Mohon tunggu...
Lilis Anggraeni
Lilis Anggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang mahasiswa Jurnalistik yang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tiga Triologi Ajaran Islam: Kunci Pribadi Muslim Terpadu

26 Desember 2023   00:36 Diperbarui: 26 Desember 2023   02:05 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga Pilar Ajaran Islam (Sumber: Freepik)

Dalam hadis nomor 48 sahih Al-Bukhari menerangkan bahwa agama Islam dibangun atas tiga ajaran pokok, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Diceritakan dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: "pada suatu hari muncul kepada beliau dan para sahabat, seorang laki-laki dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, 'Apakah iman itu?' Laki-laki itu menjawab, 'iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada hari bangkit.' Lalu laki-laki itu bertanya, 'apakah itu Islam?' Laki-laki itu menjawab 'Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, tunaikan zakat, dan diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan.' Kemudian laki-laki itu bertanya lagi 'apakah ihsan itu?' Laki-laki itu pun menjawab 'kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.'

Melalui penggalan hadis di atas menjelaskan, pada kala itu Malaikat Jibril menyamar menjadi seorang laki-laki dan datang kepada Rasulullah Saw beserta para sahabatnya. Kemudian Malaikat Jibril mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tak lain bertujuan untuk mengenalkan tiga landasan ajaran Islam, yaitu iman, Islam dan Ihsan. Untuk lebih lengkap, berikut ini adalah penjelasannya.

1. Iman

Secara etimologi, istilah iman berasal dari kata al-amn yang berarti rasa aman. Selain itu, iman dari segi bahasa Arab berarti al-tasdiq, yang berarti membenarkan. Dengan demikian dapat disimpulkan, iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengaktualisasikan dengan anggota tubuh bahwasannya Allah itu Tuhanmu, Islam agamamu, Al-Qur'an itu kalamullah, rasul utusan-Nya, meyakini hari bangkit, serta qada dan qadar. Keyakinan menyeluruh mengenai Allah tersebut akan menuntun manusia secara pribadi maupun sosial pada jiwa yang aman dan tenang. Sebab iman menggambarkan sifat manusia yang mengorientasikan hidupnya pada kebenaran sehingga terciptalah sifat terpuji.

Dengan demikian, iman yang menancap dalam jiwa dan raga seorang individu akan menumbukan sikap dan kepribadian yang berakhlak, baik itu akhlak kepada Allah SWT maupun akhlak terhadap sesama dan juga lingkungan alam serta makhluk hidup lainnya. Seseorang yang memiliki akhlak terpadu pasti menjalankan kehidupanya secara imbang, yaitu kehidupan di dunia dan di akhirat. Itulah yang menjadi kunci ketenangan dan kenyamanan.

Kemudian, konsep iman dalam Islam sendiri ialah sikap, perilaku, dan pribadi muslim yang meyakini ke-Esaan Allah dan utusan-Nya. Melalui utusan-Nya, para rasul ditugaskan dan diamanahkan untuk menyebarkan ajaran Allah dengan melalui wahyu berupa kitab (Al-Qur'an) dan As-Sunnah. Maka secara langsung para rasul juga berperan sebagai suri teladan bagi umatnya. Untuk itu, para rasul secara khusus diharuskan memiliki akhlak yang terpadu sebagai pemimpin dan perantara Allah SWT dalam menegakkan ajaran Islam.

Adapun tiga komponen iman, di antaranya 1) tahqiq bi al-qalb (menguatkan iman dalam hati); 2) iqrar bi al-lisan (mengucapkan keimanan secara lisan; dan 3) 'amal bi al-jawarih (melaksanakan ajaran agama dengan anggota badan). Iman dalam hati mengartikan bahwa iman tumbuh mulai dari ketetapan hati akan keyakinan Allah SWT yang Maha Esa, kalamullah, malaikat-malaikat-Nya, para utusan-Nya, hari kiamat, serta qada dan qadar. Selanjutnya, Mengucapkan iman secara lisan yaitu meyakini Allah Swt dan utusan-Nya dengan mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian, mewujudkan iman dengan raga ialah tanda jika iman sudah mengakar secara utuh dalam pribadi muslim. Maka ia akan mampu membuktikan keimanannya secara konkrit melalui aktualisasi ajaran Allah Swt, baik itu urusan ibadah maupun muamalah.

2. Islam

Apabila ditinjau dalam hadis Nabi Saw yang disebutkan sebelumnya, "apakah itu Islam?" Laki-laki itu menjawab "Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, tunaikan zakat, dan diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan." Penjelasan tersebut menerangkan bahwa Islam merupakan syariat yang Allah SWT perintahkan kepada para rasul-Nya, meliputi akidah, hukum-hukum, dan akhlak. Adapun yang dimaksud dengan syariat di sini ialah sesuatu yang berkenaan dengan ajaran, hukum, dan undang-undang. Dalam konteks ini syariat merujuk pada hukum atau peraturan yang ditetapkan Allah SWT, yaitu berupa peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan manusia dengan sesama dan lingkungan alam serta makhluk hidup lainnya dengan berlandaskan wahyu, yakni Al-Qur'an dan hadis.

Namun demikian, syariat sendiri memiliki dua konteks. Pertama konteks syariah secara umum, yaitu ajaran yang dibebankan kepada para mukallaf berupa tuntutan perbuatan (perintah atau larangan) baik itu dalam lingkup tauhid, akhlak, dan fikih. Oleh karena itu, syariat ialah peraturan yang bersifat mutlak dan absolut serta mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Baik itu yang meliputi aspek keagamaan dan keduniawian maupun aspek individu dan aspek sosial. Lalu syariat ini berasal dari seruan langsung dari Allah melalui wahyu dalam bentuk Al-Qur'an maupun hadis.

Sementara itu, konteks syariat secara khusus yaitu ajaran atau hukum yang dikenakan bagi para mukallaf atas dasar amaliyah (perbuatan) yang bersifat praktis, baik itu ibadah maupun muamalah. Ibadah sendiri merujuk pada persoalan hubungan manusia dengan Allah. Sedangkan muamalah merujuk pada persoalan hubungan manusia dengan sesama dan alam lingkungan. Secara sederhana, fikih termasuk syariat khusus yang merupakan salah satu aspek syariat Islam.

Istilah fikih sendiri dari segi bahasa Arab, yaitu faqih yang berarti orang yang memahami. Pada dasarnya fikih berkaitan dengan pemahaman atau pengetahuan manusia tentang ajaran Islam secara konkrit dan praktis serta sesuai kondisi dan zaman. Adapun empat mahzab fikih dalam Islam, di antaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hambaliyah. Dari keempat mahzab tersebut, umat muslim dapat secara bebas dan fleksibel memilih salah satu atau dua di antaranya sesuai kondisi serta kemampuannya. Oleh karena itu, keempat mahzab tersebut tidak ada yang hukumnya benar ataupun salah. Melainkan mereka saling melengkapi dan memahami.

3. Ihsan

Adapun makna ihsan sendiri ialah merujuk pada penggalan hadis sabda Nabi Saw, "apakah ihsan itu?' Laki-laki itu menjawab "kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu."

Dengan demikian, ihsan yang dimaksud Nabi Saw adalah beribadah kepada Allah SWT bukan sekedar formalitas dalam beragama, melainkan melibatkan perasaan bahwa Allah senantiasa berada di dekat hamba-Nya dan juga mengawasi segala perbuatan hamba-Nya. Oleh karena itu, ihsan merupakan buah dari iman yang mengakar pada jiwa dan raga seorang individu.

Adapun menurut Al-Qur'an dan sunnah, konteks kebaikan dalam konsep ihsan tertuju pada dua objek. Pertama, ihsan kepada Allah Swt, yaitu beriman kepada Allah dengan  hanya memohon atau beribadah kepada-Nya, menjalankan ajaran dan menjauhi larangan-Nya dengan melibatkan segala aspek baik fisik, intelek, emosi, dan rohani. Kedua, ihsan kepada sesame manusia dan lingkungan alam beserta mahkluk hidup lainnya dengan menjaga ukhuwah antar sesama manusia. Selain itu, memelihara lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya dengan melestarikan ekosistemnya guna kebaikan bersama.

Maka dengan itu, sudah jelas bahwa Al-Qur'an menekankan manusia agar tidak hanya menjaga hubungannya dengan Allah saja, Melainkan perlu juga menjaga hubungan dan keharmonisan antar sesama dan lingkungan alam. Hal itu ditujukan untuk memelihara alam semesta dan seisinya sehingga tercipta tempat yang nyaman, damai, tentram, dan sejahtera. Sejatinya, ihsan kepada Allah SWT akan berdampak pada ihsan antar sesama manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun