Mohon tunggu...
Lilis Cahyati
Lilis Cahyati Mohon Tunggu... Guru - Pengajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bersilaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apakah Peran Strategis Guru Tergantikan oleh Teknologi?

18 Desember 2022   10:34 Diperbarui: 18 Desember 2022   10:38 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

*Apakah peran strategis guru tergantikan oleh teknologi?*

Terkadang kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang mengajar. Mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan materi kepada peserta didik, mereka juga menganggap mengajar adalah memberika pengetahuan kepada peserta didik. 

Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah. Saya tinggalkan dulu tentang mengajar, saya beralih sebentar, sesaat, sejenak, kepada momen di mana membicarakan tentang pendidikan lebih luas.

Ngomong-ngomong soal pendidikan, biasanya petunjuk arah pendidikan itu jadi momen untuk memberikan dukungan kepada profesi guru sekaligus sebagai bentuk apresiasi terhadap peran dan kontribusi guru dalam mendidik dan membangun menciptakan yang lebih baik. 

Memang nggak bisa dimungkiri, peran guru sangatlah besar dalam kehidupan sosial bermasyarakat, terutama untuk membangun peradaban dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

Nah, justru karena peran besar, maka saya ingin mengajak kita semua (khususnya para guru) untuk merefleksi bersama, terutama tentang sejauh mana peran seorang guru dalam membangun semangat belajar kepada para muridnya. Terlebih pada saat kini bangsa ini Indonesia tercinta bahkan negara negara di dunia sedang dilanda wabah yang tidak bisa siapapun menjamin, yang kita tidak tahu kapan tuntas wabah ini.

Mungkin sudah bukan hal baru lagi kalau saya mengatakan bahwa profesi guru masih dipandang sebelah mata di Indonesia. Sedikit-banyak mungkin karena masyarakat Indonesia pada umumnya beranggapan bahwa tugas seorang guru hanya mengajar di depan kelas dan memberi tugas kepada murid. 

Tapi menurut saya pribadi, tugas utama seorang guru bukan hanya mengajar, tapi juga memberi contoh, inspirasi, dan yang paling penting adalah membuat murid senang belajar serta menikmati proses belajar itu sendiri. 

Perspektif ini, saya berpendapat bahwa tolak ukur yakin seorang guru itu bukan ditentukan oleh kepala sekolah maupun orangtua, tapi justru oleh murid-muridnya. Keberhasilan guru mayoritas pada perubahan positif yang mengikuti murid-muridnya. Perubahan positif itu bisa jadi macam-macam indikatornya, dari pemahaman murid akan materi, rasa antusiasme murid dalam mengikuti proses pembelajaran, dan yang paling penting adalah sejauh mana murid menikmati proses belajar yang dijalaninya tersebut.

Oke, terlepas dari apakah pandangan saya ini tepat atau tidak, pada kesempatan kali ini saya hanya ingin berbagi pendapat dan pandangan saya lebih jauh tentang beberapa pendekatan guru dalam mengajar yang saya anggap keliru dan malah memberikan efek negatif terhadap murid-muridnya. Perlu saya tekankan bahwa mungkin beberapa poin dalam artikel ini adalah pendapat pribadi saya dan tidak mewakili sudut pandang secara umum.

Namun... sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global dan BNPB menetapkan status DARURAT NASIONAL, yang ditetapkan dan memberlakukan Bekerja dari Rumah (BDR) sejak Maret lalu. Hal tersebut membuat pembelajaran iklim yang semula didominasi klasikal menjadi non-klasikal atau dengan Pembelajaran Jarak Jauh. Dan kini peran strategis guru telah tergantikan oleh teknologi.

Semula rapat, rapat, tatap muka, sekarangpun menjadi telekonferensi. Kenyataan di lapangan tidak semua guru bisa berkesempatan mengikuti pelatihan e-learning yang diselenggarakan sebelumnya karena jumlah peserta yang mengikuti pelatihan terbatas. Kegiatan-kegiatan seminar, workshop, diklat-diklat, menyelenggarakan pelatihan TOT e-learning. Di mana guru-guru yang menjadi peserta TOT diharapkan mampu menularkan kepada guru-guru lain di unitnya untuk melaksanakan dan menerapkan metode pembelajaran e-learning.

Tapi pada masa pandemi ini dalam waktu hanya satu minggu tiba-tiba 8 juta mahasiswa menggunakan pembelajaran daring. Ini merupakan revolusi khususnya di bidang pendidikan yang luar biasa sekali. Pandemi ini memaksa kita semua untuk melakukan hal tersebut. Dalam menyampaikan bahan kuliah, materi pembelajaran, maupun asesmennya dan juga daya serap mahasiswa tidak berkurang. Ini suatu hal yang kita dapatkan dari pandemi ini dalam memanfaatkan teknologi.

Walaupun terdapat kendala-kendala misal siswa tidak memiliki buku paket sebagai sumber belajar di rumah karena selama ini buku hanya dipinjamkan oleh sekolah dan hanya digunakan saat pembelajaran di kelas, buku tersebut tidak bisa dibawa pulang oleh siswa karena jumlahnya terbatas sehingga penggunaannya harus bergantian dengan siswa lain. Guru yang ingin membuatkan lembar kerja untuk siswa juga terkendala distribusi tugas tersebut ke masing- masing siswa mengingat jika tugas tersebut diambil di sekolah dikhawatirkan akan membuat kerumunan. Siswa tidak bisa mengakses sumber belajar online karena tidak memiliki perangkat digital (HP android, komputer, dsb), tidak adanya koneksi atau jaringan internet pada wilayah tersebut, dan tidak adanya listrik.

Di sinilah sebenarnya memaknai kebijakan yang telah dikeluarkan Kemendikbud sebelumnya yang terkait dengan Merdeka Belajar, di mana kala kebijakan ini dikeluarkan masih banyak sekolah yang belum mampu memaknai seperti apakah implementasi merdeka belajar itu sendiri.

Nah, dengan kejadian pandemi Covid-19 ini sekolah jadi paham bahwa merdeka belajar adalah siswa bisa mengakses sumber belajar sesuai dengan karakteristik dan keunikan siswa, bahkan  guru fleksibel memberikan tugas dan penilaian sesuai dengan tema namun bervariasi sesuai dengan keberagaman siswanya. Guru atau sekolah memahami bahwa sarana atau fasilitas lengkap bukan jaminan sebuah pembelajaran menyenangkan karena pada kenyataannya siswa cukup membantu orang tua memasak tanpa disadari siswa sudah belajar banyak hal tentang IPA, matematika, bahasa Indonesia, juga pendidikan kewarganegaraan.

Menjadi orang tua ternyata harus sarjana, agar mampu mendampingi anaknya belajar, tidak bablas memberikan pola ajar dan pola asuh kepada lembaga. Tanpa memahami anaknya sendiri sudah sejauh mana perkembangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun