Dalam sejarah peradaban dunia mencatat bahwa, wanita dianggap sebagai makhluk pelengkap, dan dianggap sebagai makhluk kelas dua setelah lelaki yang juga berpotensi besar dalam memegang kekuasaan wanita baik dalam hak, kewajiban, bahkan keberadaannya ditentukan oleh lelaki.
Bahkan, dalam pemaparan sejarah sebelum Islam datang, Peradaban Yunani Kuno menempatkan wanita sebagai makhluk tahanan yang harus disekap dalam istana untuk dijadikan barang dagangan. Peradaban Romawi menempatkan wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayah dan suaminya.
Peradaban Hindusebelum abad ke-7 Masehi sering menjadikan wanita sebagai sesajen para dewa. Peradaban Yahudi menganggap wanita sebagai sumber laknat dan bencana karena ia yang menyebabkan Adam terusir dari surga. Bahkan, Peradaban Arab Jahiliyah pun menghalalkan pembunuhan terhadap bayi hanya karena ia terlahir sebagai wanita.
Penggambaran di atas cukup untuk membuat gagasan bahwa, sebelum datangnya Islam, betapa hina harga diri seorang wanita dimata lelaki sehingga seakan-akan tidak memiliki harkat dan martabat.
An-nisa ‘imadul bilad idza shaluhat shaluhal bilad, wa idza fasadat fasadal bilad. Wanita adalah tiang negara; jika baik wanitanya, maka baiklah negara; namun jika jelek wanitanya maka hancurlah negara.
Sabda Rasulullah ini menegaskan bahwa Islam datang untuk mengangkat harkat dan martabat wanita, sekaligus memosisikan wanita sebagai makhluk yang mulia dan mempunyai kedudukan setara dengan kaum laki-laki.
Sebagai jawabannya, pada kesempatan kali ini kami akan membahas Peranan Wanita dalam Perspektif Al-Qur’an,dengan landasan Q.S. At-Taubah ayat 71:
“Dan orang-orang beriman, laki-laki dan wanita, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”Syeikh Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan, ayat tadi merupakan informasi langsung dari Al-Qur’an, yaitu bahwa laki-laki dan wanita mempunyai harkat dan martabat yang sama di hadapan Allah.
Sejalan dan sejalin dengan dua penafsiran tersebut, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A., dalam bukunya Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an mengemukakan, laki-laki dan wanita dalam pandangan Al-Qur’an memiliki posisi dan peran yang sama. Laki-laki dan wanita sama-sama sebagai hamba Allah.
Laki-laki dan wanita sama-sama sebagai khalifah. Ada Nafisah, wanita keturunan Arab yang pandai hukum tata negara. Kemudian Fathimah binti Aqra, yang selain terkenal sebagai seorang ulama wanita juga adalah kaligrafer ternama. Selanjutnya, Syaikhah Syuhda yang lebih dikenal dengan Fakhrun Nisa, atau penghulunya wanita yang jago retorika.
Lalu ada Zainab binti As-Syar’i, Munisah binti Malik, dan Syamiyah binti Hafidz, tiga wanita cantik jelita, tapi pakar dalam masalah agama, bahasa, dan aritmatika.
Selanjutnya, Cut Nyak Dien, wanita santun tapi hebat yang sanggup membuat kerugian hebat di pihak penjajah Belanda. Kita patut bangga kepada mereka, yang telah menunjukkan kepada kita bahwa wanita bukanlah makhluk yang lemah, wanita bukanlah makhluk tanpa daya, wanita bukanlah makhluk penggoda, tapi wanita merupakan mahkluk digjaya yang siap berperan membangun negara dan memajukan agama.
Itulah peran wanita dalam kancah kehidupan sosial yang patut kita teladani."Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka . Dengan demikian, Islam mempunyai konsep yang jelas tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.
Pantas, kalau Fatima Mernissi, seorang ilmuwan wanita asal Maroko dalam bukunya Woman and Islam: An Historical and Theological Inquiry mengatakan, Islam adalah teologi ideal yang meletakkan wanita sebagai mitra sejajar dengan kaum laki-laki dalam semangat humanis-teosentris.
Islam membolehkan wanita untuk aktif dalam wilayah sosial, namun Islam juga mengingatkan wanita agar tidak melupakan kewajibannya pada wilayah domestik, rumah tangga.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, seharusnya kepada kaum lelaki, dan sebagai hamba Allah yang beriman haruslah memuliakan kaum wanita dan memposisikannya setara denganNya, sebagaimana Rasulullah memuliakan para istrinya.
Dan agama Islam dengan tegas, menentang segala bentuk tindakan diskriminasi, penghinaan, dan penindasan terhadap wanita.dan kemampuan seseorang itu tidaklah memandang gender tetapi kualitasNya,dan juga dalam pandangan Islam, manusia itu setara dimata Allah yang membedakanNya hanyalah ketakwaan.
Dan keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama pada peringkat etika religius, serta kewajiban yang sejajar pada peringkat fungsi sosial. Walaupun dalam gender berbeda tetapi seharusnya, perbedaan tersebut tidak dijadikan alasan untuk menginjak harkat dan martabat wanita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H