Calling……Tante Iss..
Disini kembali saya temui sebuah anekdot, kakek saya yang satu rumah dengan tante Iss mencoba menggendong adek bayi tapi beliau malah menggendong sebuah guling mungil milik adek bayi sementara adek bayi sendiri masih lelap dikamarnya ( satu lagi fakta yang saya simpulkan, dalam keadaan panic ketepatan dan keakuratan seseorang akan berkurang hingga 50%) sempat panic juga tante Iss dan keluarga saya, setelah yakin gempa benar-benar berhenti mereka segera menuju kamar adek bayi yang menyambutnya dengan tawa kecilnya ( mungkin dia mau berkata, kakekku tersayang yang kamu bawa itu harusnya aku bukan gulingku).
Malam menjelang, gempa susulan masih saja terjadi dengan frekuensi yang lumayan sering. Wew… apah? Malam ini kita tidur diluar? Hadududuh…..bebrapa hari kami sekeluarga dan beberapa masyarakat didesa kami memilih tidur di luar rumah. Dengan perbekalan lengkap (selengakap anggota pramuka yang siap berangkat ke bumi pekemahan) kami sekeluarga membuat ruang di teras rumah dengan sekat dari kursi-kursi sofa yang diangkut keluar. Gerimis…rintik-rintik…rinai-rinai… lampu padam da angin yang berhembus pelan wuuuuushhh… suasana mencekam, sepiii… (ini berjalan selama 3hari) apalagi ada isu aka nada gempa susulan yang lebih besar dari yang tadi pagi.. gello…ada juga isu tsunami… bikin hatiku deg-degan sajo…
Tapi pada akhirnya berakhir bahagia, tidak ada korban di daerah saya. Hanya beberapa rumah saja yang mengalami kerusakan.
Untuk korban gempa Jogja, semoga kalian mendapat tempat disisiNya. Amin.
nB :saya bersyukur saat itu saya dan keluarga diberi keselamatan.
Masih tentang cerita gempa…
Malam kedua saya dikostan semasa jadi anak baru di SMA, dengan ms.Eni margowati ( tidak tahu dia dimana sekarang, apakah sdah menikah kau mbak?! ) tengah malam yang sunyi (ya iyalah, makhluk-makhluk udah pada pules). Bumi ngajak bergoyang, mungkin saat itu sedang populernya goyang gergaji ala De-Pe kali yah? Dengan tampang bloon, masih setengah sadar dari tidur. Saling tatap, senyum dan…. Waaaaaaaa gempaaa….! Kaburrr dari lantai dua, meluncur kehalaman depankost melewati tiga pintu keluar… huh..huh..huh.. panic, kawasan padat penduduk kanan kiri tembok owch no! sialnya pintu yang biasanya juga kaga dikunci kenapa malam ini terkunci, begitu sulit dibuka.. bicara tentang nyawa satu menit bisa jadi satu jam saja. Deg..deg.. uhff akhirnya bias juga keluar
Anehnya, ibu kost, penghuni kamar kost lain dan penduduk sekitar jl.arjuna 4, wonokarto, wonogiri Cuma sedikit saja yang keluar rumah. Pikirku apa tidak sayang nyawa sih mereka ini. Pasrah ya pasrah tapi berusah dulu napah?! Huh… Cuma dua orang saja yang mengaburkan diri. Tak apa ini menandakan kami masih punya semangat hidup dan survive dalam setiap keadaan hahahaha(tombo isin)
Masih di kost, sekitar dua tahun setelah kejadian diatas. Lagi-lagi gempa (memang sih Indonesia pabriknya gempa dan bencana alam lain – kata dosen Kewarganegaraan saya “Indonesia memang supermarketnya bencana alam”) bukan lagi dengan mr.Eni tapi dengan personil-personil baru, sekarang saya bukan anak baru lagi, Terra, Nana Suminar and ayu wks mereka ga kalah heboh seperti saya saat berlarian dengan mr.Eni waktu itu. Gempa selalu membuat cerita yang berkesan dengan shocking terapinya, kala itu saya harus bersikap wajar dan tidak terlalu menampilkan rasa khawatir saya didepan anak-anak ini. Mereka masih baru, berpisah dengan keluarga mereka jadi… yahh saya coba menempatkan diri menjadi kakak yang baik buat mereka hahaha (gayane tjah..!) padahal andai mereka melihat kaki saya yang juga ‘ngewel’ (bhs jawa, di translate jadi bahasa Indonesia apa yah?) pasti mereka akan tertawa, saya coba menenangkan tapi aslinya juga deg..deg..
Lagi, saat di asrama masih jadi mahasiswi baru. Awal tinggal di asrama kebetulan saya mendapat dipan susun bagian atas. Anda pasti tahu Klaten, Jawa tengah termasuk wilayah yang terkategori mengalami kerusakan parah saat gempa jogja 2006 silam. Sekitar pukul 00.12 WIB gruuuuggg….gruuuuuggg… gempa ? owh iya gempa… back sleep again. Hloh?! “eh say, gempa to?” teman saya hanya menjawab “he’em” tanpa membuka matanya sedikitpun (sialan..! Haha)