Mohon tunggu...
Lilis Nuraeni
Lilis Nuraeni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Inferior Akut Seorang Perempuan

13 Februari 2017   22:51 Diperbarui: 13 Februari 2017   23:31 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perempuan itu mahkluk yang unik, lembut, perasa, dan “miringnya” dianggap dan diberi label lemah. Pemberian label lemah tersebut dicetak, ditegaskan oleh kontruksi sosial, menempatkan perempuan di bawah kekuasaan laki-laki. Sehingga dalam menjalani kehidupannya, perempuan banyak yang terperangkap menghambakan dirinya untuk orang lain (diartikan untuk laki-laki/pasangannya). Dan laki-laki diuntungkan oleh kontruksi sosial ini. Merasa superior, perempuan adalah miliknya, berada dalam genggamannya. Perempuan termakan budaya ini, berdandan untuk laki-laki, tubuh seksi untuk laki-laki (pasangannya, atau untuk menarik lawan jenis). Sementara kapan seorang perempuan merdeka atas tubuh, dan dirinya sendiri.

Salah satu kelemahan perempuan adalah berdandan secara berlebihan, seluruh muka, dan berbagai bagian tubuh dipermak habis-habisan. Menggunakan kosmetik yang berbahaya, seperti pemutih kulit, diet ekstrim, keseharian menggunakan lensa kontak yang beresiko menyebabkan iritasi mata dan jenis-jenis kosmetik lainnya yang mengundang bahaya. Perempuan secara naluriah ingin terlihat cantik, dan itu normal. Begitupun seorang laki-laki secara naluriah ingin terlihat ganteng. Karena keinginan untuk tampil menawan bukan hanya dimiliki oleh satu gender saja, tetapi oleh keduanya, laki-laki dan perempuan. 

Hanya dalam konteks ini, laki-laki tak ada tuntuan itu (harus tampil ini, dan itu), artinya tuntutannya tak sebesar terhadap perempuan. Tuntutan ini pun berasal dari konstruksi sosial yang patriarki, menuntut perempuan berperilaku (harus tampil ini itu secara fisik), sedangkan laki-laki dapat melenggang dengan apa adanya tanpa ada tuntutan.

Tuntutan struktur sosial yang patriarki ini akhir membahayakan tubuh perempuan, bahkan perempuan telah berlaku tidak adil atas dirinya, melakukan perkosaan atas tubuhnya. Tubuhnya tidak mempunyai kemerdekaan, diperkosa oleh ketidak percayaan diri yang akut. Seolah-olah potensi diri perempuan itu hanya terletak di fisiknya saja. Ia tidak merasa berharga, selain keberadaan fisiknya itu. Padahal keseksian eorang perempuan itu tidak hanya terletak pada fisiknya, tetapi juga terletak pada cara pandangnya. Laki-laki suka perempuan cantik seksi, tetapi laki-laki lebih menyukai, respek terhadap perempuan yang mempunyai kemandirian, tangguh melewati kerikil kehidupan, dapat menyokong pasangannya, member nasihat, mencari solusi bersama.

Dalam hal merawat diri bukan mutlak milik atau kewajiban seorang perempuan. Kebersihan, tampilan fisik yang menarik tidak membedakan jenis kelamin. Kewajiban menjaga tampilan fisik, dan kebersihannya adalah kewajiban laki-laki dan perempuan. Ada hadis yang bunyinya kebersihan adalah sebagian darpada iman. Keberihan tidak merujuk kepada satu jenis kelamin. Perlakuan itu berlaku sama, alias tidak diskriminasi.

Lantas mengapa era modern ini masih begitu banyak perempuan yang gagal paham, memperlakukan dirinya tidak manusiawi, menyaliti dirinya sendiri untuk kepuasan yang semu. Berdandan itu diperlukan manakala dirasakan nyaman, dan dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, membuat orang lain, pasangannya juga sedap memandangnya. Selain itu berdandan berlebihan membutuhkan waktu yang relative lama, dimana waktu tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan potensi dirinya, agar dapat beraktualiasi di ruang publik, sehingga setiap tindakannya lebih bermanfaat. Kecuali untuk profesi-profesi tertentu seperti penari, aktris seni peran (untuk menengaskan perannya berkesenian).

Dulu, ketika pada umumnya perempuan terkungkung di ruang domestik, hidup seolah menunggu belas kasihan, dari laki-laki karena ketidaberdayaan dirinya, baik secara ekonomi, pengetahuan, perlindungan fisk adalah hal yang wajar fisik menjadi ukuran utama kenyamana bagi seorang perenpuan untu melanggengkan kenyaman dirinya karena ketidakmandiriannya. 

Perempuan sekarang yang mandiri, potensinya terasah, professional, janggal apabila pemikirannya masih ada kekhawatiran akan ditinggalkan pasangan sehingga berdandan berlebihan, menghabiskan waktu, tenaga, finasial agar perhatian pasangan tidak beralih. Bukan pula perempuan mandiri, professional tidak berhias diri, sebab berhias diri juga adalah kebutuhan, dan identitas perempuan.

Ada beberapa (sedikit) perempuan yang sudah dapat memerdekakan fisiknya, tidak berhias sama sekali, meskipun dalam ruang publik. Tidak merasa ada tuntutan dari pasangannya, tidak merasa akan dijauhi, dan terlempar dari pasangannya. Tetap percaya diri, nyaman tanpa manipulasi atas dirinya. Karena ia telah mengoptimalkan potensinya, cara pandangnya menjadi lebih seksi dari fisiknya. Mereka dalah perempuan-perempiuan hebat bahwa fisik dirinya bukan segalanya untuk hidup berdampingan dengan jenis manusia di luar dirinya.

Berhias untuk menampilkan fisik yang menawan bagi perempuan adalah normal, sepanjang tidak berlebihan, membahayakan badan, dan memperkosa diri sendiri. Pemikiran perempuan harus bergeser, bahwa sebagai manusia perempuan mempunyai banyak hal berharga selain fisiknya, yaitu potensi dirinya untuk terus berkembang, maju ke depan, sebagai layaknya insan manusia yang mempunyai kontribusi yang besar dalam peradaban manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun