Mohon tunggu...
liliputbuntek
liliputbuntek Mohon Tunggu... -

Soul searching..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan Itu Siapa?

11 November 2015   09:24 Diperbarui: 11 November 2015   10:35 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber: flickr TMP Kalibata"][/caption]Waktu saya kecil, saya punya teman yang rumahnya berada di sekitar TMP, Taman Makam Pahlawan. Setiap kali melewati TMP yang berpagar putih itu, saya melihat helm-helm yang dijajarkan di dekat natu nisan mereka. Saat itu, itulah makna pahlawan bagi saya. Mereka yang sudah tiada, yang berasal dari kalangan militer.

Sewaktu sekolah dasar tentu saja saya diajarkan siapa itu Sisingamangaraja, Pattimura, Cut Nyak Muthia, Ahmad Yani, Panjaitan, dan  Sukarno & Hatta. Itulah pahlawan. Mereka yang wajahnya terpampang dalam poster seukuran A4 yang ditempelkan berjajar di dinding kelas.

Ketika SMA, saya dapat pelajaran konseling yang (tidak) berguna. Maaf, ini karena gurunya bukan yang spesialis psikologi jadi kesannya ngasal saja pelajaran ini. Nah, saat pelajaran ini saya dapat kuisioner yang bertanya, siapakah pahlawanmu?

Tentu saja pandangan saya tertuju ke gambar-gambar di dinding kelas saya. Christina Martha Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Pierre Tandean. Ah, kenapa namanya Pierre ya? Kayak orang asing saja. Bukannya dia orang Indonesia? Saya jadi melantur…..karena saya tidak kenal mereka! Bagaimana saya bisa menyatakan kalau mereka adalah pahlawan saya bila saya tidak mengenal mereka?

Nah, kalau di buku-buku cerita, anak-anak kecil itu selalu menjawab kalau pahlawannya adalah ayah atau ibu. Tapi, hubungan saya dengan kedua orangtua tidak baik pada saat itu, maklum sedang remaja. Jadi, siapakah pahlawan buat saya?

Siapa orang dekat yang memberi pengaruh kepada saya, atau membuat saya berdecak kagum dan berkata, wah orang ini keren! Pada saat itu….saya sedang gemar-gemarnya baca komik Master Keaton. Mister Keaton Hiiraga adalah orang biasa, dengan masalah yang sangat manusiawi. Tapi dia punya passion yang dalam dengan arkeologi. Saya tidak pernah tahu ada orang yang menjadikan hobi sebagai alat bertahan hidup (kecuali McGyver), dan buat saya Keaton itu keren. Jadi, hehehe….

Maaf kalau saya berpaling kepada ‘tokoh khayalan’ karena saya tidak punya bayangan tentang apa dan bagaimana 'sistem' pahlawan itu berjalan. Hanya sekedar tokoh berjasa? Ataukah harus meninggal dulu baru dikasih titel pahlawan? Anak-anak sekarang yang bisa Bahasa Inggris akan mengartikan ‘pahlawan’ sebagai ‘hero’, dan kalau sudah begitu….bisa lebih kacau dari saya jaman SMA dulu!

Makin kemari, sebutan pahlawan semakin rancu. Ada pahlawan devisa. Ada pahlawan tanpa tanda jasa. Ada pahlawan kesiangan. Tapi yang dimaksud sebagai Pahlawan pada hari Pahlawan (10 November ini) tentunya adalah mereka yang berjuang dalam masa sebelum-sesaat setelah kemerdekaan, bukan? Dan buat saya, itu cukup. Kita hanya lebih perlu mendalami siapa , bagaimana, dan seperti apa para pejuang kemerdekaan itu sejatinya. Ahmad Yani terkenal karena dia menjadi inti film G30S. Bagimana yang lain?

Pahlawan, bukan manusia berkekuatan super. Bukan manusia dengan ajian sakti mandraguna. Bukan mereka yang rela mati supaya berguna bagi bangsanya. Tapi adalah manusia yang menonjol karena keberaniannya membela kebenaran. Bagi saya, Pierre Tandean-lah yang paling mendekati sosok Pahlawan itu. Dia adalah ajudan AH. Nasution, dan malah mengaku-aku menjadi Nasution supaya sang jendral selamat. Dan Salim Kancil, dia adalah pahlawan. Jadi jangan jejali kuping saya dengan mengangkat anu dan itu sebagai pahlawan karena kebanyakan hal itu berupa ‘formalitas’ belaka. Tapi lihatlah dengan mata dan hati, siapa yang membela kepentingan orang banyak? Siapa yang menjadi korban atas keberaniannya menentang keburukan. Salim Kancil bukannya tidak takut mati, dia saja bela-belain cari ilmu kebal kok. Tapi pahlawan adalah mereka yang berani bilang ‘tidak’ sementara ribuan orang terdiam karena ketakutan. Orang-orang yang pemberani tersebut adalah pahlawan yang sebenarnya.

 *) Tulisan ini harusnya saya publish tgl 10 Nopember kemarin, tapi seharian saya nggak bisa masuk ke K. Muter2 terus di pengisian username & password :'(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun