Ibu Tanpamu Apalah Aku
Oleh Lilis Sulistyowati, S.E
(Pemerhati Sosial)
Hari - hariku mulai terasa sepi dan pilu, ketika sang ibu telah meninggalkanku. Ibuku telah lama kembali menghadap Ilahi. Akan tetapi jasanya tak akan hilang berada di dalam hati. Tak ada kata yang lain kecuali "Aku mencintaimu ibu".Â
Betapa besar peran seorang ibu, hitam putih kehidupanku tak pernah lepas dari peran ibuku. Ibu adalah sosok yang luar bisa, dalam kondisi lemah pun beliau masih memikirkan ku.
Semasa aku kecil ibu berusaha merawatku dengan baik. Mengajariku mana yang baik, dan mana yang buruk. Tak ada satu pun peristiwa yang dilewatkan ibuku tentangku. Ketika aku sakit pun beliau memberikan perhatian yang lebih merawatku.
Bagiku, tak ada orang yang sebaik ibuku semasa kecil. Walaupun teman - temanku banyak, tak ada yang membuatku lebih menyayangi mereka dari ibuku. Sesakit apa pun nasihat ibuku, tak ada yang menyusahkanku. Justru semua untuk kebaikanku.
"Ibu tanpamu apalah aku" Engkau yang telah membuat aku bisa mengerti arti hidupku. Mengajariku dari awal berkata - kata, dari awal berjalan, hingga aku berlari dan tegak berdiri sendiri.
Di saat aku sedih ibu menghampiriku dan membelai diriku. Ketika aku menghadapi masalah yang tak dapat aku mengerti, ibu pun mengajariku berbagai hal dan mengajari aku dalam mengambil keputusan hidup yang lebih bijak.Â
Adab pertama yang diajarkan ibuku agar aku memiliki sopan santun. Ibu selalu menegurku ketika ibu melihat tingkah lakuku yang tidak sopan. Ibu pun selalu memberikan contoh pada ku bagaimana cara menempatkan diri dan bagaimana cara bergaul. Sehingga tak satu pun dari sikapku yang gampang terbawa arus mengikuti teman - temanku.
Ibu ibarat benteng bagiku. Ibu selalu menegurku ketika aku melakukan kesalahan terutama yang tidak sesuai dengan norma agama. Moral pun diajarkanya padaku, hingga aku berhati - hati dalam memilih teman bagiku.
Ibuku wanita yang sempurna bagiku. apa yang dilakukan ibu sejak dulu, tidak semua orang dapat melakukan semuanya termasuk juga diriku. Ibuku pandai membawa diri, suka menolong sesama itu yang diajarkanya padaku.Â
Masalah kedisiplinan pun ibu ajarkan padaku sedari aku kecil. Hingga akhirnya aku bisa mandiri dan mengerjakan semuanya sendiri tanpa paksaan ibuku. Bagiku ibu adalah guru pertama dan pendidik utama dalam keluargaku.
Semua waktu dicurahkan untukku. Meskipun kondisi ekonomi kami sulit pada waktu itu, ibuku tetap fokus merawatku dan membimbingku. Hal ini yang sulit ditemukan pada ibu - ibu masa kini. Dengan alasan ekonomi biasanya rela meninggalkan anak - anaknya dari pagi hingga malam untuk mencari cuan semata. Atau bahkan menitipkan anak - anaknya kepada orang tuanya agar mereka bisa bekerja jauh meninggalkan keluarga.
Ibuku is the best bagiku, beliaulah contoh yang sangat luar biasa bagiku. Kecekatan beliau dalam mendampingiku, kasih sayangnya membuat hatiku menjadi lembut dan tak mudah menyalahkan kondisi yang ada. Ibu mengajari aku untuk tegar dalam menghadapi ujian hidup ini.
Sosok ibu bagiku sangat berarti. Bagiku semua hari adalah untuk ibuku. Teringat kisah Uwais Al Qorni yang setia membopong ibunya yang sudah tua, merawatnya, menjaganya hingga akhir khayat ibunya. Akan tetapi belum datang masa tuamu ibu engkau telah meninggalkanku. Tak ada kado yang terindah selain do'a dan keshalihanku. Terima kasih ibu jasamu akan aku ingat sepanjang hidupku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H