(sumber : http://regional.kompas.com/read/2011/03/08/09383413/Nataki..Cara.Masyarakat.Dayak.Membatasi.Api )
Nataki adalah tradisi turun temurun oleh masyarakat Dayak, yaitu membuka lahan dengan cara membakar, dan pada awalnya dirangkai dengan upacara adat. Nataki sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang. Menurut masyarakat Dayak Kendayan, abu bekas pembakaran batang-batang pohon di lahan yang akan dibuka sangat cocok menjadi pupuk alami dan sangat berguna bagi hasil pertanian. Nataki biasa dilakukan bersama-sama oleh satu kelompok masyarakat. Dilakukan dengan merobohkan pepohonan, belukar atau ilalang di sekeliling lahan yang hendak dibakar. Lebar batas api antara tiga sampai lima meter, dengan maksud agar api tidak menyambar ke luar dari lahan yang akan dijadikan lahan bertani. Kemudian dilakukan pembakaran selama tiga atau empat hari. Hal yang diperhatikan dalam nataki adalah arah angin.
Ada juga larangan adat bagi sesiapa warga adat yang melakukan dengan sengaja dan mengakibatkan kebakaran hebat, sehingga diberlakukan denda adat bahkan dilaporkan ke penegak hukum. Namun seiring dengan kemajuan jaman, pengaruh dari masuknya migrasi dan investor, kearifan lokal tersebut banyak diadopsi oleh perusahaan dengan cara yang salah tidak mengindahkan aturan adat nataki yang benar, sehingga berakibat kebakaran secara besar-besaran dan massal.
Kabut asap
Kabut asap terjadi paling parah, setidaknya di dua pulau Sumatera dan Kalimantan. Banyaknya pembukaan lahan demi munculnya perkebunan sawit atau perkebunan komoditas lainnya. Kabut asap termasuk bencana alam besar
Adapun kerugian yang dialami akibat kebakaran hutan dan lahan antara lain :
- Menjangkitnya penyakit pernafasan (ISPA)
- Kerugian ekonomi, mengganggu jalannya perdagangan bagi warga masyarakat, sehingga perputaran ekonomi lokal menjadi lesu. Belum lagi apabila kebakaran menyentuh jaringan listrik dan telekomunikasi, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi hajat hidup orang banyak.
- Mengganggu penerbangan. Maskapai penerbangan rugi, pengguna jasa penerbangan menjadi kalang kabut dalam melakukan perjalanan ke lain daerah
- Mengganggu ekonomi negara, beban negara terhadap keamanan dan kelayakan warga negara yang terkena dampak bencana asap bertambah. Yang seharusnya bisa dipergunakan untuk menambah infrastruktur jalan dan jembatan, terpaksa dialokasikan ke anggaran penanggulangan dan pemadaman titik api. Itu tidak sedikit Saudara!! Trilyunan rupiah dibuang percuma hanya untuk bencana yang terjadi terus menerus tiap tahun karena anggaran membengkak : penaburan ton garam ke awan hujan (hujan buatan), bom air di titik api, evakuasi warga yang terkena dampak langsungnya.
Mengapa mengapa manusia tidak sadar? Sudah demikian buta dan tulinya terhadap sesamanya?
Pengaruh el nino berpotensi terhadap meningkatnya kebakaran lahan dan hutan
El nino adalah peristiwa alam yaitu fenomena naiknya suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik sekitar Katulistiwa. Bagi daerah tropis seperti Indonesia, fenomena ini menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah, karena hujan jarang terjadi. Potensi kebakaran makin dikhawatirkan terjadi karena musim kemarau yang semakin lama, sementara aktivitas bakar lahan dn hutan telah menjadi suatu kebiasaan. El nino bertolak belakang dengan la nina, yaitu fenomena yang mangakibatkan banjir di berbagai daerah.
Upaya Penanganan Bencana Kebakaran :
- Mengadakan sosialisasi kawasan bebas asap, secara terus menerus, secara keseluruhan agar kesadaran mulai tumbuh di tengah masyarakat dan pelaku industri perkebunan
- Koordinasi yang kuat antara Bupati, Gubernur dan BNPB termasuk di dalamnya jajaran terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI, Pemadam kebakaran
- Memperkuat regulasi : Penyusunan Rancangan Perda, Pergub tentang Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Asap di daerah rawan bencana asap
- Upaya bentuk punishment (efek jera): mempidanakan pelaku kebakaran dan menuntut biaya pemulihan. Sementara ini hanya dilakukan proses perkara dalam hal terhadap pelaku tertangkap tangan. Kalau tidak dituntut biaya pemulihan, ke depan Pemerintah akan sibuk penanganan tiap tahun, dan berulang kembali terjadi
Kasongan....where we live now