Ujian, pencobaan adalah kata yang sering kita dengar dalam spiritualias/agama.
Sebagian orang mengatakan Tuhan tidak memberi pencobaan, tetapi yang lain mengatakan cukup banyak ayat di kitab agama-agama yang mengatakan mengenai ujian, menguji dan diuji Tuhan. Jadi yang benar yang mana?
Sebenarnya sederhana :
Mau itu ujian, pencobaan atau apapun kata sejenis lainnya, tetap saja semua hal yang terjadi atas izin dari Tuhan.
Darimana ujian/pencobaan itu datang?
1. Dari diri kita sendiri bila kita berbuat kesalahan, sebagai bagian dari hukum sebab akibat. Singkatnya kita sendiri yang mencari/memperumit masalah, hehe.
2. Dari orang lain, tidak dapat terhindarkan karena kita hidup bermasyarakat, bukan sendirian
3. Dari hukum alam, ujian/pencobaan adalah bagian dari kehidupan untuk memproses kita
Yang pasti darimanapun ujian/pencobaan itu datang, tetap saja bisa terjadi atas persetujuan dari Tuhan, itu realita.
Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya?
1. Evaluasi, apakah kejadian ujian/pencobaan tersebut adalah sebab akibat langsung dari perbuatan kita sebelumnya atau hal eksternal (orang lain/hukum alam).
Evaluasi ini penting untuk membedakan apakah disebabkan oleh internal (diri sendiri) atau ekternal (orang lain/hukum alam). Karena apabila internal maka solusi dan hikmahnya lebih mudah, karena saat kita menyadari itu kesalahan kita, adalah pilihan kita untuk memperbaiki dan mencegahnya berulang kembali kedepan.
2. Solusi, apa yang bisa kita lakukan untuk melewatinya dengan baik? Bukan dengan hal-hal tidak benar yang malah mendatangkan ujian/pencobaan baru kedepannya.
3. Hikmah, apa yang kita dapatkan/pelajari dari ujian/pencobaan ini? Hikmah berguna baik untuk pencegahan di masa depan, maupun bahan untuk menghadapi ujian berikutnya.
Ujian berikutnya? Waduh :(
Ya begitulah, sederhananya ujian/pencobaan adalah bagian dari kehidupan.
Untuk meringankan ujian/pencobaan yang datang, kita dapat mengubah definisi dan cara pandang kita.
Bila kita memandang ujian seperti momok yang negatif/penderitaan dst, maka itulah yang terjadi, kita menderita beneran, akhirnya merespon dengan buruk dan hasilnya malah "tinggal kelas" alias makin ga selesai-selesai dan mengulang terus ujian yang sama.
Bila kita memandang ujian adalah kesempatan untuk naik kelas, maka kita akan dengan senang hati bersiap, belajar darinya, merespon dengan baik dan mendapatkan hadiah "naik kelas" setelahnya
Memang setelah naik kelas, akan ada ujian lain lagi, tetapi karena sudah beda kelas, maka pelajaran, cara menghadapi dll sudah berbeda = menjadi pengalaman baru yang memperkaya diri dan hidup kita.
Dengan terus naik kelas, pada saatnya nanti mungkin saja kita bisa mencapai "kelulusan" = tercerahkan, dimana ujian/pencobaan definisi manusia, bukan lagi ujian/pencobaan bagi kita.
By sosmed lilinkecil_net
Bacaan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H