1. Evaluasi, apakah kejadian ujian/pencobaan tersebut adalah sebab akibat langsung dari perbuatan kita sebelumnya atau hal eksternal (orang lain/hukum alam).
Evaluasi ini penting untuk membedakan apakah disebabkan oleh internal (diri sendiri) atau ekternal (orang lain/hukum alam). Karena apabila internal maka solusi dan hikmahnya lebih mudah, karena saat kita menyadari itu kesalahan kita, adalah pilihan kita untuk memperbaiki dan mencegahnya berulang kembali kedepan.
2. Solusi, apa yang bisa kita lakukan untuk melewatinya dengan baik? Bukan dengan hal-hal tidak benar yang malah mendatangkan ujian/pencobaan baru kedepannya.
3. Hikmah, apa yang kita dapatkan/pelajari dari ujian/pencobaan ini? Hikmah berguna baik untuk pencegahan di masa depan, maupun bahan untuk menghadapi ujian berikutnya.
Ujian berikutnya? Waduh :(
Ya begitulah, sederhananya ujian/pencobaan adalah bagian dari kehidupan.
Untuk meringankan ujian/pencobaan yang datang, kita dapat mengubah definisi dan cara pandang kita.
Bila kita memandang ujian seperti momok yang negatif/penderitaan dst, maka itulah yang terjadi, kita menderita beneran, akhirnya merespon dengan buruk dan hasilnya malah "tinggal kelas" alias makin ga selesai-selesai dan mengulang terus ujian yang sama.
Bila kita memandang ujian adalah kesempatan untuk naik kelas, maka kita akan dengan senang hati bersiap, belajar darinya, merespon dengan baik dan mendapatkan hadiah "naik kelas" setelahnya
Memang setelah naik kelas, akan ada ujian lain lagi, tetapi karena sudah beda kelas, maka pelajaran, cara menghadapi dll sudah berbeda = menjadi pengalaman baru yang memperkaya diri dan hidup kita.
Dengan terus naik kelas, pada saatnya nanti mungkin saja kita bisa mencapai "kelulusan" = tercerahkan, dimana ujian/pencobaan definisi manusia, bukan lagi ujian/pencobaan bagi kita.