Mohon tunggu...
Lilis Isnaini
Lilis Isnaini Mohon Tunggu... -

*Lakukan yang Terbaik dan Berguna selagi masih BISA!\r\n\r\n*BERMIMPILAH, dan Yakinlah kamu BISA Mewujudkannya!\r\n\r\n*Jika kamu belum Bisa menjadi yg Terbaik, cukuplah Tetap Lakukan yg Terbaik!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlukah Kurikulum Baru Pengganti K-13?

28 Desember 2014   03:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:20 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang.

Di Indonesia sendiri sejak merdeka atau tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan terakhir yang sekarang sedang booming, kurikulum 2013 atau K-13. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat khususnya di dunia pendidikan. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Kurikulum 2013 merupakan suatu kurikulum yang dibentuk untuk mempersiapkan lahirnya generasi emas bangsa Indonesia,dengan sistem dimana siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Kurikulum 2013 telah diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kurikulum 2013 (K-13) seperti lahir untuk menuai kontroversi. Perdebatan muncul dari dua sisi, saat diterapkan dan saat dicabut penerapannya. Mendikbud Anies Baswedan menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006. Sementara itu, sekolah yang telah menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut sembari menunggu hasil evaluasi.Sedangkan, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013 baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, yakni tiga bulan setelah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia

Alasan pemberhentian ini adalah penerapan K-13 dianggap tergesa-gesa, tanpa ada persiapan yang matang, dan tanpa pertimbangan yang terukur. K-13 diterapkan saat guru belum siap sepenuhnya. Ketidaksiapan guru berasal dari karut-marutnya distribusi buku panduan dan tidak efektifnya pelatihan. Padahal guru adalah kunci utama menyukseskan penerapan kurikulum tersebut. Menurut Anies, akan lebih baik memfokuskan pelatihan guru sebelum benar-benar K-13 diterapkan. Karena Kurikulum berubah tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Tapi kalau kualitas guru meningkat, kualitas pendidikannya pasti meningkat.

Tetapi nampaknya kebijakan Anies itu menuai kritik keras dari mantan Mendikbud, Mohammad Nuh. Nuh menilai instruksi Anies untuk kembali pada KTSP adalah langkah mundur karena K-13 secara substansi dinilainya tidak ada masalah. Nuh menjelaskan, bukti K-2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya pada 6.221 sekolah. Jika ada masalah, kata dia, maka tentu tidak akan dipakai sama sekali.

Nuh mengungkapkan, Kemdikbud sudah menguji kompetensi 1,3 juta guru untuk mengevaluasi penguasaan terhadap KTSP pada tahun 2012. Hasilnya, nilai rata-rata adalah 45, padahal KTSP sudah enam tahun berlaku. Nuh menambahkan, KTSP juga memiliki masalah, di antaranya pelajaran sejarah untuk SMK tidak ada, jam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak dua kali lipat daripada Bahasa Indonesia, tidak adanya mata pelajaran yang mendorong analisa data (survei TIMMS/PISA), dan sebagainya.

Sedangkan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mendukung langkah pemerintah melakukan perbaikan mendasar pada K-13. Dengan syarat, revisi harus mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan dilakukan menyeluruh dengan meliputi aspek asumsi, argumentasi, substansi, korelasi, sinkronisasi serta implementasinya.

Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengatakan, berdasarkan laporan yang masuk, masalah dalam K-2013 muncul karena kerangka pikir yang sukar dipahami, metode pembelajaran yang direkomendasikan sulit diterapkan, desain pelatihan guru tidak efektif, dan evaluasi yang sangat membebani. Di luar itu, masih ada kesiapan guru dan buku siswa yang kedodoran sehingga ia anggap melahirkan 'malapetaka' bagi kebanyakan sekolah.

Selain itu berdasarkan rapat pleno PB PGRI, kata Sulistiyo, pemerintah diminta untuk tidak menghentikan K-2013 di tengah tahun ajaran, seperti pada saat ini. PGRI menganggap waktu paling tepat menghentikan penerapan kurikulum itu adalah di semester ganjil, atau saat masuk tahun ajaran 2015/2016. Penghentian K-13 di tengah tahun ajaran sangat mengganggu guru dan murid yang menjalaninya. Jika penghentiannya dilakukan di tahun ajaran baru, maka hal itu dianggap lebih bijaksana karena memberi keleluasaan sekolah menuntaskan satu tahun ajaran.

Selain carut marutnya K-13 pada kualitas guru, fasilitas dan murid sendiri yang belum siap, juga adanya dualisme kurikulum karena ribuan sekolah yang menggunakan K-13 didominasi oleh sekolah eks RSBI (sekolah unggulan) sehingga dikhawatirkan timbul kesenjangan atau terkesan diskriminatif. Penghentian yang tidak menyeluruh ini juga akan membingungkan guru dan murid.

Pendidikan Indonsia telah mengalami perubahan sepuluh kali dari tahun tahun 1945 sampai sekarang termasuk didalamnya K-13. Berbgai perubahan yang dibuat menunjukkan bahwa Pendidikan di Indonesia memang belum sempurna, karena harus selalu mengikuti perkembangan zaman yang ada. Sebuah kurikulum yang dijalankan bertahun-tahun pun, seperti KTSP yang dijalankan selama 6 tahun masih belum sepenuhnya sesuai untuk Pendidikan di Indonesia. Dan sekarang, kurikulum terbaru K-13 yang baru saja diterapkan pun menuai banyak pro dan kontra. Melihat fenomena yang terjadi, lalu perlukah kurikulum baru pengganti K-13?

Kesempurnaan rasanya tidak akan pernah dicapai oleh manusia. Pun dalam menetapkan kebijakan pendidikan seperti Kurikulum. Berbagai langkah pun telah dilakukan untuk mengusahakan yang terbaik demi pendidikan yang berkualitas di Indonesia. Berbagai pihak mulai dari pemerintah, kementrian, guru dan semua elemen yang terlibat. Pun dana anggaran yang tak sedikit sudah melayang. Sehingga bisa dibayangkan, untuk memperbaiki kurikulum yang ada saja sudah banyak, apalagi jika membuat kurikulum baru. Sudah sampai sejauh ini usaha yang dilakukan, maka solusi terbaik adalah memperbaiki kurikulum yang sudah ada dan menyiapkan dengan matang segala komponennya. Sehingga diharapkan dengan kurikulum yang lebih baik ini akan membawa Pendidikan di Indonesia yang lebih berkualitas.

____

Referensi:

kompas.com

Ebook Suplemen Bahan Ajar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun