Mohon tunggu...
Lilo Ibrahim
Lilo Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah

suka bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Nilai Kearifan Lokal Tradisi Wiwitan di Desa Sumberejo, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri

8 Maret 2023   14:33 Diperbarui: 8 Maret 2023   14:43 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat Desa Sumberejo yang sebagian besar memeluk agama Hindu dan Islam serta beberapa yang memeluk agama Kristen, sampai saat ini masih mempertahankan salah satu unsur kebudayaan mereka secara turun temurun yaitu yang tampak pada pelaksanaan tradisi wiwitran. Tradisi wiwtan merupakan salah satu komponen religi masyarakat Petungsewu yang berkaitan erat dengan kepercayaan roh nenek moyang dan adanya mahluk mrekayangan yang bernama Dewi Sri, (Dewi penjaga Padi). 

Menurut pandangan E.B. Tylor mengenai evolusi religi pada tingkat tertua, manusia percaya akan adanya makhluk halus yang menempati alam sekeliling manusia. Makhluk halus itu dianggap mampu berbuat hal-hal yang tidak dapat diperbuat manusia sehingga menjadi obyek penghormatan dan penyembahan yang disertai dengan berbagai upacara berupa doa, sajian atau korban. Keyakinan religi semacam ini oleh E.B. Tylor disebut animisme (Koentjaraningrat, 1981:49). Nilai yang terdapat dalam tradisi ini adalah penyatuan antara sistem religi yang dianut masyarakat Desa Sumberejo dengan tradisi yang telah ada sejak zaman nenek moyang. 

Pengaruh kebudayaan hindu di masyarakat Desa Sumberejo menambah simbolisme masyarakatnya itu sendiri,masyarakat Hindulah yang mengenalkan adanya penghormatan dan pemujaan kepada dewa dan dewi, tetapi dengan toleransi yang begitu tinggi dan karena telah adanya alkuturasi percampuran perkawinan dimasyarakat Desa Sumberejo maka masyarakat yang beragama lain pun menyakini adanya dewi penjaga lahan pertanian.Salah satu makna yang terdapat didalam tradisi ini adalah terbentuknya sistem kekeluargaan dan kerukunan antar umat berbeda agama yang biarpun berbeda tetapi mereka tetap memengang tradisi yang telah diturunkan kepada mereka oleh para leluhur yang terdahulu. 

 Masyarakat Desa Sumberejo hidup dengan dua keyakinan mayoritas yang berbeda, yaitu Islam dan Hindu.Tetapi dalam menjalankan tradisi "wiwtan" mereka melakukan tradisi tersebut dengan perbedaan,tidak ada konflik yang ada hanya kerukunan dalam menjalankan tradisi ini.Hal ini memberikan makna lain terhadap tradisi ini yaitu terciptannya nilai-nilai moral yang harus generasi muda contoh dalam kehidupan modern sekarang ini. Adapun nilai-nilai moral yang bisa menjadi sarana pendidikan nonformal bagi generasi penerus dalam tradisi "wiwtan" adalah : 

1.) Nilai moral individu Nilai moral individu adalah nilai moral yang menyebabkan seseorang mempunyai motivasi utuk menjadikan orang baik seperti bertanggungjawab, mandiri, patuh, sabar dan rela berkorban.Ketika pelaksanaan tradisi wiwtan, setiap orang sebaiknya memiliki kesungguhan hati untuk: 

a. Tanggung jawab, dalam tradisi ini dituntut tanggung jawab pemilik lahan pertanian untuk menjaga keselarasan antara alam dan mahluk hidup. b. Patuh, wujud kepatuhan dari pelaksanaan tradisi wiwtan adalah menjalani setiap tahapannya dengan disiplin dan mematuhi apa saja yang dilarang dan apa saja yang diharuskan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat mematuhi apa yang para leluhur mereka sudah lakukan turun temurun 

c. Sabar, ketika pelaksanaan tradisi setiap orang sebaiknya dalam keadaan bersabar, menciptakan kondisi yang ketenangan batin dengan mengendalikan amarah dan emosi untuk bertikai dengan orang lain.

2.) Nilai moral sosial Nilai moral sosial bagi masyarakat Sumberejo adalah nilai yang memberikan motivasi untuk mencapai kebaikan diri pribadi dan merealisasikan kebaikan bagi sebanyak mungkin orang. 

a. Menghormati orang lain Ketika pelaksanaan tradisi "wiwtan" ketika masyarakat desa beragama Hindu yang mempunyai hajat wajib mengundang tetangga atau saudara yang muslim untuk makan bersama atau sekedar bersilaturahmi sebagai wujud menaruh rasa hormat kepada orang yang lain adatnya. b. Gotong royong Nilai gotong royong tercermin dalam aktivitas masyarakat Petungsewu untuk saling bergotongroyong mempersiapkan tradisi "wiwtan". Mereka baik yang beragama Islam maupun Hindu ramai-ramai mempersiapkan makanan atau masyarakat menyebutnya takir dan sesajian (Uborampe). Semua itu bertujuan agar pekerjaan lebih mudah diselesaikan. c. Kerukunan Ketika tradisi "Selamatan Petik Pari" berlangsung semua masyarakat Petungsewu membantu mempersiapkan upacara tersebut,sehingga tidak ada konflik yang terjadi. 

3.) Nilai moral Ketuhanan Nilai yang berhubungan dengan keterkaitan antara masyarakat Desa Sumberejo dengan sesuatu yang memiliki kemampuan diluar batas kemampuan manusia. Hal itu nampak pada perilaku masyarakat yang mamberikan sesajen untuk menghadapi rasa takut akan murka leluhur dan mengharapkan berkah dari sesuatu yang dianggap memiliki kemampuan supernatural. 

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan tentang makna-makna yang terdapat dalam tradisi wiwtan merupakan salah satu usaha manusia sebagai jembatan antara dunia manusia dengan dunia ritus (Dewa-Dewi atau Tuhannya), melalui tradisi Selamatan petik pari ini diharapakan bisa menghubungkan manusia dengan leluhur, dan Tuhannya dan akan diberikan keselamatan dalam penggarapan lahan pertanian. Dan memberikan nilai-nilai luhur yaitu terciptannya toleransi kerukunan antar umat beragama,biarpun berbeda dalam penyampaian doa tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu keselamatan bersama. 

 Berdasarkan penelitian dan kajian pustaka maka dapat disimpulkan bahwa terjadi sedikit perubahan dan pergeseran dalam pelaksanaan tradisi wiwitan ini. Perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia untuk menuju suatu masyarakat yang modern, telah membawa pula perubahan pada dasar kebudayaan Jawa yang selalu memakai simbolis itu.Pandangan dan sikap hidup yang simbolis telah bergeser dari aspeknya yang batiniah dan bersifat magis dan mistik, kearah aspek baru yang lebih ilmiah dengan simbol ilmu pengetahuan yang fungsional. Pergeseran dari aspek batiniah kearah aspek rasional menyebabkan pula perubahan pandangan dan sikap Orang Jawa baik religiusnya maupun tradisionalnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan berkembangnya teknologi modern dari luar yang begitu pesatnya, serta hubungan antar manusia yang sudah sedemikian longgarnya, sangat berpengaruh kepada pandangan hidup dan sikap hidup masyarakat di Desa Sumberejo dalam melanjutkan tradisi nenek moyang,sehingga ada kecenderungn untuk tidak melaksanakan tradisi seketat dan sedisiplin seperti semula. Penghayatan akan makna tradisi dan religiusnya sudah dikesampingkan sehingga tradisi dan religiusnya yang dahulu dilakukan atas dasar batiniah,sekarang hanya dipandang sebagai apa adanya atau secara rasional. Rangkaian tradisi yang dulu dihayati dengan sifat mistik dan magis menurun nilainya hanya sebagai rangkaian acara yang merupakan daftar kewajiban masyarakat Desa Sumberejo yang harus dilaksanakan begitu saja Semua kebudayaan (tradisi) pada suatu saat akan mengalami perubahan karena berbagai macam sebab.Perubahan bisa terjadi dikarenakan perubahan lingkungan yang menuntut perubahan secara adiktif

 Dalam tradisi ini terjadi sedikit perubahan dalam sesajian,dahulu sesajian yang dianggap penting dan harus lengkap, tetapi karena zaman yang modern terjadilah pergeseran makna-makna dalam tradisi, alat-alat sesajian pun mulai dikurangi, misalnya saja memotong padi yang dahulu memakai ani-ani sekarang diganti memakai arit, dalam memberikan sesajian makanan juga mengalami perubahan, sekarang disesuaikan dengan keadaan yang berhajat, tidak dipaksakan. 

Tradisi "wiwitan" juga mendapatkan perubahan karena alkuturasi kebudayaan dalam keyakinan religinya dan karena faktor modernisasi yang membuat pemudapemudi desa tidak peduli lagi dengan adanya tradisi yang telah turun temurun ini,mereka menganggap tradisi selamatan petik pari hanya untuk jalankan berdasarkan ajaran tokoh adat atau sesepuh desa tanpa mengetahui makna-makna terdalam yang terdapat dalam tradisi tersebut. Faktor dalam Mekanisme atau proses perubahan kebudayaan (tradisi) adalah karena adanya penemuan baru, difusi ( karena faktor migrasi), hilang unsur kebudayaan, alkulturasi, perubahan kebudayaan secara paksa,dan karena modernisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Nesi, A., R. Kunjana Rahardi, & Pranowo. (2019). NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI LISAN TAKANAB: KAJIAN EKOLINGUISTIK. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 11(1), 71--90. http://jurnal.unikastpaulus.ac.id/index.php/jpkm/article/view/138

Issn Xxxx-Xxxx Volume, X., Nomor, X. ;, Luciani, R., & Malihah, E. (2020). Analisis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Rumah Limas Di Sumatera Selatan. Indonesian Journal of Sociology, 2(1), 11--18. https://media.neliti.com/media/publications/328041-analisis-nilai-nilai-kearifan-lokal-ruma-5aeb3b9f.pdf

Wiediharto, V. T., Ruja, I. N., & Purnomo, A. (2020). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Tradisi Suran. Diakronika, 20(1), 13. https://doi.org/10.24036/diakronika/vol20-iss1/122

Edy, E., Dwiningtyas Padmaningrum, & Arip Wijianto. (2020, May 14). TRADISI WIWITAN: CARA PENYEBARAN DAN PROSES PEMBELAJARAN OLEH MASYARAKAT (Studi Kasus: Dusun Kedon Desa... ResearchGate; unknown. https://www.researchgate.net/publication/343288163_TRADISI_WIWITAN_CARA_PENYEBARAN_DAN_PROSES_PEMBELAJARAN_OLEH_MASYARAKAT_Studi_Kasus_Dusun_Kedon_Desa_Sumbermulyo_Kecamatan_Bambanglipuro_Kabupaten_Bantul

yuli handayani. (2022). Buku kearifan lokal. Academia.edu. https://www.academia.edu/8526861/Buku_kearifan_lokal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun