Mohon tunggu...
Lilis Edah Jubaedah
Lilis Edah Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 1 Cilegon

Saya Lilis Edah Jubaedah, Lahir di Purwakarta, 26 Agustus 1965. Pekerjaan saya Guru di SMPN 1 Cilegon. Hobby saya menulis, walapun belum mahir. Konten yang saya sering tulis apa saja yang berhubungan dengan rasa kekhawatiran diri terhadap lingkungan sekitar. Jenis tulisannya ada puisi, cerpen, opini, esai, atau apa saja yg menurut saya cocok dengan kontennya. Tapi hanya sekadar menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Umroh (6)

30 Desember 2022   10:57 Diperbarui: 30 Desember 2022   10:56 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Backgroud Masjid Qarnal Manajil

Jumat, 16 Desember 2022, pukul 14.00 WAS kami rombongan Umroh PT Inayah Haromain, berangkat menuju Kota Thaif.

Jalan menuju Kota Thaif setengah perjalanannya merupakan hamparan padang pasir yang luas, jalanan rata datar belum menemukan tanjakan atau turunan.

Maka, perjalanan yang kami lalui, betul-betul datar hanya kanan kiri diapit pegunungan yang terkadang berselang dengan hamparan padang pasir. Pukul 16.30 WAS, tibalah kami di Masjid Qalnal Manajil. Yaitu masjid tempat miqatnya Jemaah haji atau umroh dari Kota Thaif dan sekitarnya.

Kami berhenti di masjid tersebut karena akan melaksanakan salat ashar terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan. Dikarenakan sudah sore, mungkin menurut tourleader, selain masih jauh dan belum tentu segera menemukan masjid, dan alasan utamanya, adalah napak tilas haji, tepatnya di masjid tersebut.

Tepat sekali kami salat ashar di sana, kami menyaksikan sendiri, ada rombongan yang berganti pakaian ihrom, dan dapat dipastikan salat ihromnya juga di Masjid Qarnal Manajil. Mungkin juga sekaligus niat ihromnya. Semoga benar, sesuai pengalaman kami waktu keberangkatan awal.

Setelah berfoto Bersama dengan background masjid tersebut, kami langsung melanjutkan perjalanan. Matahari sudah lebih banyak ke sebelah barat, pertanda waktu magrib hampir tiba.

Perjalanan sudah terasa mulai mananjak. Pemandangan gunung-gunung sudah mulai berbeda, bahkan ada beberapa gunung yang agak pendek atau bias akita kenal dengan istilah perbukitan, sudah banak yang berhias, dengan pernak-pernik lampu dengan sengaja dipajang penuh rasa seni.

Menurut penjelasan tourleader itu adalah wilayah puncaknya Kota Arab. Jadi orang Arab liburannya ke daerah Kota Thaif. Ibarat kata orang-orang yang tinggal di Jakarta atau lainnya, pergi berliburnya ke Puncak Pass Bogor.

Dokpri: Taman Perbukitan menuju Thaif
Dokpri: Taman Perbukitan menuju Thaif

Wilayah tersebut hawanya dingin. Daerah pengunungan memang lazimnya berhawa dingin, walapun gunung-gunungnya tidak selebat gunungnya Indonesia. Tuhan Yang Maha Kuasa.

Di pinggir jalan sudah mulai dibangun tenda-tenda terbuka, sebagai daya tarik bagi wisatawan yang akan beristirahat sejenak sebelum sampai di tempat yang indah yaitu sebuah bukit berhiaskan lampu dan tempat mainan anak-anak, dengan villa-villa mungil berjejer di pinggiran bukit tertata rapi. Mungkin besarnya villa tersebut ukurannya standar, karena dilihat dari bawah, jadi seperti rumah mungil dengan bentuk bangunan sama. Terlihat indah sekali. Belum terlihat aktivitas pengunjung di sana. Tapi yang di tenda-tenda pinggiran jalan sudah mulai ramai.

Mobil-mobil terparkir di pinggir jalan. Tidak mengganggu, karena spasi antara jalan dan pinggirannya, cukup bahkan lebih untuk digunakan parkir mobil. Itulah pemandangan yang mengasyikkan sepanjang jalan menuju Kota Thaif yang kami tuju.

Dokpri: Villa Perbukitan menuju Thaif
Dokpri: Villa Perbukitan menuju Thaif

Pas 

waktunya maghrib tiba, kami sampai di tempat kinjungan pertama yaitu tempat penyulingan bunga mawar. Dari proses penyulingan tersebut dihasilkan beberapa produk yang dipasarkan kepada kami rombongan yang berkunjung.

Produk tersebut di antaranya parfum nonalkohol, air yang bisa diminum langsung, air yang bisa dicampurkan dengan seduhan teh, dan banyak lagi produk lainnya seperti bermacam-macam sabun. Ketika berkunjung ke temapt tersebut kebetulan ada hujan turun. Gerimis sih, tapi sangat menambah dinginnya hawa di tempat itu.

Dari tempat itu kami melanjutkan perjalanan ke tampat buah-buahan. Konon katanya buah-buahan yang ada di situ sama dengan buah-buahan yang ada di Indonesia.

Betul sekali, ternyata buah-buahan yang ada tidak asing bagi kami. Hanya ada satu buah yang mungkin belum ada di Indonesia. Yaitu buah kaktus. Sayang buah yang dijadikan tester jumlahnya sedikit. Akhirnya hanya yang duluan datang yang bisa nyicip. Mudah-mudah, suatu hari Indonesia juga perkebunan kaktus yang dapat berbuah. Katanya sih enak, manis. Di antara peserta rombongan banyak juga yang beli buah-buahan tersebut, terutama buah delima yang besar-besar dan rasanya manis.

Mengingat waktu sudah mulai malam, sementara kami rombongan belum makan, maka kami menyepakati setelah dari tempat itu kami akan menuju tempat makan.

Tetapi, sebelum meninggalkan tempat tersebut kami biasa melakukan rukun umroh yang ke tujuh, yaitu foto bersama. Kami berfoto di gapura perbatasan antara Thaif dan Mekkah.

Dokpri: Gapura Perbatasan Thaif dan Mekkah
Dokpri: Gapura Perbatasan Thaif dan Mekkah

Setelah 

berfoto, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat makan. Tempatnya lupa Namanya. Yang ingat hanya gaya dekor tempat dan model hidangan yang disajikannya saja.

Hidangan yang disajikan adalah makan ala Arabia, nasi briani yang disajikan dalam wadah besar seperti tampah yang berbahan dasar steinless steel, porsi untuk empat orang. Makan di ruangan yang menyerupai istana raja. Yang bentuknya saung cukup untuk dua belas orang, ruangan ukuran empat kali lima. Dindingnya dilapisi kain motif alketif dengan gradasi warna merah. Lantainya di alasi alketif juga dengan warna senada. Jadi pengunjung yang makan di situ disetarakan dengan tamunya raja.

Tapi ternyata bagi kelompok kami, terlalu banyak porsinya. Jadi kalah sama dua kelompok lainnya dalam satu ruangan. Entah karena waktu makan yang sudah terlewat, atau karena memang menu yang disajikan tidak seperti biasanya, atau karena sudah kelelahan. Entahlah.

Hanya saja nasi yang dihidangkan tidak bisa dihabiskan. Kelompok kami menyerah. Padahal kalau rasa tidak terlalu aneh. Karena kebetukan di Cilegon ada rumah makan yang menjual 'nasi gonjleng' yang rasanya hampir sama dengan nasi briani. Mungkin saja kami sudah kelelahan.

Setelah acara makan selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju pulang. Dan kami sepakat, untuk salat maghrib dan isyanya di jama takhir di hotel saja.

Semoga Allah mengampuni kelemahan iman kami. Apa yang kami lakukan tidak menjadikan dosa yang memberatkan timbangan amal buruk kami.

Sekali lagi, semoga Allah mengampuni kelemahan iman kami. Aamiin YRA.    

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun