Mohon tunggu...
Lilis mutiara
Lilis mutiara Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Saya hobi bermain volli

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Erik Erikson Psyko Sosial

14 November 2024   15:16 Diperbarui: 14 November 2024   15:20 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Erik Erikson adalah seorang psikoanalis dan psikolog yang dikenal luas karena teorinya mengenai perkembangan psikososial. Teorinya berfokus pada bagaimana individu berkembang melalui serangkaian tahapan kehidupan yang melibatkan interaksi dengan masyarakat sekitar, dan bagaimana tantangan atau krisis yang dihadapi pada setiap tahap mempengaruhi perkembangan kepribadian dan sosial mereka.

Erikson mengemukakan delapan tahap perkembangan psikososial yang terjadi sepanjang kehidupan manusia. Setiap tahap melibatkan tantangan atau konflik yang harus dihadapi individu, yang dapat menentukan arah perkembangan psikososial mereka. Setiap krisis tersebut memiliki dua kutub yang saling bertentangan, misalnya kepercayaan vs. ketidakpercayaan, atau identitas vs. kebingungan peran, dan kesuksesan atau kegagalan dalam mengatasi krisis ini akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan sosial individu.

1. Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)

Pada tahap ini, bayi belajar untuk mempercayai orang tua atau pengasuh mereka. Jika pengasuh memberikan perhatian yang penuh dan responsif terhadap kebutuhan bayi, bayi akan mengembangkan rasa kepercayaan terhadap dunia. Sebaliknya, jika kebutuhan bayi diabaikan atau tidak dipenuhi dengan konsisten, mereka mungkin mengembangkan ketidakpercayaan terhadap orang lain dan dunia di sekitar mereka.

2. Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (1-3 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan otonomi atau rasa kemampuan untuk mengendalikan diri dan lingkungan mereka. Mereka mulai belajar keterampilan motorik, seperti berjalan dan berbicara, yang memberi mereka rasa mandiri. Namun, jika mereka dihukum atau dihadapkan pada terlalu banyak kendala, mereka mungkin merasa malu atau ragu terhadap kemampuan mereka sendiri.

3. Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Anak-anak pada tahap ini mulai menunjukkan inisiatif dalam berbagai aktivitas, seperti bermain peran, berinteraksi dengan teman sebaya, dan mencoba tugas baru. Jika mereka didorong dan dipuji atas inisiatif mereka, mereka akan merasa percaya diri. Namun, jika mereka dihukum atau dipermalukan, mereka mungkin merasa bersalah atas usaha mereka dan menjadi takut untuk mencoba hal-hal baru.

4. Tahap 4: Industri vs. Inferioritas (6-12 tahun)

Pada usia ini, anak-anak mulai berfokus pada pencapaian dan belajar keterampilan baru, baik di sekolah maupun dalam kegiatan lain. Jika mereka merasa berhasil dalam kegiatan ini dan dihargai atas pencapaian mereka, mereka akan mengembangkan rasa kompetensi. Sebaliknya, jika mereka mengalami kegagalan atau merasa dibandingkan dengan teman sebaya mereka, mereka mungkin merasa inferior dan tidak mampu.

5. Tahap 5: Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun)

Remaja berada dalam pencarian identitas pribadi mereka. Mereka mencoba untuk memahami siapa mereka sebenarnya, nilai-nilai apa yang mereka anut, dan bagaimana mereka ingin dilihat oleh orang lain. Jika mereka mampu mengeksplorasi berbagai peran dan menemukan identitas yang stabil, mereka akan merasa percaya diri. Namun, jika mereka bingung tentang peran mereka dalam masyarakat atau tidak dapat menemukan identitas mereka, mereka akan mengalami kebingungan peran.

6. Tahap 6: Intimasi vs. Isolasi (18-40 tahun)

Pada tahap dewasa muda, individu berusaha untuk membentuk hubungan intim yang mendalam dengan orang lain, baik dalam konteks hubungan romantis, persahabatan, atau hubungan profesional. Jika mereka mampu membangun hubungan yang sehat dan penuh pengertian, mereka akan merasa puas dan terhubung dengan orang lain. Sebaliknya, jika mereka merasa kesulitan untuk membentuk hubungan dekat atau takut akan penolakan, mereka mungkin merasa terisolasi.

7. Tahap 7: Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)

Pada tahap dewasa tengah, individu mulai berfokus pada kontribusi mereka terhadap masyarakat, seperti membesarkan anak, berpartisipasi dalam pekerjaan yang berarti, atau terlibat dalam kegiatan sosial. Jika mereka merasa bahwa mereka memberikan kontribusi yang signifikan, mereka akan merasakan generativitas. Namun, jika mereka merasa stagnan dan tidak lagi merasa produktif atau berguna, mereka mungkin mengalami rasa kehilangan makna dalam hidup mereka.

8. Tahap 8: Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)

Pada tahap akhir kehidupan, individu merenungkan hidup mereka dan apakah mereka merasa puas dengan pencapaian mereka. Jika mereka merasa bahwa mereka telah menjalani hidup yang bermakna dan penuh, mereka akan merasakan integritas. Namun, jika mereka merasa menyesal atau kecewa dengan keputusan hidup mereka, mereka mungkin mengalami keputusasaan.

Konsep Penting dalam Teori Erikson

Selain delapan tahap perkembangan, Erikson juga memperkenalkan konsep krisis perkembangan, yaitu tantangan yang harus dihadapi individu pada setiap tahap. Dalam setiap krisis ini, individu memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan cara yang positif, namun mereka juga bisa mengalami kesulitan jika tidak dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan baik.

Erikson juga menekankan bahwa perkembangan psikososial adalah suatu proses yang berlanjut sepanjang hidup dan bukan sesuatu yang hanya terjadi pada masa kanak-kanak. Setiap tahap berhubungan dengan tahap sebelumnya dan membentuk landasan bagi perkembangan tahap berikutnya. Oleh karena itu, seseorang yang tidak berhasil mengatasi krisis pada satu tahap bisa mengalami kesulitan dalam tahap berikutnya.

Relevansi Teori Erikson dalam Kehidupan Modern

Teori perkembangan psikososial Erikson tetap sangat relevan dalam psikologi modern. Misalnya, dalam pendidikan, konsep tentang krisis identitas remaja banyak digunakan untuk membantu memahami tantangan yang dihadapi oleh remaja dalam mencari jati diri. Dalam konteks hubungan interpersonal, teori ini memberikan wawasan tentang pentingnya membangun kedekatan emosional dan rasa saling percaya untuk mencapai hubungan yang sehat dan bermakna.

Selain itu, teori ini juga mengajarkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berkembang dan berubah sepanjang hidup mereka, bahkan dalam usia lanjut. Ini memberikan harapan bahwa meskipun seseorang mengalami kegagalan atau kesulitan pada suatu tahap, mereka masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan mencapai integritas pada akhir hayat.

Kesimpulan

Erik Erikson melalui teorinya tentang perkembangan psikososial menawarkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana individu berkembang dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Delapan tahap perkembangan yang ia usulkan memberikan pandangan yang komprehensif tentang perjalanan kehidupan manusia, dengan setiap tahap membawa tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai kesejahteraan psikologis. Dengan menyelesaikan konflik-konflik ini dengan cara yang sehat, individu dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang dan lebih siap untuk menghadapi kehidupan yang terus berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun