Selain bidang pariwisata, sektor ekonomi lainnya juga berdampak akibat pandemi ini, misalnya penurunan impor bahan mentah, penurunan ekspor migas dan non-migas, hingga membuat sebagian besar investor mengurungkan niatnya untuk berinvestasi (Nasution dkk., 2020: 213-214).
Lebih kurang dua tahun pandemi Covid-19 telah menyerang berbagai negara di dunia, yang menjadikan para pemerintah membuat kebijakan dalam mendongkrak sektor ekonomi, termasuk pemerintah Indonesia. Berdasarkan data di atas, analisis studi ini memberikan temuan terbarukan terhadap beberapa tantangan yang sedang atau akan dihadapi oleh Indonesia masa post-pandemi ini. Diharapkan, temuan studi ini memberikan gambaran kepada stakeholder pemerintah pusat dan daerah, pembuat kebijakan (policymakers), dan akademisi dalam meningkatkan sektor ekonomi di masa kebiasaan baru ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian literature study (studi literatur) yang merupakan kegiatan penelitian dengan menguraikan secara analisis terhadap masalah-masalah dan fakta-fakta dari data dengan pembentukan teori-teori yang bersifat substantif berdasarkan hasil temuan melalui data kepustakaan, seperti jurnal, buku, dokumen, dan sebagainya (Puspitasari Gobel, 2020: 205), khususnya terhadap tantangan ekonomi Indonesia di masa post-Covid 19.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat berbagai tantangan ekonomi Indonesia pada masa post-Covid 19. Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyodi (2021) tantangan ekonomi Indonesia pada masa post-Covid 19 di antaranya; (1) pemulihan global yang tidak merata, dimana menurut Dedy dan Faisal (2020) pandemi Covid-19 telah mendisrupsi perkembangan ekonomi pada banyak negara (Junaedi & Salistia, 2020: 995). Â Oleh sebab itu, diperlukan waktu yang cukup yang didukung oleh kebijakan serta strategi dalam memulikan sektor ekonomi global (Puspitasari Gobel, 2020: 201), (2) stabilitas sistem keuangan dan pememaran (scaring effect).Â
Penelitian yang dilakukan oleh Philip dkk (2021) menunjukkan bahwa ketidakstabilan keuangan sangat terkait dengan pememaran (scaring effect) (Das dkk., 2021: 2), khususnya di masa pandemi saat ini, (3) percepatan uang digital yang akan mempermudah dalam melakukan transaksi (Rohmah dkk., 2019: 2) dan akselererasi ekonomi, (4) kebutuhan akan inklusi ekonomi melalui Rakor DNKI (Dewan Nasional Keuangan Inklusif) (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021), dan (5) implementasi ekonomi dan keuangan hijau (Ramli, 2021).
Menurut Perry, beragam tantangan tersebut memerlukan kebijakan sebagai salah satu tindakan aktif dalam menstimulasi tantangan ekonomi yang sedang dihadapi global dan Indonesia, yaitu; pertama, adanya sinergisitas bauran antara kebijakan nasional dalam rangka untuk memulihkan ekonomi Indonesia, khususnya dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).Â
Tantangan ini dapat dilalui melalui pembukaan pada sektor ekonomi, adanya upaya dalam memulihkan korporasi, dan tindakan pembiayaan terutama bagi dunia usaha. Kedua, seluruh instrumen bauran terhadap kebijakan bank sentral tersebut (BI) dibimbing untuk memulihkan perekonomian Indonesia, adanya koordinasi dengan pemerintah (pusat dan daerah) dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Komite ini diatur dalam regulasi pemerintah melalui Perpu No. 1 Tahun 2020 dalam rangka menanggulangi krisis ekonomi akibat pandemi (Gunawan, 2020: 246). Ketiga, adanya implementasi dan integrasi terhadap digitalisasi keuangan dengan ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, misalnya implementasi QRIS, BI Fast, elektronifikasi, dan sebagainya.
Keempat, implementasi struktural yang reformatif sebagai salah satu strategi dalam mengakselerasi di era transisi menuju negara maju dalam ruang lingkup Sumber Daya Manusia (SDM), inklusifitas, progresifitas infrastruktur, dan produktivitas.Â
Adanya Rakor DNKI (Dewan Nasional Keuangan Inklusif) bertujuan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui dua langkah strategis; adanya upaya dalam meningkatkan keuangan digital dan penyaluran kredit pada usaha mikro maupun besar (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021). Hal ini sebagai upaya dalam rangka akan kebutuhan inklusi ekonomi.Â