Mohon tunggu...
Lilis Karya
Lilis Karya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Ujung Senja

23 September 2017   11:50 Diperbarui: 23 September 2017   11:59 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa yang diperjuangkan, kini dihancurkan
Apa yang dimenangkan, kini dienyahkan
Negeri tercintaku luruh dalam balutan nafas sang waktu
Bar-bar menjadi identitas tersohor bagi bumiku
Semerbak wewangingan damai, tercerabut oleh anyir permusuhan
Etika moral bergelayut di titik nadir
Menanti terperosok...
Negeriku malang, negeriku jalang
Tenggelam dalam kebobrokan mental yang kental
Apa yang ku cinta, kini terbalur rancu
Semua samar...
Kemajuan yang kasat mata,
Hanya bermuara pada barisan pelahap ilegal rupiah berjamaah
Selebihnya,
Tergeletak pasrah pada guratan takdir Hyang Jagat
Bahkan lingkaran cahaya mentari hanya memantulkan semburat nestapa
Tak terelakkan,
Air mata menggantung di pipi bulan
Menangisi alam yang menggerutu tak bersahabat
Negeriku dipenuhi lubang-lubang borok yang tak sempat terjamah
Perut membuncit menjadi pertanda derita, bukan makmur
Sedih...
Miris...
Aku menyaksikan ratapan senja nan malang
Adakah yang masih peduli?
Kemana perginya sang pekerti?
Bahkan seorang pahlawan kesiangan pun enggan turun tangan...
Lakukan sesuatu!!!
Jika kau tak sanggup menjadi sebongkah karang yang kokoh
Jadilah kerikil yang tak bergeming terlindas zaman
Jika kau tak sanggup menjadi khalayak yang bersatu padu
Jadilah sekawanan lebah pekerja yang gencar membela sang ratu
Kayuh seluruh roda cinta sang nurani
Lalu tebarkan ke setiap sudut Ibu Pertiwi
Berikan yang terbaik...
Demi Indonesia maju...

Negeri Sebatas Khayal

Sejauh mata memandang
Tak Kulihat senyum
Elok nan permai
Dari Sang Pertiwi...

Nyanyian-nyanyian alam
Berubah menjadi tangisan
Yang tak berujung...

Ku rindu saat-saat berada
Dalam pangkuanmu...
Membelaiku dalam tidur panjangku...
Memimpikan sebuah negeri
Yang kekal nan damai...

Tak kurasa kini, hanya ada jeritan-jeritan
Membahana...
Menyemarakkan hati
Sekaligus mencengangkannya
Dalam satu euforia...

judul : aku? TKI

kubuka mata kubuka jendela
kulihat indah
wajahmu
menghias hariku
dengan senyum yang makin tak kumengerti
arti

hari ini
hari terakhir aku melihatmu
esok
aku kan pergi
meninggalkanmu

bukan
maksudku tinggalkanmu
inginku dustai cintamu

mungkin semua akan jadi indah
jika aku mampu terimamu apa adanya

jangan
jangan salahkan dirimu
salahkan aku yang tak mampu berikan yang terbaik untukmu
salahkan aku yang tak mampu lakukan yang terbaik untukku

paling tidak
kau masih punya hatiku
paling tidak
ku masih ingat kamu
aku hanya coba teruskan hidup ini
mengais asa demi nikmat dunia

jika kau butuh hadirku
pangil aku
janjiku takkkan jadi orang yang mendurhakaimu
aku akan datang seperti saat dulu
saat aku masih bersamamu
membelamu dari sgala yang merusakmu

oh, negeriku
maafkan aku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun