Mohon tunggu...
Lily Ong
Lily Ong Mohon Tunggu... Makeup Artist - Menikmati indahnya Keselarasan

Pekerja Seni yang menikmati hidup dengan Gembira.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerajaan Kandang Weusi (bagian I)

26 Januari 2020   05:28 Diperbarui: 26 Januari 2020   06:13 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja Kandang Weusi, Nurseno SP Utomo (by:Lily)

Beberapa hari ini gue ikutan membaca tentang kerajaan-kerajaan baru yang baru muncul lalu bikin heboh, lalu yang terakhir viral itu tentang Kerajaan Kandang Weusi (yang bener pakai U jadi Weusi) di Garut. Benar-benar masih hot beritanya tentang kerajaan ini bahkan pagi ini (26/1) jam 7.00 WIB menurut berita dari sahabat media di Garut, Beliau akan diwawancara live oleh TVOne.  Hot Hot Hot...

Nah kalau Kerajaan Kandang Weusi ini gue tau banget. Bahkan sempat bertukar pendapat dan berdiskusi dengan Guru Besarnya, Bapak Nurseno  SP langsung. Yang bikin gue merasa bahwa itu suatu anugerah banget buat gue. Tidak cuma itu,  bahkan gue sempat diajarin langsung ilmu SKM, Syahbandar Kari Madi. Ilmu Olah Batin yang berasal dari Kandang Weusi yang juga merupakan sebuah daerah di Kabupaten Garut Selatan.

Orang-orang yang kenal sama gue pasti kaget, bahkan mungkin ada yang shock.  Karena ditilik dari sisi manapun, gue tidak akan mungkin mau ikut-ikutan dengan ilmu sejenis ini. Jangankan olah tubuh, gue itu amat sangat malas berolah raga. Apalagi sebuah ilmu silat atau kanuragan yang selalu dianggap sesat oleh orang-orang agamis yang biasa ada di sekeliling gue.  Gue akan  lebih milih buat jalan-jalan ngemall.

Apakah mata gue sudah tertutup atau tiba-tiba kepala gue kepentok, jadi mau ikut-ikutan seperti itu?

Tentu tidak saudara... 

Gue masih amat sangat sadar akan Pencipta gue, yang masih sangat melekat di jiwa dan raga gue.  Apalagi dalam perjalanan hidup gue akhir-akhir ini yang mana telah menambah keimanan dan pemahaman gue akan kepercayaan yang gue anut.

Bahkan setelah mempelajari ilmu SKM,  tidak membuat gue murtad, berganti kepercayaan atau jadi Atheis . TIdak sama sekali!  Gue masih ke Gereja kok. (walau jarang2)  bahkan yang gue dapet dari SKM itu telah membuka pemahaman untuk mendekatkan diri gue kepada Sang Pencipta.

Jujur saja sih, untuk awalnya kenapa gue mau ikut? Karena kebetulan gue dijebak sama Tim gue. Yang belum tau, gue kerja di sebuah Studio Fotografi Kecil dipimpin oleh fotografer yang juga Kompasianer yang ngajarin gue buat nulis di Kompasiana..  Saat itu, Tim dapat kerjaan untuk meliput acara di Kerajaan Kandang Weusi, Garut Selatan dan karena jadwal yang padat dan Studio kekurangan fotografer yang sedang mengerjakan beberapa job yg berlangsung berdekatan, terpaksa gue yang jabatannya make up artist, merangkap asisten, merangkap fotografer, merangkap chef, merangkap logistik dan sebagainya berangkat ke sana, Kandang Weusi sebagai orang yg tersisa di studio.

Katanya sih perginya cuma 1 hari dan besok paginya akan pulang. Namun ternyata... gue terjebak sampai 4 hari disana.

Untuk kacamata anak kotaan yang pergi ke perkemahanpun gue anti banget, pergi ke pedalaman yang gak dikenal, dan sepertinya tidak akan bisa bersahabat dengan kulit perawatan gue yang gue rawat tiap hari dengan penuh perjuangan. Perjalanan  dari  Jakarta ke Kandang Weusi saja sudah membuat gue shock berat. 

Ya Tuhan, apa yang akan gue hadapi di sana. Mana berangkatnya dadakan, dan bahkan semprotan nyamukpun  gue ga bawa.

Mau nangis gak sih... Gue sudah mbayangin segala hal terburuk tentang tempat itu, untung cuma 1 hari pikir gue.  Duuh, mana Rita, salah satu rekan menceritakan bahwa lokasinya di tengah hutan terpencil dan jauh dari kota. Bakalan sengsara gue nanti sepertinya, pikir gue. 

Pemandangan tepi jalan selepas kota Garut (by:Lily)
Pemandangan tepi jalan selepas kota Garut (by:Lily)

Singkat cerita Tim Dokumentasi berangkat dengan mobil kantor ke Garut beriringan bersama konvoi rekan-rekan SKM dari cabang Bekasi dengan membawa gue yang terus gelisah  mbayangin seperti apa lokasinya nanti, belum lagi dalam perjalanan kesana sinyal HP antara ada dan tiada. Haduuuh toko online gue gimana...

Tapi begitu sampai ke tempat itu, ternyata pandangan gue jauuuuuh berbeda.  Kerajaan Kandang Weusi di Desa Tegal Gede, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut Selatan, berada di tengah pemukiman masyarakat pedasaan, tidak di tengah hutan seperti yang digosipkan rekan gue.   Walau memang terlihat seperti ada di hutan karena luasnya sekitar 2 hektaran, lokasinya betul-betul membuat gue kagum.  Jatuhnya seperti berada di penginapan di daerah ubud bali yang dikeliling pepohan asri yang sangat bernuansa alam. Memang banyak pepohonan, tapi tidak terlihat seperti hutan belantara karena pepohonannya terawat.

Gue bareng rekan SKM dari Paguron Bekasi (By:widiantoHdidiet)
Gue bareng rekan SKM dari Paguron Bekasi (By:widiantoHdidiet)

Bahkan kamar yang disediakan untuk tim dokumentasi lumayan nyaman, sebuah bungalow di tengah pepohonan, nyaman sih, udaranya dingin tapi tidak menggigit, tidak ada nyamuk karena sebelum acara katanya di asap dulu, tapi karena  kami berempat 2 cowok dan 2 cewek gabruk disitu, nuansa kerjanya masih berasa, berbeda mungkin kalau menikmati liburan disana pasti lebih asik. Kami berusaha siaga dan tidak bisa santai-santai. Yang luar biasa adalah ketika gue ke kamar mandi, bersih dan bahkan ada air panas dong. Woooww...

makan bersama dengan hidangan hasil ladang dan ternak sendiri.. Enak (by:widiantoHdidiet)
makan bersama dengan hidangan hasil ladang dan ternak sendiri.. Enak (by:widiantoHdidiet)

Kami disana disambut oleh Guru Besar Nurseno SP dengan ramahnya di Keratonan Kandang Wesi yang berupa bangunan kayu berupa aula terbuka dengan dihiasi kain warna warni . GB, Demikian beliau dipanggil, mempunyai karakter yang ramah dan menyenangkan. Terlihat sekali keterbukaan beliau pada kami yang menjadi tamu-tamunya walaupun hitungannya gue dan tim dalam posisi pekerja disitu. 

Diawali dengan ajakan makan bersama sembil istirahat santai mengistirahatkan badan yang lumayan pegal karena tergoncang akibat jalan menuju lokasi yang sangat amat parah dengan lubang dan batu berserakan, kami saling berbincang dan obrolan satu persatu mengalir, dari sekedar budaya disana, kebiasaan, bela diri, tenaga dalam dan akhirnya yang serem-serem dari nakutin soal penunggu sana dan terutama berbincang soal kebatinan.

Guru Besar Nurseno SP melatih murid SKM di Keratonan (by:widiantoHdidiet) 
Guru Besar Nurseno SP melatih murid SKM di Keratonan (by:widiantoHdidiet) 

Soal kebatinanpun berbeda dengan yang gue bayangin tentang  kisah orang-orang berilmu sakti yang sering diceritakan di film, nyatanya biasa aja bahkan lebih membahas akan pemahaman akan kehidupan.

Dengan basic gue yang nota bene pernah menjadi Guru Sekolah Minggupun sama sekali tidak berbentrokan dengan pemikiran Beliau yang beragama lain. Satu hal yang sangat jarang terjadi selama ini. Lucu sih, karena bahkan gue dengan Didiet sang fotografer yang agamanya universal aja, gue sering berdebat karena beda pola pikir dan cara pandang dalam memahami agama. Tapi Bapak Nurseno membahas soal kebatinan ini dengan tidak menjatuhkan agama ataupun keyakinan satu orangpun.

Menikmati Nyamannya Kerajaan Kandang Weusi (By:widiantoHdidiet)
Menikmati Nyamannya Kerajaan Kandang Weusi (By:widiantoHdidiet)

Saking nyamannya, selama kami  4 hari di sana, gue gak merengek untuk pulang. Betah sekali disana. Kenapa bisa 4 hari? Pertama, sebetulnya acara disana itu berlangsung 2 hari saja namun karena salah satu dari tim Dokumentasi yang tidak mau namanya disebut mengalami sakit aneh yang tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan pulang, kami tertahan sejenak disana. Sakitnya sendiri diobati oleh Bapak Nurseno, katanya rekan kami diajak kenalan oleh penghuni disitu.  Nanti gue ceritain di lain tulisan.

Pokoknya, gue merasakan hal yang luar biasa selama gue berada di Keraton Kerajaan Kandang Weusi ini.

Lily Ong

Jakarta 26 Januari 2019

(bersambung ke bagian II)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun