Korea Selatan adalah satu dari banyak negara yang kaya akan berbagai hal. Dari teknologi, otomotif, fashion, hingga musik, semuanya berhasil menarik perhatian banyak orang dan memicu fenomena Korean Wave.
Seperti yang sudah kita ketahui,Salah satu hal yang banyak diminati oleh orang-orang, termasuk di Indonesia, dari Korea Selatan adalah musiknya. Dikenal dengan sebutan KPop, musik-musik Pop dari Korea menawarkan nuansa yang menyenangkan, sehingga digemari oleh banyak orang.
Namun selain genre Pop yang diadopsi dari luar, Korea Selatan ternyata punya genre musik khas-nya sendiri. Genre musik tersebut dikenal dengan istilah Trot.
Sama seperti Indonesia yang memiliki genre musik Dangdut dan digemari oleh berbagai kalangan, Korea Selatan juga punya Trot, yang sering dijuluki sebagai "musik rakyat" Korea. Genre ini menarik minat dari berbagai usia, terutama generasi yang lebih tua.
Uniknya, Dangdut dan Trot mempunyai kemiripan, yakni memiliki tempo 2/4 dan 3/4 yang terinspirasi dari musik fox trot dan sering dipakai sebagai iringan dansa.
Trot atau juga bisa disebut Ppongjjak, pertama kali hadir pada awal abad ke-20. Kala itu, Korea sedang berada di bawah penjajahan Jepang. Nama musik Trot mulai digunakan sejak tahun 1980-an, namun pada tahun 1920-an, awalnya musik Trot disebut sebagai yuhaeng-changga.
Musik Trot dipengaruhi oleh berbagai genre musik dari Korea, Jepang, Amerika, dan Eropa, sehingga menciptakan perpaduan yang unik. Setelah masa penjajahan, Trot berkembang pesat dan menjadi bagian penting dari budaya pop Korea.
Trot disusun dalam irama dua ketukan, yang dikenal sebagai duple meter dan melodinya memiliki pola ritme yang berulang. Nada rendah dalam Trot biasanya dinyanyikan dengan teknik vibrato, sementara nada tinggi menggunakan teknik pelenturan suara yang disebut Kkeok-ki, atau suara yang terpecah.
Lirik dalam lagu Trot biasanya sederhana dan mudah diingat, sering kali bercerita tentang cinta, patah hati, dan kehidupan sehari-hari. Instrumen tradisional seperti gitar, akordeon, dan alat musik tiup sering digunakan, memberikan nuansa klasik yang khas.
Berbeda dengan K-Pop yang mengutamakan penyanyi muda dengan kemampuan vokal yang mumpuni, penampilan menarik, sikap yang sesuai dengan standar, serta kemampuan menari dengan koreografi yang energik sambil bernyanyi, Trot lebih menitikberatkan pada unsur seni dibandingkan penampilan artisnya.Â
Genre ini tidak terlalu fokus pada koreografi dan lebih mengutamakan kualitas bernyanyi, khususnya pada penguasaan nada tinggi. Penyanyi Trot tak dibatasi oleh umur, sehingga banyak di antaranya yang berusia lebih dari 40 tahun. Selain itu, penyanyi Trot tidak terlalu dibebani dengan standar penampilan tertentu, berbeda dengan grup K-pop yang sering kali dituntut untuk tampil sempurna.
Saat ini, genre musik Trot semakin berkembang dan tidak hanya dinikmati oleh generasi tua, tetapi juga semakin diterima di kalangan generasi muda. Banyak lagu Trot yang di-remix atau dipadukan dengan elemen musik Pop modern, sehingga menciptakan sub-genre baru yang lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Hal ini terbukti dari beberapa penyanyi muda, seperti Lim Young Woong, Song Ga In, dan Kim Ho Joong, yang memilih Trot sebagai genre musik pilihan mereka. Meskipun Trot sering dianggap sebagai musik untuk generasi yang lebih tua, mereka berhasil memikat pendengar dengan gaya yang segar namun tetap mempertahankan unsur tradisional dari Trot.
Selain penyanyi solo, kini ada boygrup bernama MYTRO yang merupakan hasil kolaborasi antara SM Entertainment dan TV Chosun, dan mereka juga mengusung genre musik khas Korea, yaitu Trot. Meski berfokus pada genre Trot, grup ini mencoba memadukan elemen-elemen KPop dengan menampilkan koreografi saat bernyanyi, meskipun tidak seintens koreografi pada grup KPop pada umumnya.
Meski telah melewati banyak perubahan dan era, Trot terus membuktikan eksistensinya dan tetap menjadi bagian penting dari identitas musik Korea. Gaya musik yang unik dengan lirik yang mudah diingat serta melodi yang khas, membuat trot terus dicintai oleh berbagai generasi, dari yang tua hingga yang muda. Genre ini membuktikan bahwa musik tradisional pun bisa tetap relevan di era modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H