumber: http://www.nationalintegrationmo...id%3D231)"][/caption] Beberapa hari belakangan ini berbagai media massa memberitakan tentang isu pelecehan seksual oleh Anand Krishna, seorang yang selama ini media massa dan publik biasa sebut sebagai guru spiritual. Saya sendiri beberapa kali telah membaca tulisan-tulisan Pak Anand ini khususnys di The Jakarta Post. Harian berbahasa Inggris ini pun mempublikasikan berita seputar isu pelecehan seksual oleh Anand Krishna.

Sungguh tak mengenakkan membaca berita tentang hal ini walaupun sekedar hanya isu. Apalagi kalau bukan sekedar hanya isu? Betapa menyedihkan dan memalukan bagi bangsa ini sebab Pak Anand Krishan ini baru saja kembali dari sebuah perhelatan besar di Australia Desember lalu, berpartisipasi dalam sebuah acara internasional di mana penyelenggaranya adalah Parliament of the World's Religions.

Dua orang perempuan telah melaporkan tindak pelecehan seksual atas diri mereka oleh Anand Krishna ke Komite Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

Barusan saya baca berita terbaru di The Jakarta Post, yang antara lain menyebutkan sudah ada 9 perempuan yang mengeluh atas perlakuan pelecehan seksual oleh Anand Krishna: Student Report Anand Krishna.

APAKAH SAYA PERCAYA PADA ORANG-BERSTATUS-RELIGIUS?

Bisa ya bisa tidak. Saya justru bisa lebih "curiga' pada mereka yang statusnya berembel-embel hal-hal yang berbau religious. Hehe...! Orang-orang ini, maaf bagi yang baik dan berkarakter, dengan mudah bisa berlindung di balik status-keagamaan mereka. Tak ada jaminan bahwa mereka ini lebih beres prilakunya daripada yang bukan berstatus seperti mereka.

Januari tahun ini terkuak tindakan memalukan seorang pendeta laki-laki di Sumatra Utara. Pendeta ini mengajar di sebuah sekolah. 19 orang mahasiswi di sekolah ini melaporkan tindakan pelecehan seksual atas diri mereka oleh pendeta ini.

Salah seorang di antara mereka benar-benar dalam keadaan depressi setelah mengalami pelecehan seksual oleh pendeta yang sekaligus juga dosennya itu. Dia berjalan sempoyongan setengah komat-kamit mengucapkan sebagian kata-kata yang dia dengar dari pelaku pelecehan seksual terhadapnya. Temannya yang lain kebetulan ada yang mendengarkan apa yang terucap dari mulut kawannya yang sedang depressi itu. Teman ini pun langsung tersentak sebab dia tahu bahwa temannya yang sedang komat-kamit itu pun telah mengalami hal yang sama dengannya. Mereka lalu berbicara dan yang lain mengetahui apa yang terjadi. Lalu, 19 orang berani mengatakan bahwa mereka telah mengalami pelecehan seksual oleh si pendeta.

Berita terakhir yang saya dengar, si pendeta sudah berada di penjara dan akan ada proses pengadilan terhadapnya.

Bagi gereja di mana pendeta ini bekerja, tentu hal ini sangat memalukan tetapi polisi dan semua pihak yang melawan kezaliman telah melakukan hal yang benar dengan menjebloskannya ke penjara. Pada awalnya, pendeta ini ingkar, tidak mengakui bahwa dia telah melakukan pelecehan seksual. Ketika korban yang ketika bercerita di lembaga pendidikan di mana dia menjadi dosen, barulah dia pingsan (atau pura-pura pingsan?).

Saya menyebutkan contoh memalukan dari Sumatra Utara ini di sini sebab modus pelecehan seksual yang si pendeta lakukan ini begitu picik dan licik. Ia melakukan pelecehan sesksual mengatasnamakan meditasi dan menghipnotis para korbanya itu satu per satu. Picik mempergunakan teks-teks Alkitab untuk mengelabui para korban yang masih berusia remaja itu.

Si pendeta ini mengatakan kepada korbannya agar tidak memberitahukan teknis meditasi terbaru yang dia ajarkan pada mereka sebab itu termasuk kesombongan-rohani. Dalam Kekristenan ada ajaran agar orang tidak menyombongkan diri secara rohani. Pendeta ini begitu lihai mempergunakan hal-hal macam ini untuk kepentingan-nafsu seksualnya yang menyimpang.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, saya mengetahui ada isu pelecehan seksual oleh seorang professor di salah satu universitas negeri ternama di Jogjakarta. Korban telah melaporkan hal ini kepada lembaga-lembaga yang peduli dan saya dengar akan ada proses pengadilan bagi yang bersangkutan walau pihak universitas meminta penyelesaian damai secara kekeluargaan.

Di Samosir, seorang perempuan remaja yang kurang baik kondisi mentalnya hamil oleh laki-laki yang merupakan kerabatnya. Perempuan ini sempat tinggal di salah satu tempat yang dikelola oleh sebuah LSM perempuan tetapi sekarang sudah dikembalikan ke keluarganya.

TERNYATA...

Ternyata, siapapun bisa melakukan pelecehan seksual: guru spiritual, pendeta, professor atau anggota kerabat sendiri. Tak ada beda?

Saya bukan menuduh Pak Anand Krishna, proseslah paling tidak nanti yang akan membuktikan apakah beliau melakukan pelecehan seksual pada perempuan-perempuan yang sudah melapor dan mengeluhkan apa yang terjadi pada mereka itu.

Saya mendapat kesan yang kuat dari para pembaca The Jakarta Post yang menanggapi isu seputar pelecehan seksual oleh Anand Krishna itu bahwa isu ini sengaja ditiupkan untuk meruntuhkan guru spiritual ini. Yang lain mengatakan: "lihat sumbangan Pak Anand Krishna terhadap bangsa ini, yang melaporkan beliau itu memang sudah bikin apa sama bangsa ini?"

Bagi saya apa yang Pak Anand Krishna telah buat bagi bangsa ini menjadi tidak relevan kalau memang beliau benar melakukan pelecehan seksual. Saya pun tak akan begitu tertarik membaca tulisan-tulisan beliau kalau memang beliau telah melakukan pelecehan seksual.

Terlalu gamblang melihat pola-pola yang sama di sini: pelaku pelecehan seksual mempunyai kekuasaan yang jauh lebih besar jika kita bandingkan dengan korban-korban mereka. Kekuasaan dalam hal pengetahuan termasuk pengetahuan agama; kekuasaan dalam hal posisi: guru/dosen - murid. Kekuasaan dalam status sosial: dikenal/penting dan belum dikenal/belum penting. Kekuasaan dalam hal ekonomi: punya sumber dana dan belum punya sumber dana. Kekuasaan dalam hal gender: laki-laki versus perempuan. Dengan mudah seseorang yang berada pada posisi yang memiliki kekuasaan sebanyak ini potensial dapat melakukan pelecehan termasuk pelecehan seksual. ***

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun