Mohon tunggu...
Lilis
Lilis Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Bukan tentang penilaian terhadap tulisan, tapi tentang kepuasan diri sebagai penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasib Pedagang Kaki Lima di Tengah Pandemi Covid-19

26 November 2020   21:35 Diperbarui: 27 April 2021   17:30 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa sulit saat ini dimana terjadi pandemic covid-19 yang menyebabkan terbatasnya pergerakan masyarakat dan melumpuhkan roda perekonomian karena adanya ketakutan masyarakat untuk berinteraksi dengan orang lain maupun keluar rumah menyebabkan para pelaku ekonomi terutama para pedagang kai lima turut terkena imbas bahkan harus gulung tikar. 

Para pedagang ini mengeluhkan berkurangnya pendapatan mereka karena kurangnya pembeli bahkan ada yang harus memberhentikan karyawannya karena tidak sanggup untuk membayar upah  karena pendapatan yang berkurang maupun sampai harus gulung tikar. Hal ini menimbulkan masalah baru yaitu pengangguran yang timbul sebagai imbas dari adanya pandemic covid-19 ini.

Pedagang kaki lima atau PKL sebagai salah satu penggerak perekonomian bangsa memiliki andil besar dalam perputaran ekonomi di negeri ini. Maka apabila sektor ini terhambat dapat berdampak pula pada menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan melemahkan roda ekonomi bangsa. 

Pedagang kaki lima (PKL) merupakan istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima dan berjualan di pinggir jalan atau trotoar. PKL ini menjadi produsen utama bagi kalangan kelas bawah (kaum marginal) dan menengah ke atas karena harga komoditas atau barang yang di perjual belikan relative murah dan tejangkau di kantong kelas tersebut.

Pedagang kaki lima (PKL) adalah salah satu jenis pekerjaan yang termasuk kedalam sektor informal. Sektor ini merupakan sektor yang berlawanan dengan sektor formal. 

Sektor informal sendiri merupakan sektor yang unit-unit usahanya tidak memperoleh proteksi pemerintah dan sektor ini tidak menggunakan bantuan atau fasilitas pemerintah meskipun bantuan itu tersedia. Istilah informal diperkenalkan dan digunakan untuk menjelaskan sejumlah aktivitas tenaga kerja yang berada di luar pasar tenaga kerja formal yang terorganisasi. 

Disebut sebagai “sektor luar pasar” karena sektor ini termasuk dalam kelompok yang tidak permanen atau tidak ada jaminan tentang keberlangsungan pekerjaan yang dimilikinya. 

Selain itu, kelompok atau sektor informal ini bahkan menggunakan teknologi produksi yang sederhana dan padat karya serta dilakukan oleh orang-orang yang tingkat pendidikan dan keterapilan yang terbatas seperti yang sering dilakukan oleh keluarga. Sedangkan sektor formal sendiri merupakan sektor yang tediri atas unit usaha yang telah memperoleh berbagai proteksi ekonomi dari pemerintah.

Ukuran yang dapat digunakan untuk membedakan antara sektor formal dan sektor informal adalah menggunakan kriteria accessibility (hal yang mudah dicapai) terhadap suatu fasilitas yang disediakan pemerintah. 

Sedangkan untuk mendapatkan bantuan atau fasilitas dari pemerintah dibutuhkan akses dan syarat yang harus dipenuhi dan sektor formal memilikinya namun sektor informal tidak memiliki maupun  memenuhi persyaratan tersebut atau sulit mengaksesnya. 

Begitu pun dengan pedagang kaki lima (pkl) yang sulit medapakan akses bantuan pemerintah untuk usahanya karena beberapa faktor salah satunya ketidaktahuan karena disebabkan oleh rendahnya pengetahuan terhadap akses tersebut.

Di tengah pandemic covid-19 saat ini, pemerintah menyadari bahwa sektor informal salah satunya PKL sangat terdampak karena menurunnya omzet dan daya beli masyarakat. 

Maka pemerintah kemudian menyelenggarakan beberapa bantuan bagi yang terdampak salah satunya adalah bantuan UMKM sebesar Rp. 2,4 juta bagi masing-masing UMKM yang terdampak pandemic covid-19 sehingga menurunnya pendapatan usaha mereka. Dengan bantuan ini diharapkan para UMKM dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai modal usaha di tengah pandemic ini. 

Namun sekali lagi bahwa bantuan ini tidak dapat diterima oleh semua pengusaha kecil karena terdapat persyaratan yang harus dipenuhi seperti KTP, kartu keluarga, foto usaha serta surat izin usaha dari lembaga kelurahan setempat atau koperasi, dan terdapat proses seleksi yang akan menentukan apakah usaha kecil tersebut layak mendapat bantuan atau tidak. 

Oleh karena itu banyak sekali para UMKM yang tidak lolos dan salah satunya para pedagang kaki lima (PKL) ini yang tidak semuanya mendapat bantuan tersebut.

Salah satu contohnya adalah bapak Pasni (47) seorang pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan dagangan petisan buah yang turut terdampak pandemic covid-19. Beliau merupakan seorang pedagang rujak buah gerobak dorong keliling di kota bogor yang sudah berjualan hampir 8 tahun.  

Namun karena pandemic ini beliau tidak bisa berjualan sampai 3 bulan lamanya dan hanya menganggur di kampung halamannya. Beliau juga belum pernah mendapat bantuan umkm dari pemerintah walaupun sudah mengajukan. Hal ini membuat beliau harus memutar otak untuk tetap mendapatkan pendapatan di tengah pandemic. 

Strategi nafkah yang beliau lakukan akhirnya setelah menganggur atau tidak berjualan selama 3 bulan lamanya adalah kembali berjualan tetapi tidak lagi di kota bogor tetapi di kampung halamannya di kabupaten lebak banten. Beliau memutuskan untuk berjualan menggunakan gerobak yang di taruh di atas sepeda motor miliknya. 

Beliau berjualan dari kampung ke kampung dan pernah pula menjajakan dagangannya melalui media sosial untuk menggaet pembeli. Dari startegi berjulan tersebut akhirnya omzet yang didapat pun hampir sama dengan yang diperoleh ketika berjualan di kota bogor yaitu sekitar Rp. 200.000- Rp. 250.000 perhari-nya.

Upaya yang dilakukan oleh bapak pasni ini merupakan salah satu strategi nafkah yang dilakukan oleh beliau selaku seorang pedagang kaki lima untuk tetap bisa berpenghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga di tengah pandemic covid-19 ini. Bukan hanya beliau saja, masih banyak pedagang kaki lima (PKL) lainnya yang sebenarnya harus memutar otak untuk tetap bisa berjualan di tengah-tengah keadaan sulit saat ini. 

Dibutuhkan dukungan dan bantuan dari semua pihak terutama pemerintah untuk memerhatikan nasib para pedagang kaki lima ini agar tetap bisa berjualan di tengah situasi sulit pandemic ini. Karena situasi sulit ini sangat memengaruhi perekonomian mereka dan sektor-sektor lain yang terdampak. 

Maka diperlukan perhatian dan tindakan nyata dari semua pihak agar mampu berperan dan memberikan solusi terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pandemi ini teutama yang berkaitan dengan ekonomi masyarakat demi keberlangsungan kehidupan bangsa indonesia sendiri. 

Daftar Pustaka:

Jamaludin, Adon Nasrullah. 2017. Sosiologi Perkotaan (Memahami Masyarakat Kota Dan Problematikanya. Bandung: CV Pustaka Setia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun